Pertama, Klaim bahwa manusia pencipta perbuatannya sendiri. Klaim ini keliru, ia bertentangan dengan dalil naqli dan aqli.

Dalil naqli, terdapat dua dalil naqli yang menetapkan bahwa Allah pencipta perbuatan manusia bukan manusia pencipta perbuatannya sendiri, dalil yang bersifat umum dan dalil yang bersifat khusus.

Dalil yang pertama di dalam al-Qur`an berjumlah besar, di antaranya,

Firman Allah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu.”(Ar-Ra’d: 16), dan amal perbuatan manusia termasuk ke dalam sesuatu, jadi ia termasuk yang diciptakan oleh Allah.

Firman Allah, “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”(Al-Furqan: 2).

Dalil kedua yaitu dalil khusus, firman Allah tentang ucapan Ibrahim kepada kaumnya, “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”(Ash-Shaffat: 96).

Adapun dalil aqli maka dikatakan, perbuatan manusia tidak terlepas dari dzat manusia, tidak berdiri sendiri, tidak mungkin ada perbuatan tanpa ada yang berbuat, ini adalah aksioma, dan yang menciptakan dzat manusia adalah Allah, jika dzat manusia diciptakan oleh Allah maka perbuatannya juga diciptakan oleh Allah, sebab perbuatan tidak terlepas dari dzat.

Dalam Syarah al-Aqidah al-Wasithiyah Ibnu Utsaimin menjelaskan, adapun dalil aqli bahwa perbuatan hamba adalah makhluk Allah maka kita katakan, Perbuatan hamba berdasarkan kepada dua hal: keinginan yang kuat dan kemampuan yang sempurna.

Misalnya aku ingin melakukan sesuatu, ia tidak akan terlaksana kecuali jika ia didahului dengan dua perkara.

Pertama: Keinginan yang kuat untuk melakukannya karena kalau kamu tidak ingin niscaya kamu tidak melakukannya.

Kedua: Kemampuan yang sempurna karena kalau kamu tidak mampu niscaya kamu tidak melakukannya.

Yang menciptakan kemampuan ini padamu adalah Allah, Dia pulalah yang menitipkan keinginan berbuat padamu dan pencipta sebab yang sempurna adalah pencipta akibat.
Sisi kedua dari dalil aqli adalah bahwa perbuatan itu merupakan sifat bagi pelaku dan sifat mengikuti pemiliknya sebagaimana dzat manusia adalah makhluk bagi Allah maka perbuatannya juga makhluk karena sifat mengikuti pemiliknya.

Jelaslah melalui dalil bahwa perbuatan manusia adalah makhluk, ia termasuk ke dalam keumuman penciptaan baik secara naqli maupun aqli. Dalil yang pertama terbagi menjadi dua; Umum dan khusus dan dalil yang kedua memiliki dua sisi.

Kedua, Klaim manzilah baina manzilatain bagi Mukmin pelaku dosa besar. Klaim ini juga keliru, bertabrakan dengan al-Qur`an dan sunnah. Yang benar adalah bahwa Mukmin pelaku dosa besar adalah Mukmin fasik, Mukmin dengan imannya dan fasik dengan dosa besarnya. Inilah yang diyakini oleh salaf shalih dengan berpijak kepada dalil-dalil yang ada.

Firman Allah, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 9-10).

Allah menamakan dua kubu yang bertikai sebagai orang-orang yang beriman padahal pertikaian bisa membawa kepada peperangan yang di dalamnya adalah saling bunuh dan ini adalah dosa besar, meskipun begitu Allah tetap menyatakan mereka sebagai orang-orang yang beriman. Oleh karena itu Allah memerintahkan kelompok ketiga untuk mendamaikan kedua kubu dan menyatakan bahwa kelompok ketiga ini sebagai saudara bagi dua kubu yang bertikai dan saudara di sini adalah saudara iman.

Firman Allah, “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (Al-Baqarah: 178).

Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa pembunuh adalah saudara bagi korban meskipun pembunuhan merupakan dosa besar dan saudara di sini adalah saudara iman. Jadi pembunuh masih dianggap mukmin.

Klaim bahwa jika pelaku dosa besar tidak bertaubat maka dia kekal di neraka juga keliru, bertentangan dengan sabda Nabi saw,

يُدْخِلُ اللهُ أَهْلَ الجَنّةِ الجَنَّةَ، يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ بِرَحْمَتِهِ، وَيُدْخِلُ أَهْلَ النَّارِ النَّارَ. ثُمَّ يَقُوْلُ: انْظُرُوْا مَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَالٍ مِنْ إِيْمَانٍ فَأَخْرِجُوْهُ. فَيَخْرَجُوْنَ مِنْهَا حُمَمًا قَدِ امْتَحَشُوْا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهْرِ الحَيَاةِ، أَوِ الحَيَا فَيَنْبُتُوْنَ فِيْهِِ كَمَا تَنْبُتُ الحِبَّةُ إِلَى جَانِبِ السَّيْلِ. أَلَمْ تَرَوْهَا كَيْفَ تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً .

“Allah memasukkan penduduk surga ke surga. Dia memasukkan orang-orang yang Ia kehendaki dengan rahmatNya. Dan Ia memasukkan penduduk neraka. Kemudian berfirman, ‘Lihatlah, orang yang engkau dapatkan dalam hatinya iman seberat biji sawi maka keluarkanlah ia.’ Maka dikeluarkanlah mereka dari neraka dalam keadaan hangus terbakar, lalu mereka dilemparkan ke dalam sungai kehidupan atau air hujan, maka mereka tumbuh di situ seperti biji-bijian yang tumbuh di pinggir aliran air. Tidakkah engkau melihat bagaimana ia keluar berwarna kuning melingkar?” (HR. Muslim dan al-Bukhari).

Hadits ini menetapkan dikeluarkannya orang-orang dengan iman paling rendah dari neraka setelah mereka diazab di dalamnya. Orang dengan iman yang demikian adalah pelaku dosa-dosa besar, dikeluarkannya dia dari neraka berarti dia tidak kafir karena jika dia kafir niscaya dia kekal di dalamnya.