Abu Sulaiman, semoga Allah merahmatinya, pernah mengatakan :
Ahli malam (yakni, orang yang gemar qiyamullail) di malam hari mereka lebih menikmati kelezatan hidup, daripada orang-orang yang gemar bermain yang sedemikian menikmati permainan mereka. Andai bukan karena waktu malam, tidaklah aku suka untuk tetap hidup di dunia. Dan, tengah malam bagi para pecinta (kepada Allah) digunakan untuk menyendiri dengan bermunajat kepada kekasih mereka. Sedagkan akhir malam menjelang fajar bagi para pendosa digunakan untuk beristighfar (memohon ampunan kepada-Nya) atas dosa-dosa mereka…

فَمَنْ عَجِزَ عَنْ مُسَابَقَةِ الْمُحِبِّيْنَ فِي مَيْدَانِ مِضْمَارِهِمْ فَلَا يَعْجِزْ عَنْ مُشَارَكَةِ الْمُذْنِبِيْنَ فِي اِسْتِغْفَارِهِمْ وَ اعْتِذَارِهِمْ

Karena itu, barang siapa yang merasa tidak mampu berlomba bersama para pecinta di arena perlombaan mereka, maka janganlah ia merasa tidak mampu untuk ikut serta bersama para pendosa dalam beristighfar (memohon ampun) dan permintaan maaf mereka (kepada-Nya).
(Ibnu Rojab al-Hanbaliy, “Lathaa-ifu al-Ma’aarif”, 1/43)