Imam al-Hakim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

 لَيْسَ الصِّيَامَ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ، وَجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ

“Bukanlah puasa itu hanya menahan dari makan dan minum, hakikat puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan kotor. Jika ada seseorang mencelamu dan bertindak bodoh (usil) terhadap dirimu, maka katakanlah (kepadanya), ‘aku sedang berpuasa.”[1]

Dan, imam Ahmad meriwayatkan dari Yazid bin Abdillah asy-Syikhir dari al-‘Arabi, ia berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ يُذْهِبْنَ وَحَرَ الصَّدْرِ

“Puasa bulan kesabaran dan tiga hari setiap bulan akan menghilangkan kedengkian hati” [2]

Sesungguhnya termasuk karakter yang agung dan sifat yang mulia yang menunjukkan sempurnanya iman orang-orang yang berpuasa yang taat kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan kebaikan akhlak mereka adalah keselamatan hati mereka dan lisan mereka terhadap saudara-saudara mereka orang-orang yang beriman. Maka, tidak ada di dalam hati mereka rasa dendam atau dengki atau kebencian. Tidak pula ada pada lisan mereka gunjingan, atau adu domba, atau dusta, atau umpatan, atau fitnah. Bahkan, mereka hanya membawa rasa cinta, kebaikan, kasih sayang, kelembutan dan pemuliaan terhadap saudara-saudara mereka. Tidaklah terlontar dari lisan-lisan mereka kecuali kata-kata yang bermanfaat dan perkataan-perkataan yang penuh faedah, serta doa-doa yang jujur. Maka, mereka termasuk kelompok orang-orang dipuji Allah -سُبْحَانَهُ وَتعَالَى- dan disucikan-Nya dengan firman-Nya,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar) berdoa, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” (al-Hasyr: 10)

Rabb mereka menyifati mereka dengan dua hal nan agung dan mulia; satunya berkaitan dengan lisan, maka tidak ada pada lisan mereka terhadap saudara mereka melainkan nasehat untuk kebaikan dan doa yang dipanjatkan untuk kebaikan mereka dan kebaikan saudara-saudara mereka.

يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ

mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami”

Hal yang keduanya, terkait dengan hati. Maka, hati mereka selamat terhadap saudara-saudara mereka orang-orang yang beriman. Tidak ada dalam hati mereka rasa dendam, atau kedengkian, atau kebencian, atau yang lainnya.

Dan, keselamatan hati dan lisan, keduanya termasuk dalil yang paling jelas dan bukti yang paling jujur yang menunjukkan kesempurnaan puasa. Para salaf-semoga Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- merahmati mereka-mengategorikan orang yang paling utama di kalangan mereka adalah orang yang paling selamat hati dan lisannya. Iyas bin Mu’awiyah bin Qurrah -رَحمَهُ اللهُ- mengatakan,

كَانَ أَفْضَلُهُمْ عِنْدَهُمْ – أَيْ: السَّلَفُ – أَسْلَمَهُمْ صُدُوْرًا وَأَقَلَّهُمْ غِيْبَةً

“Orang yang paling utama di tengah-tengah mereka–yakni, salaf-adalah orang yang paling selamat hatinya atau orang yang paling sedikit ghibahnya” [3]

Dan, Sufyan bin Dinar -رَحِمَهُ اللهُ- mengatakan,

قُلْتُ لِأَبِي بَشِيْرٍ – وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ عَلِيٍّ – : أَخْبِرْنِي عَنْ أَعْمَالِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا ، قَالَ : كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ يَسِيْرًا وَيُؤْجَرُوْنَ كَثِيْرًا ، قَالَ قُلْتُ : وَلِمَ ذَلِكَ ؟ قَالَ : لِسَلَامَةِ صُدُوْرِهِمْ

Aku pernah mengatakan kepada Abu Basyir–beliau termasuk sahabat Ali -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-: Beritahukan kepadaku tentang amal-amal orang-orang sebelum kita! Abu Basyir pun mengatakan: Mereka mengerjakan amal sedikit, namun mereka dibalas dengan pahala yang banyak.’

Sufyan bin Dinar -رَحِمَهُ اللهُ- mengatakan, ‘Aku pun bertanya kepada beliau, ’Mengapa demikian?’

Abu Basyir pun menjawab, ‘Karena keselamatan hati-hati mereka.’ [4]

Dan Ramadhan merupakan kesempatan emas dan pemberian ilahi untuk menyelamatkan hati dan lisan dari segala kekeruhan dan penyakit. Maka, bukanlah hal yang menjadi pelajaran dari puasamu adalah engkau menolak diri dari makan dan minum, namun hatimu berbuka dengan rasa dendam, kedengkian, dan kebencian terhadap hamba-hamba Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Atau, lisanmu berbuka dengan menggunjing orang lain, mengadu domba orang lain, atau menipu orang lain, berdusta dan membohongi orang lain, dan menghina dan mencaci orang lain. Karena, barang siapa yang keadaannya demikian ini, maka ia tidak mengambil faedah dari puasanya melainkan rasa lapar dan dahaga semata. Di dalam hadis disebutkan,

 رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa, bagian yang didapatkan dari puasanya hanya lapar dan dahaga semata. Dan, betapa banyak pula orang yang shalat malam, bagian yang didapatkan dari shalat malamnya hanya (lelah)begadang saja.” [5] Diriwayatkan oleh Ahmad dari hadis Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-secara marfu’ kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Sungguh hal yang menjadi sebab terbesar untuk keselamatan hati dan lisan mereka orang-orang pilihan itu adalah kuatnya hubungan mereka dengan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan sangat kuatnya keridaan mereka terhadap-Nya. Ibnul Qayyim -رَحِمَهُ اللهُ– mengatakan, “Keridaan membukakan pintu keselamatan baginya; sehingga menjadikan hatinya selamat lagi bersih dari kecurangan, rasa dendam, dan kedengkian, sementara tidak akan selamat dari azab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- melainkan siapa yang datang kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan hati yang selamat, demikian pula mustahil akan terjadi keselamatan hati yang disertai kebencian dan ketidak rida n. Semakin seorang hamba kuat keridaannya niscaya hatinya semakin selamat. Maka, kekejian, dendam, dan kecurangan merupakan teman dekat kebencian, sedangkan keselamatan hati dan kebaikannya merupakan teman dekat keridaan. Begitu pula hasad, ia termasuk buah kebencian, dan keselamatan hati dari kebencian termasuk buah keridaan.” [6]

Dan buah keselamatan hati yang merupakan buah dari buah-buah keridaan tidaklah terhitung banyaknya. Karena keselamatan hati merupakan ketentraman dan kenyamanan, kesenangan dan ketenangan di dunia. Pahalanya di akhirat termasuk palaha yang paling baik. Ghanimahnya ketika itu merupakan ghanimah yang terbesar. Dan di dalam al-Khabar, Zaed bin Aslam -رَحِمَهُ اللهُ- mengatakan, ‘Seorang masuk menemui Abu Dujanah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ– saat beliau tengah sakit,-ketika itu wajah beliau terlihat sedemikian ceria-, lalu dikatakan kepadanya, ‘Apa gerangan yang membuat wajah Anda terlihat sedemikian ceria?’ Maka, Abu Dujanah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ– pun menjawab, ’Tidak ada dari amalku sesuatu pun yang lebih kuat menurutku daripada dua hal; (pertama) aku tidak berbicara dalam hal-hal tidak berguna, dan (kedua) hatiku selamat terhadap kaum Muslimin.’ [7]

Dan di antara hal yang akan dapat membantu seorang muslim agar selamat hati dan lisannya terhadap saudara-saudaranya kaum Muslimin adalah berlindung kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ- dan meminta kepada-Nya hal tersebut dengan jujur dan penuh keikhlasan, melihat kepada akibatnya yang terpuji dan hasilnya yang penuh berkah di dunia dan di akhirat kala seseorang memiliki hati dan lisan yang selamat. Dan, demikian pula dengan melihat kepada dampak yang buruk dan hasil yang tidak baik bila mana pada hati seseorang terdapat dendam atau permusuhan atau kedengkian atau yang lainnya.

Telah sahih diriwayatkan dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- doa-doa yang cukup banyak yang berisikan permintaan kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ- agar hatinya diberi hidayah, diselamatkan dan dikokohkan.

Seperti doa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

 اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا

“Ya Allah! Berikanlah kepada jiwaku ketakwaan dan sucikanlah ia, Engkaulah sebaik-baik Zat yang dapat menyucikannya.” [8]

Seperti juga doa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu” [9]

Seperti juga doa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

 يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai Zat yang membolakbalikan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu [10]

Seperti juga doa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

اللَّهُمَّ اجْعَلْ لِي فِي قَلْبِي نُورًا

“Ya Allah! Jadikanlah untukku cahaya di hatiku” [11]

Karena itu, tidakkah kita jadikan bulan yang penuh berkah ini untuk menerapi dan mengobati penyakit-penyakit hati dan lisan, dan hendaklah kita bersungguh-sungguh dengan segenap kesungguhan untuk menyucikan dan menyelamatkan hati dan lisan. Karena keselamatan hati dan lisan akan menyelamatkan diri, agama dan dunia seseorang, dan disebabkan karena kerusakannya akan merusak agama dan dunia. Sungguh Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah mengajarkan kepada kita sebuah doa nan agung yang hendaknya diucapkan oleh seorang muslim di pagi dan sore harinya dan ketika ia berbaring di tempat tidurnya, di mana di dalam doa tersebut seseorang memohon perlindungan kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ- dari dua sumber keburukan yang muncul dari keduanya dan berlindung pula dari dua tujuan yang mengarah kepada kedua hal tersebut.

At-Tirmidzi dan Abu Daud meriwayatkan dari hadis Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Abu Bakar ash-Shidiq -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- mengatakan (kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-) ‘Ya Rasulullah! Perintahkanlah kepadaku dengan beberapa ungkapan kata yang akan aku ucapkan apabila aku memasuki waktu pagi hari dan apabila aku memasuki waktu sore hari.’ Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun bersabda, ‘Ucapkanlah!

اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ

Ya Allah! Pencipta langit dan bumi, Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata, Rabb segala sesuatu dan yang menguasainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan jiwaku dan keburukan setan dan sekutunya.

Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

قُلْهَا إِذَا أَصْبَحْتَ وَإِذَا أَمْسَيْتَ وَإِذَا أَخَذْتَ مَضْجَعَكَ

“Ucapkanlah olehmu ungkapan kata-kata tersebut apabila kamu telah memasuki waktu pagi dan apabila kamu telah memasuki waktu sore hari, serta apabila kamu telah membaringkan diri di tempat tidurmu.” [12]

Dalam riwayat lain, (beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menambahkan doanya seraya mengatakan)

وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

“Dan (aku berlindung kepada-Mu dari) melakukan keburukan atas diriku atau aku hantarkan kepada seorang muslim [13]

Sungguh hadis nan agung ini berisikan permohonan perlindungan kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ- dari keburukan, sebab-sebabnya dan tujuan-tujuannya. Karena keburukan itu semuanya boleh jadi bersumber dari nafsu atau bisa jadi dari setan, maka beliau berlindung kepada Allah-عَزَّوَجَلَّ- dari keduanya di dalam doanya,

أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ

“Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan jiwaku dan keburukan setan dan sekutunya.”

Sedangkan tujuan atau target keburukan itu bisa jadi berpulang kepada pelaku itu sendiri, atau kepada saudaranya sesama muslim, maka beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memohon perlindungan kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ-dengan doanya,

وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

“Dan (aku berlindung kepada-Mu dari) melakukan keburukan atas diriku atau aku hantarkan kepada seorang muslim.”

Maka, demi Allah, alangkah sempurnanya doa ini dan alangkah agungnya yang menjadi maksudnya, dan alangkah indahnya pula apa yang ditunjukkannya. Dan, betapa bagusnya pula bila seorang muslim menjadikan ungkapan kata-kata ini senantiasa dilantunkan dalam dzikir-dzikir pagi dan sore harinya, serta ketika akan tidurnya di bulan yang penuh berkah ini dan di seluruh hari-hari sepanjang umurnya.

Ya Allah! Sesungguhnya kami meminta kepada-Mu hati yang khusyu’, lisan yang senantiasa berzikir, jiwa yang senantiasa taat dan tenang.

Dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amal-amal kami. Kami pun berlindung kepada-Mu dari keburukan setan dan sekutunya, dan dari melakukan keburukan atas diri-diri kami atau kami hantarkan kepada seorang pun dari kalangan kaum muslimin.

Amin

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :

Salamatul Qulubi Wal Alsuni, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى.

 

Catatan:

[1] al-Mustadrak, al-Hakim (1/595, no. 1570)

[2] Musnad al-Imam Ahmad (23070)

[3] HR. ath-Thabrani di dalam Makarim al-Akhlaq

[4] Diriwayatkan oleh Ibnu as-Sirri di dalam kitabnya ‘az-Zuhdu’.

[5] Musnad al-Imam Ahmad (2/374, no. 8842)

[6] Madarij as-Salikin (fasal : Wa Min Manazili Iyya-ka Na’budu Wa Iyya-ka Nasta’in Manzilatu ar- rida )

[7] Ath-Thabaqat al-Kubra, Ibnu Sa’d (3/557), Siyar A’lam an-Nubala (1/205), Tarikh al-Islam, adz-Dzahabi (3/70)

[8] HR. Muslim (2722), an-Nasai (5460), dan Ahmad (19204)

[9] HR. at-Tirmidzi (3482) dan an-Nasai (5460)

[10] HR. at-Tirmidzi (2140)

[11] HR. al-Bukhari (6316) dan Muslim (763)

[12] HR. at-Tirmidzi (3529) dan Abu Dawud (5067)

[13] HR. at-Tirmidzi (3529) dari hadis Abdullah bin Amr bin al-Ash