Adakah ucapan lain selain ”Ushalli.” sebelum takbir?

Penulis memperhatikan sebagian mushalli, selain dia mengucapkan ushalli, dia juga membaca bacaan-bacaan selainnya seperti al-muawwidzatain, basmalah, taawudz atau yang lain. Pertanyaan yang muncul di sini, adakah perbuatan ini memiliki dasar dari sunnah Rasulullah saw?

Penulis telah membahas sebelumnya tentang ucapan ushalli dan kesimpulan dari pembahasan adalah bahwa ucapan ini tidak diucapkan oleh Rasulullah saw sekalipun, jadi ucapan ini tidak berdasar kepada sunnah beliau dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau saw.

Lalu bagaimana dengan ucapan selainnya? Adakah ia mempunyai dasar? Jawabannya, setali tiga uang alias sama saja, tidak mempunyai dasar dari sunnah Rasulullah saw. Berikut ini penulis paparkan dalil-dalilnya.

Sabda Nabi saw,

مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُوْرُ، وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ

Kunci shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan tahlilnya adalah taslim.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Hakim dari Ali bin Abu Thalib, al-Hakim menshahihkannya dan disetujui oleh adz-Dzahabi, dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani dalam Shifah Shalah an-Nabi saw).

Pengambilan dalil dari hadits ini adalah pada sabdanya, “Tahrimnya adalah takbir.” Di sini Nabi saw hanya menunjukkan takbir semata sebagai pembuka shalat, tidak ada yang lain, jika ada yang lain niscaya beliau tidak akan mendiamkannya.

Sabda Nabi saw kepada seorang laki-laki yang tidak baik dalam shalatnya,

اِذَا قُمْتَ اِلىَ الصَّلاَةِ فأَسْبِغِ الوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ

Jika kamu berdiri shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah kiblat lalu bertakbirlah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Dalam hadits ini Rasulullah saw sedang memberikan pelajaran tentang shalat yang baik kepada seorang laki-laki yang belum shalat dengan baik, kita membaca dari hadits bahwa beliau memintanya bertakbir setelah menghadap kiblat, sendainya ada bacaan selainnya sebelum takbir dan sesudah menghadap kiblat niscaya beliau akan menyampaikannya kepada orang tersebut, karena kondisinya adalah kondisi memberikan pelajaran dan orang ini benar-benar memerlukan ilmu tentang shalat yang sesuai dengan tuntunan beliau. Dari sini kita mengetahui bahwa tidak ada bacaan apa pun sebelum takbir.

Aisyah berkata, “Rasulullah saw membuka shalat dengan takbir dan qira`ah (bacaan) dengan ‘Alhamdulillahi Rabbil alamin.” (HR. Muslim).

Seandainya ada bacaan sebelum takbir yang diucapkan oleh Rasulullah saw niscaya Aisyah tidak menyembunyikannya.

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari dari Malik bin al-Huwairits).

Dan sudah terbukti bahwa beliau tidak membaca apa pun sebelum takbiratul ihram, maka kalau kita hendak shalat seperti Rasulullah saw shalat, janganlah kita membaca apa pun sebelum takbir.

Inilah pendapat yang shahih yang berpijak kepada sunnah Rasulullah saw, tidak ada bacaan al-muawwidzatain, tidak taawudz dan tidak pula basmalah sebelum takbir. Untuk dua yang terakhir justru dibaca setelah takbir. Penjelasan tentangnya akan hadir pada waktunya, insya Allah Ta’ala.

Masalah mengangkat tangan pada saat takbir

Dari Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya mendekati kedua pundaknya apabila beliau membuka shalat, apabila beliau bertakbir untuk ruku’ dan apabila beliau mengangkat kepala dari ruku’ beliau mengangkat keduanya juga, beliau mengucapkan ‘Sami’allahu liman hamidah, Rabbana wa lakal hamdu’ dan beliau tidak melakukannya pada saat sujud.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Ibnu Umar ini menetapkan bahwa Rasulullah saw mengangkat kedua tangan sampai mendekati kedua pundaknya. Mengangkat kedua tangan pada saat takbir seperti dalam hadits Ibnu Umar ini juga diriwayatkan oleh Abu Humaid as-Saidi dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan pula oleh Ali bin Abu Thalib di Abu Dawud.

Sementara Malik bin al-Huwairits meriwayatkan bahwa jika Nabi saw bertakbir beliau mengangkat kedua tangannya sampai mendekati kedua telinganya. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim. Mengangkat kedua tangan seperti dalam hadits Malik bin al-Huwairits ini juga diriwayatkan oleh Wail bin Hujr dalam Shahih Muslim.

Bagaimana menyikapi dua cara ini?

Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ III/306-307 berkata, “Madzhab kami adalah mengangkat kedua tangan sampai kedua pundak, inilah yang dirajihkan oleh asy-Syafi’i dan kawan-kawan karena sanad haditsnya lebih kuat dan jalur periwayatannya lebih banyak. Ini juga merupakan madzhab Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayat darinya. Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat mengangkat kedua tangan sampai kedua telinga. Ada riwayat lain dari Ahmad, mushalli memilih salah satunya dan salah satunya tidak lebih utama dari yang lain. Ibnul Mundzir menyatakan hal ini dari sebagian ahli hadits dan dia sendiri menyatakannya baik.”

Jadi dalam masalah ini terdapat tiga pendapat. Pertama, memilih mengangkat sampai kedua pundak. Kedua, memilih mengangkat sampai kedua telinga. Ketiga, terserah mushalli karena keduanya sama.

Penulis berpendapat, karena dua cara ini sama-sama shahih dari Rasulullah saw. Syaikh al-Albani dalam Shifah Shalah an-Nabi saw berkata, “Beliau mengangkat kedua tangan sampai mendekati kedua pundaknya dan terkadang mengangkat keduanya sampai mendekati kedua telinganya.” Sampai di sini ucapan Syaikh. Maka hendaknya mushalli melakukan ini di satu waktu dan melakukan itu di lain waktu agar dia bisa melaksanakan kedua sunnah ini, namun jika mushalli memilih salah satu dari keduanya maka tidak ada masalah. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)