Hal-hal yang diada-adakan dalam sujud tilawah : 

151. Beribadah dengan membaca ayat-ayat sujud dalam al-Qur`an. Yaitu membaca dua belas ayat dan bersujud pada setiap ayat. Hal itu dimaksudkan untuk menghalau kesusahan. Tentu saja perbuatan ini adalah bid’ah yang sama sekali tidak mempunyai dasar. 

152. Menghimpun ayat-ayat sujud dalam al-Qur`an dan dibaca pada raka`at terakhir shalat tarawih. Perbuatan ini adalah bid’ah. Akan dibahas dalam bab Shalatu at-Tarawih. 

153. Hanya mengucapkan: 

اَللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ.

(Ya Allah, hanya kepada-Mu aku bersujud, hanya kepada-Mu aku beriman, dan kepada-Mu aku bertawakal). Mestinya yang disyari’atkan adalah ucapan: Subhana Rabiyal A’la sebagaimana layaknya bacaan sujud. Jika lebih dari itu maka lebih baik.

154. Berdo`a atau mengangkat tangan dalam berdo`a setelah sujud tilawah.

155. Sebagian ahli fikih menyebutkan bahwa orang yang mendengar ayat sajdah dan tidak bersujud maka terdapat bacaan dzikir yang menggantikan sujud tilawah, di antaranya adalah membaca: لا إله إلا الله وحده لا شريك له La ilaha Illallah wahdahu la syarikalah.. (aku bersaksi, tidak ada tuhan selain Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya) sebanyak empat kali.

Menurut sebagian pengikut Imam Syafi’i, bahwa bacaan berikut mendatangkan pahala sebagai pengganti sujud tilawah: سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر Subhanallah walhamdulillah, wala ilaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, dan segala puju-Nya, dan tidak ada tuhan selain Allah, dan Allah Maha besar).

Sebagian pengikut Imam Hanafi mengucapkan: سمعنا وأطعنا غفرانك ربنا وإليك المصير Sami’na wa atha’na ghufranaka rabbana wa ilaika al-mashir. Demikian pula sebagian mazhab Hambali.

Semua itu tidak berdasar sama sekali, tidak ada bacaan yang menempati posisi bacaan sujud tilawah. Bahkan yang demikian ini adalah makruh hukumnya karena tidak adanya dalil . Wallahu a’lam.

Bid’ah-Bid’ah lainnya

Di antaranya adalah do`a-do`a dari al-Qur`an tanpa mengambil dari as-Sunnah :

156. Hanya mengambil do`a-do`a dari al-Qur`an tanpa mengambil dari as-Sunah. Tindakan ini adalah sesat dan dilarang. Orang yang melakukan perbuatan ini tentu dalam keadaan bahaya besar, karena jika mengingkari apa yang datang dari as-Sunnah maka ia telah kufur.

157. Konsentrasi pada bacaan surat-surat terpendek di antara surat-surat yang panjang, atau surat al-Fatihah menjadi satu rangkaian.

158. Mencari rasa optimis dari mushaf.

159. Berdo`a bertawassul dengan keagungan al-Qur`an.

160. Bersumpah atas nama keagungan al-Qur`an.

161. Memohon atau berdo`a atas nama sumpah Allah terhadap makhluk-Nya.

162. Bersumpah kepada Allah dengan sumpah-Nya atas nama makhluk-Nya.

163. Bersumpah atas nama al-Qur`an tiga kali. Bersumpah atas nama al-Qur`an ini merupakan pembahasan yang sedang dalam proses.

164. Berkumpul untuk membaca al-Qur`an bersama-sama tanpa terikat oleh momen ruang dan waktu. Atau pada momen tempat dan waktu tertentu. Hal itu dilakukan untuk beribadah secara umum atau untuk dihadiahkan kepada Fulan, sang mayit. Bacaan ini terkadang dibaca dengan suara keras, dan terkadang dibaca dengan suara pelan. Bacaan ini disebut juga dengan “Qira`at al-Jauqah” (bacaan dengan cara bersama-sama). Di antara bentuk bacaan yang demikian ini adalah “al-Qiraah al-‘Addiyah”, yaitu membaca surat Yasin beberapa kali disertai bacaan-bacaan dzikir yang lain. Terkadang ditempuh dengan cara lain, misalnya dengan mengundang beberapa orang, masing-masing membacakan surat tertentu, lalu mereka membacakan do`a untuk orang yang mengundang agar mendapatkan kelapangan rizki, kedudukan dan mendapatkan karunia anak. Demikianlah masing-masing orang melakukan dengan cara-cara yang disukainya dalam beribadah, tanpa didasari oleh ketetapan syari’at.

165. Menafsirkan al-Qur`an al-Karim dengan menggunakan akal.

166. Membebani ayat-ayat al-Qur`an dengan makna-makna yang baru.

167. Memberikan kelonggaran hawa nafsu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an.

168. Memposisikan ayat-ayat al-Qur`an tidak sebagaimana mestinya.

169. Keluar dari penafsiran para sahabat dan tabi’in dalam menjelaskan makna-makna ayat al-Qur`an dan menafsirkannya dengan makna-makna yang bertentangan.

170. Membuat do`a dan shalat untuk menghafal al-Qur`an. Hadîts yang menunjukkan hal ini tidak shahih.

Di antara perbuatan-perbuatan bid’ah yang lain:

171. Menuliskan ayat-ayat atau gambar al-Qur`an di masjid, arah kiblat, mihrab, mimbar atau pintu masjid. Demikianlah hal-hal bid’ah yang menyangkut masjid. Semua itu adalah perbuatan bid’ah yang tidak berdasar pada ketetapan syari’at. Larangan itu disebabkan oleh kekhawatiran akan upaya memposisikan al-Qur`an pada tempat yang tidak sesusai, mengakibatkan pelecehan terhadap al-Qur`an, pena`wilannya terhadap makna yang tidak sesuai, dan dapat mengganggu konsentrasi orang yang melakukan shalat. Di samping itu, boleh jadi akan dapat merusak keyakinan yang tidak benar.

Perbuatan bid’ah semacam ini sudah lama terjadi dan telah diperingatkan oleh para ulama terdahulu. Di antara ulama yang saya dapati mengawali peringatan itu adalah Ibnu Batutah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, asy-Syathibi dan ulama-ulama lainnya.

Di antara tulisan-tulisan di masjid yang merupakan perbuatan bid’ah itu adalah:

172. Tulisan ayat kursi pada kiblat masjid. Hal ini telah dihukumi bid’ah oleh ath-Tharthusi al-Maliki rahimahullah , wafat tahun 520.

173. Menuliskan tujuh ayat salam di atas kertas: سلام على نوح في العالمين “Salamun ‘ala nuhin fil ‘alamin”, dan ayat lainnya, lalu dimasukkan di dalam panci air untuk diminum pada hari Rabu akhir di bulan Shafar dan diminum oleh orang-orang yang shalat Isa’ di masjid.

174. Menggantungkan mushaf kecil, sebesar ibu jari di leher anak kecil, hewan, mobil dan lain sebagainya.

175. Menggantungkan mushaf atau ayat-ayat yang ditulis sebagai jimat di leher hewan perah agar kuantitas susunya meningkat, atau digantung di leher kuda untuk menjaga matanya.

176. Meletakkan mushaf di atas kepala orang yang sedang sekarat.

177. Mewakafkan mushaf di pekuburan kepada siapa saja yang ingin membaca al-Qur`an di kuburan yang diperuntukkan bagi mayit.

178. Mewakafkan mushaf di masjid-masjid untuk dibaca setelah shalat Subuh yang diperuntukkan bagi si mayit Fulan.

179. Menuliskan ayat-ayat al-Qur`an di pekuburan, atau di atas kain penutup mayat. Kedua perbuatan bid’ah ini dapat melecehkan kitab Allah dan menimbulkan keyakinan akan dapat mendatangkan manfaat dan merupakan perbuatan bid’ah yang tentu saja bukan termasuk petunjuk Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.

Catatan: Dianjurkan membaca al-Qur`an di masjid-masjid, sebagaimana yang disebutkan dalam hadîts riwayat Buraidah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada seorang badui yang kencing di masjid,“Sesungguhnya masjid-masjid tidak dapat digunakan dari air kencing dan kotoran, akan tetapi untuk untuk berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur`an.” Akan tetapi hendaknya al-Qur`an tidak dibaca di masjid-masjid itu dengan suara keras sehingga mengganggu orang-orang yang sedang mendirikan shalat. Karena pada dasarnya, masjid itu adalah wakaf untuk orang-orang yang shalat.

Pada musim panas tahun 1418 H. saya mendapati di salah satu masjid di wilayah Thaif, suatu halaqah menghafal al-Qur`an. Usai dikumandangkan adzan, Syaikh dan para muridnya meneruskan membaca al-Qur`an dengan suara keras. Saya pun memperingatkan dengan suara keras agar menghentikan bacaannya, karena harus menghargai hak orang-orang yang hendak melakukan shalat tahiyatul masjid, yang tentunya lebih berhak daripada bacaan mereka. Puji syukur kepada Allah, mereka menuruti peringatan saya. Hal semisal saya dapati di dalam kitab, Syarh al-Adzkar, 2/59-60.

180. Membayar satu orang atau lebih untuk membacakan al-Qur`an yang pahalanya diperuntukkan bagi seorang mayit atau orang yang masih hidup. Amalan ini adalah bid’ah, sedangkan orang yang membacakannya pun tidak mendapatkan pahala, karena atas dasar niat untuk kepentingan dunia. Demikian pula, orang yang menyewa pun juga tidak mendapatkan pahala, karena merupakan amalan bid’ah. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam masalah agama yang tidak termasuk dalam perkara agama maka akan tertolak.”

181. Di antara perbuatan bid’ah yang tidak termasuk dalam petunjuk salaf shalih adalah membiasakan pembacaan ayat-ayat al-Qur`an sebelum dimulainya suatu acara tertentu, seperti pembukaan muktamar, pertemuan-pertemuan, ceramah-ceramah dan diskusi-diskusi. Saya tidak pernah mendapati fenomena semacam ini kecuali sejak tahun 1342 H. Sedangkan sebelumnya, sama sekali saya tidak pernah mendapatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, sekali pun tidak pernah menganjurkan akan hal ini, bahkan pada pertemuan-pertemuan dengan para sahabat ketika membahas masalah-masalah penting sekalipun. Demikian pula para khalifah yang empat setelah wafatnya Rasulullah tidak pernah melakukannya, mulai dari pertemuan yang digelar di Saqifah dan seluruh pertemuan-pertemuan yang lain. Juga generasi Tabi’in tidak pernah melakukannya.

Ini pada acara-acara yang masyru’, apalagi dengan acara-acara yang dilarang, haram atau makruh. Maka tidak diragukan lagi hukumnya haram untuk membacakan ayat-ayat al-Qur`an saat membuka acara tersebut. Hal itu disebabkan karena acara itu penyebabnya tidak ditetapkan oleh syari’at. Karena yang demikian itu dapat menimbulkan ancaman dan pelecehan terhadap ayat-ayat al-Qur`an di dalam acara-acara yang terlarang. Seperti misalnya, taruhan pada pertandingan-pertandingan yang diharamkan hukumnya, seperti permainan bola, gulat, tinju, adu tarung antara binatang, balap mobil, sepeda dan olah raga lainnya yang memungkinkan orang untuk bermain taruhan, karena akan mengakibatkan timbulnya masalah lain yang haram.

Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]