Syariat Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan penjagaan kehidupan dan kesehatan manusia sebagai salah satu kebutuhan yang sangat mendasar, di mana syariat memerintahkan agar hal itu dijaga dan dipelihara serta dikembangkan. Syariat Islam memberikan warning (peringatan) terhadap tindakan menjatuhkan diri ke dalam tempat-tempat yang akan menyebabkan diri binasa. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَلَا تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوْا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-Baqarah : 195)

Maka, manusia-dalam pandangan Islam- merupakan makhluk yang paling agung, paling mulia, paling tinggi, dan paling bagus bentuknya di permukaan bumi ini.  Allah ta’ala berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs. at-Tiin : 4)

Manusia itu menakjubkan dalam bentuk fisiknya, mengherankan ruhaniyahnya, di dalam dirinya terdapat segudang rahasia yang besar yang tidak terhitung jumlahnya.

Saudaraku…

Corona, merupakan virus yang mencemaskan banyak orang, mulai kemunculannya di asia timur, dan kini ia menjadi perbincangan di banyak media informasi dan media sosial.

Namun, yang tidak layak diragukan bahwa corona merupakan penyakit sebagaimana penyakit-penyakit yang lainnya yang ditakdirkan oleh Allah  ‘Azza wa Jalla atas hamba-hamba-Nya kapan saja Dia menghendakinya dan bagaimana pula yang Dia kehendaki. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.

Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Qs. al-Hadid : 22-23)

Saudaraku…kaum muslimin

Bagaimana Islam menyikapi penyakit yang menular tersebut cukuplah jelas. Orang yang menderita sakit berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati sakitnya sepanjang hal itu mungkin untuk dilakukannya. Jika kemudian ia tidak melakukannya, niscaya ia berdosa karenanya. Ia pun wajib berupaya agar penyakit yang dideritanya tidak menyebar dan menular kepada yang lainnya dengan tidak berbaur dengan orang lain, tidak keluar rumah kecuali untuk suatu keperluan yang mendesak. Hal itu karena, menyakitkan orang lain merupakan tindakan haram, sementara tindakan menimbulkan bahaya kepada orang lain -dengan cara apa pun- terlarang hukumnya secara syar’i.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri dan tidak boleh pula menimbulkan bahaya pada orang lain.” (HR. Ahmad)

Adapun orang yang tidak sakit, maka wajib atasnya pula untuk tidak mendekat kepada orang yang tengah sakit yang tertimpa penyakit yang menular tersebut. Akan tetapi tentunya hal itu dilakukan dengan cara yang lembut dan lunak tanpa menyakiti perasaannya.

Bahkan, para fuqaha menjelaskan bahwa barang siapa yang tengah mengidap penyakit menular tidak selayaknya ia shalat bersama jama’ah kaum muslimin, dan bahwa termasuk uzur yang membolehkan seseorang untuk meninggalkan shalat berjama’ah adalah setiap penyakit yang menghalangi orang yang tertimpa olehnya untuk menghadiri shalat berjama’ah. Atau, akan menyebabkan para jama’ah lainnya bakal lari darinya, dan begitu pula halnya penyakit-penyakit lainya yang berpotensi bakal menular kepada orang lain.

Saudara-saudaraku yang mulia…

Sunnah Nabawiyah yang suci telah datang dengan berita-berita yang menunjukkan mu’jizat di zaman di mana kedokteran dan para ahli kesehatan Barat belum tahu akan luasnya makna sesuatu yang terkait dengan makna ‘penularan’, belum pula mereka memiliki pengetahuan yang paling minim sekalipun tentang penyakit-penyakit menular, belum tahu pula tentang teori isolasi kesehatan melainkan beberapa tahun yang lampau. Islam telah meletakkan ‘kaedah isolasi kesehatan’ sejak 1400 tahun silam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ هَذَا الْوَجَعَ -أَيْ : اَلطَّاعُوْنَ- رِجْزٌ أَوْ عَذَابٌ أَوْ بَقِيَّةُ عَذَابٍ عُذِّبَ بِهِ أُنَاسٌ مِنْ قَبْلِكُمْ، فَإِذَا كَانَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا، فَلَا تَخْرُجُوْا مِنْهَا وَإِذَا بَلَغَكُمْ أَنَّهُ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوْهَا

“Sesungguhnya penyakit ini-yakni, “tha’un” merupakan rijzun atau azab atau sisa-sisa azab yang ditimpakan kepada manusia sebelum kalian. Maka dari itu, jika tha’un tersebut berada di suatu daerah sementara kalian tengah berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari daerah tersebut. Dan, jika sampai (berita) kepada kalian bahwa tha’un itu (tengah mewabah) di suatu daerah maka janganlah kalian memasuki daerah tersebut.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

الطَّاعُوْنُ غُدَّةٌ كَغُدَّةِ الْبَعِيْرِ، الْمُقِيْمُ بِهَا كَالشَّهِيْدِ، وَالْفَارُّ مِنْهَا كَالْفَارِّ مِنَ الزَّحْفِ

‘Tha’un merupakan gondok seperti gondok unta. Orang yang tetap tinggal di daerah yang tengah menyebar wabah tersebut (lalu ia meninggal dunia karena terkena olehnya) maka ia mati seperti orang yang mati syahid. Dan, orang yang lari darinya, seperti orang yang melarikan diri dari medan tempur (jihad di jalan Allah).” (HR. Ahmad dengan sanad yang jayyid (bagus))

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

 لَا يُوْرِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

“Janganlah sekali-kali seseorang membawa untanya yang tengah sakit kepada unta yang sehat.” (HR. al-Bukhari)

Dan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kepada orang-orang yang sehat untuk tidak membaur dengan orang-orang yang tengah menderita penyakit yang menular.

Ketika datang rombongan Tsaqif, di antara mereka ada seorang lelaki yang tengah menderita penyakit kusta. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan kepada orang tersebut dengan membawa pesan :

إِنَّا قَدْ بَايَعْنَاكَ فَارْجِعْ

“Sesungguhnya kami telah membaiatmu. Maka, pulanglah !” (HR. Muslim)

Wahai tuan-tuan sekalian, tidakkah kalian melihat keagungan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia ini ?

Sungguh benar Allah Dzat yang Maha Agung yang telah berfirman,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Qs. an-Najm : 3-4)

Wahai orang-orang yang diberkahi…

Ada hal yang membedakan seorang Muslim dengan yang lainnya dalam masalah ini, yaitu bahwa dirinya diperintahkan secara syar’i untuk berpegang teguh dengan prinsip ‘isolasi kesehatan’. Sesungguhnya Islam menjadikan dari seorang Muslim itu pengawas dan penghitung atas dirinya dan Islam menghendaki dari hal tersebut agar ia mengikuti perintah dan tidak bermaksiat.

Islam juga memberikan pahala atas hal tersebut kepada siapa yang berpegang teguh dengan prinsip tersebut berupa pahala mati syahid jika ia meninggal dunia dengan berpegang teguh dengan prinsip yang diajarkan oleh Islam dalam aspek kesehatan. Dan, Islam menjadikan hukuman terhadap orang yang lari darinya seperti hukuman  atas orang yang melarikan diri dari medan perang, sebagaimana dalam hadis yang telah lalu,

اَلْمُقِيْمُ بِهَا كَالشَّهِيْدِ، وَالْفَارُّ مِنْهَا كَالْفَارِّ مِنَ الزَّحْفِ

“Orang yang tetap tinggal di daerah yang tengah menyebar wabah tersebut (lalu ia meninggal dunia karena terkena olehnya) maka ia mati seperti orang yang mati syahid. Dan, orang yang lari darinya, seperti orang yang melarikan diri dari medan tempur (jihad di jalan Allah).”

Kaum Muslimin

Tha’un adalah penamaan untuk setiap wabah penyakit umum yang menyebar dengan cepat.

Dzikir dan Doa Merupakan Benteng Penjagaan

Wahai sekalian manusia…!

Seorang Muslim hendaknya mengambil sebab pencegahan penyakit, terlebih ketika wabah penyakit tersebut banyak bermunculan dan telah menyebar ke banyak tempat.

Di antaranya adalah dengan mengamalkan dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُوْلُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ : بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، فَيَضُرُّهُ شَيْءٌ

“Tidaklah seorang Muslim yang mengucapkan (kalimat ini) pada waktu pagi dan malam setiap hari (yakni, setelah terbit fajar dan setelah tenggelam matahari), “Dengan (menyebut nama Allah) Dzat yang tidak akan membahayakan bersama nama-Nya sesuatu pun yang ada di bumi, tidak pula yang ada di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “ sebanyak tiga kali niscaya tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya.” (HR. Ibnu Majah)

Begitu pula berdoa dengan ungkapan yang dianjarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam doanya,

اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah !, berilah ‘afiyat pada badanku.

Ya Allah !, berilah ‘afiyat pada pendengaranku.

Ya Allah !, berilah ‘afiyat pada penglihatanku.

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh syaikh al-Albaniy)

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ، وَالْجُنُوْنِ، وَالْجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ

“Ya Allah !, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari (terserang penyakit) al-Barash (kusta), gila dan Judzam (lepra) dan (aku berlindung kepada-Mu) dari keburukan berbagai macam penyakit.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud, dan dishahihkan oleh syaikh al-Albaniy)

Saudaraku, kaum muslimin, rahimakumullah

Dan bila mana Allah ‘Azza wa Jalla menetapkan penyakit yang tengah mewabah tersebut mengenai diri Anda, maka hendaknya Anda berupaya mencari obat dan mengambil sebab kesembuhan yang dijelaskan oleh para dokter di bidangnya. Dan, tindakan ini merupakan bentuk kebaikan tawakkal seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah kalian !, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidaklah meletakkan penyakit melainkan Dia meletakkan (pula) obatnya, selain satu penyakit, yaitu al-Harom (menua).” (HR. Abu Dawud)

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ دَوَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

“Tidaklah Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan penyakit melainkan Dia menurunkan pula obatnya, mengetahuinya orang yang mengetahuinya dan tidak mengetahuinya orang yang tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad)

Dan, di antara perkara yang hendaknya dipertegas adalah bahwa seorang Muslim haruslah menjauhkan diri dari menyebarkan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa takut dan gelisah pada diri saudara-saudaranya kaum Muslimin terhadap penyakit tersebut dan hendaknya pula ia mewaspadai adanya berita-berita hoax yang berseliweran untuk melariskan hiruk pikuk akan bahayanya. Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dianggap bohong jika ia membicarakan setiap hal yang didengarnya.” (HR. Muslim)

Wahai saudara-saudaraku…kaum Muslimin

Lihatlah oleh kalian virus yang menimpa seseorang, ia tidak terlihat dengan mata telanjang, namun ia menjadi sumber kepanikan. Maka, hendaknya kita belajar dari kodisi ini betapa lemah diri kita dan betapa lemah pula ilmu dan pengetahuan kita, serta betapa rapuh anggota tubuh kita, betapa pun telah datang kepada kita kecanggihan sistem kedokteran modern, ketajaman dalam pemeriksaan, kecepatan dalam mengungkap, datang kepada kita semisal wabah ini (wabah virus corona) agar mengingatkan kita kepada firman-Nya,

وَمَا أُوتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا

“Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan hanya sedikit.” (Qs. al-Isra’ : 85)

وَلِلَّهِ جُنُوْدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

“Dan milik Allah bala tentara langit dan bumi. Dan Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana.” (Qs. al-Fath : 7)

Dan, untuk mengajarkan kepada kita,

وَمَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ

“Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan ia itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (Qs. al-Muddatstsir : 31)

Akhirnya, kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Dia menjaga kita, menjaga anak-anak kita, pasangan hidup kita, rumah-rumah kita, tempat-tempat perkumpulan kita, dan menjaga masyarakat kaum Muslimin dari setiap wabah, bala dan penyakit. Amin (Redaksi)

Sumber :

Disarikan dari Khutbah Jum’at “Kaifa ‘Aalaja al-Islam Intisyaa-ra al-Aubi-ah”, Ahmad bin Abdillah al-Hazimiy. Dengan gubahan.