Setiap ibadah mempunyai bagian-bagian utama dan sendi-sendi dasar yang tidak terpisahkan darinya, bagian-bagian dan sendi-sendi yang tersusun itulah yang membentuk ibadah, karenanya bagian dan sendi tersebut tidak boleh gugur atau tanggal dari sebuah ibadah, jika tidak maka keabsahan ibadah pun gugur, ia menjadi tidak sah dengan tidak terpenuhinya bagian-bagian dan sendi-sendi tersebut.

Dalam ibadah shalat bagian dan sendi tersebut dikenal dengan nama rukun shalat, ia bisa dalam bentuk perbuatan dan bisa pula dalam bentuk perkataan.

Rukun pertama, Berdiri

Kewajiban berdiri dalam shalat fardhu adalah fardhu yang hanya gugur dalam kondisi tidak mampu, perkara ini telah menjadi titik ijma’ di kalangan para ulama. Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/258 berkata, “Berdiri dalam shalat fardhu adalah fardhu dengan ijma’, shalat orang yang mampu berdiri tidak sah kecuali dengan berdiri, bahkan rekan-rekan kami berkata, ‘Jika seorang muslim berkata, ‘Aku menghalalkan duduk dalam shalat fardhu’ tanpa alasan, atau dia berkata, ‘Berdiri dalam shalat fardhu bukan fardhu’ maka dia kafir kecuali jika dia baru masuk Islam.”

Dalil-dalil yang menetapkan kewajiban berdiri dalam shalat fardhu

Firman Allah, “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238).

Sabda Nabi saw kepada Imran bin Hushain

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا

“Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu maka dengan duduk.” (HR. Al-Bukhari).

Adapun untuk shalat nafilah atau sunnah maka berdiri bukan merupakan rukun, dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah saw bersabda,

صَلاَةُ الرَّجُلِ قَاعِدًَا نِصْفُ الصَّلاَةِ

“Shalat seseorang dengan duduk adalah setengah shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar, Jabir, Anas dan Amir bin Rabi’ah bahwa Rasulullah saw shalat nafilah di atas kendaraannya.

Kapan kewajiban berdiri ini gugur?

Dalam kondisi tidak mampu sebagaimana sabda Nabi saw kepada Imran bin Hushain di atas di tambah dengan kaidah umum bahwa Allah tidak membebani seorang hamba kecuali sebatas kemampuannya. Jika seorang hamba shalat fardhu dengan duduk karena halangan, misalnya sakit maka dia meraih pahala shalat seperti dia shalat dengan berdiri, ini adalah salah satu bentuk kemurahan dari Allah.

Dari Abu Musa bahwa Nabi saw bersabda,

إِذَا مَرِضَ العَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مَاكَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا

“Jika seorang hamba sakit atau bepergian maka ditulis untuknya apa yang dia lakukan pada saat dia mukim lagi sehat.” (HR. Al-Bukhari).

Jika seseorang mampu berdiri pada sebagian rakaat dan tidak pada rakaat yang lain maka dia wajib melakukannya, misalnya dia mampu berdiri pada rakaat pertama dan tidak pada rakaat kedua, maka dia berdiri pada rakaat pertama, jika dia tidak mampu berdiri pada rakaat pertama maka dia shalat dengan duduk, jika pada rakaat kedua dia mampu berdiri maka dia harus berdiri.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan bertakwalah kamu kepada Allah sebatas kemampuanmu.” (At-Taghabun: 16).

Berdiri bersandar kepada sesuatu, apakah termasuk berdiri?

Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa berdiri secara mandiri dalam arti tidak bersandar kepada sesuatu merupakan maksud dari berdiri dalam shalat. Selanjutnya mereka berbeda pendapat tentang sah tidaknya berdiri dengan bersandar dalam kondisi mampu.

Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/259-260 menjelaskan bahwa dalam perkara ini terdapat tiga pendapat: Pertama, dan ini yang dinyatakan oleh Imam an-Nawawi paling shahih, berdiri mandiri bukan syarat dalam berdiri, jika dia bersandar kepada dinding atau seseorang atau tongkat di mana jika sandarannya itu digeser maka dia akan terjatuh maka shalatnya tetap sah walaupun ia makruh karena dia tetap dinamakan berdiri. Kedua, berdiri mandiri merupakan syarat, tidak sah jika dia mampu shalat dengan bersandar. Ketiga, boleh bersandar dalam bentuk jika sandarannya digeser dia tidak terjatuh, karena bersandar dengan cara ini tidak mengeluarkan dari nama berdiri. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)