TAKZIAHPERTANYAAN: 

Bagaimana ta’ziyah yang disyariatkan? Bagaimana pendapat anda -semoga Allah Ta’ala menjaga anda- tentang perbuatan sebagian orang yang berkumpul di satu rumah keluarga mayit dan menunggu orang-orang yang ta’ziyah padanya, serta membaca surah al-Fatihah untuk mayit di tempat yang sama?

JAWABAN: 
Ta’ziyah disyariatkan untuk setiap musibah. Maka seyogya-nya ta’ziyah dilakukan kepada setiap yang berduka dan bukan ke-rabat saja. Terkadang seseorang mendapat musibah karena kematian temannya melebihi musibah karena kematian kerabatnya. Dan ter-kadang saat seseorang meninggal dunia, kerabatnya tidak berduka dan sama sekali tidak peduli dengan kematiannya. Ta’ziyah pada asalnya adalah untuk orang yang mendapat musibah, dia dita’zi-yahi dengan maksud diberi kekuatan untuk menahan sabar. Makna عَزَّيْتُهُ: saya beri kekuatan dia untuk menahan sabar. Sebaik-baik ta’-ziyah adalah yang dilakukan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau meng-utus kepada salah seorang putrinya, ia bersabda,

[sc:BUKA ]مُرْهَا فَالْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ فَإِنَّ لله مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَبْقَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى [sc:TUTUP ]

“Perintahkan dia agar bersabar dan berharap pahala, sesungguh-nya Allah memiliki apa yang diambilNya dan memiliki apa yang ditetapkanNya. Dan segala sesuatu di sisiNya sebatas waktu yang telah ditentukan.

Berkumpulnya orang-orang untuk ta’ziyah di satu rumah, hal itu termasuk bid’ah. Jika ditambah dengan memasak makanan di rumah tersebut, itu sudah termasuk meratap. Meratap, seperti yang diketahui mayoritas penuntut ilmu termasuk dosa-dosa besar, di-mana Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang meratap dan yang mendengar-kan. Dan beliau bersabda,

[sc:BUKA ]اَلنَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرَعٌ مِنْ جَرَبٍ [sc:TUTUP ]

“Wanita yang meratap, bila tidak bertaubat sebelum matinya, dia dibangkitkan pada hari Kiamat dengan mengenakan jubah dari tir dan baju besi dari kudis.”

Atas dasar inilah, wajib kepada para penuntut ilmu untuk menjelaskan kepada masyarakat awam bahwa hal ini tidak disyariatkan dan bahwasanya mereka lebih dekat kepada dosa dari pada jalan keselamatan. Dan bahwasanya wajib kepada umat yang datang belakangan untuk mengikuti generasi salaf. Apakah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam duduk untuk ta’ziyah pada anak-anaknya? Atau pada istrinya Khadijah radhiyallahu ‘anhaatau Zainab binti Khuzaimah radhiyallahu ‘anha? Apakah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu duduk? Apakah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu duduk? Apakah Uts-man bin Affan radhiyallahu ‘anhu duduk? Apakah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu duduk? Apakah ada salah seorang sahabat duduk menunggu orang yang datang berta’ziyah kepadanya? Sama sekali tidak pernah, semua itu tidak pernah terjadi. Tidak disangsikan lagi bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang diwariskan dari orang tua dan kemudian menjadi tradisi, semua itu harus dihadapkan (dico-cokkan) kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya serta petunjuk salaf radhiyallahu ‘anhum . Jika sesuai maka diterima. Bukan karena ia merupakan tradisi, tetapi karena sesuai sunnah. Dan yang bertentangan wajib ditolak. Tidak sepantasnya bagi para penuntut ilmu tunduk ter-hadap segala tradisi dan berkata, bagaimana kami mengingkari bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, dan saudara-saudara kami sesu-atu yang sudah menjadi kebiasaan (bagi mereka); karena jikalau kita mengambil cara ini, yaitu tidak mengingkari, niscaya tidak ada sesuatu yang baik, dan segala sesuatu tetap seperti sediakala tanpa ada perbaikan.

Mengenai membaca surah al-Fatihah, ia juga termasuk bid’ah. Bid’ah di atas bid’ah, karena Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah berta’ziyah dengan membaca surah al-Fatihah, tidak pula ayat al-Qur`an yang lainnya. Adapun ucapan mereka bahwa al-Fatihah di-bacakan atas orang yang sakit agar sembuh karena Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan tahukah kamu bahwa ia adalah ruqyah.” Maka sesungguhnya al-Fatihah (hanya) dibacakan untuk orang-orang yang sakit sehingga mereka bisa sembuh dengan izin Allah ta’ala. Sedangkan mayit telah meninggal dunia dan tidak akan pernah sembuh dan tidak akan dibangkitkan kecuali pada Hari Kiamat. Semua perkara ini, wajib kepada para penuntut ilmu agar menghilangkannya dari masyarakat mereka dan hendaknya mereka mengembalikan manusia kepada amalan as-Salafush Shalih.

Jika dikatakan: Jadi, kapan kami berta’ziyah?

Kami katakan:
Pertama, ta’ziyah tidak wajib dan indikasi paling jauh hukumnya adalah sunnah.
Kedua, ta’ziyah hanya untuk orang yang berduka yang kita ketahui bahwa dia terpukul dengan musibah tersebut, lalu kita berta’ziyah kepadanya dan memberikan beberapa nasihat hingga ia merasa tenang.
Ketiga, bahwasanya ta’ziyah yang disyariatkan bukanlah berkumpul di dalam rumah. Tetapi di tempat manapun kita bertemu dengannya, kita berta’ziyah kepadanya, baik di masjid atau di pasar, atau di tempat lain.

[Sumber: Fatwa-fatwa Lengkap Seputar Jenazah [Edisi Indonesia], Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Disusun oleh Syaikh Fahd bin Nashir as-Sulaiman, Pustaka Darul Haq Jkt].