Pendahuluan

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa orang yang bisa menjaga lisanya maka akan sedikit salahnya, yang berarti ia bisa menguasai kendali atas segala hal yang berkaitan dengan dirinya. Maka sangat pantas baginya untuk tidak terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan jaminan untuknya surga dengan sabdanya (yang artimya):
“Barangsiapa yang bisa menjamin untukku apa yang ada di antara dua janggutnya dan apa yang ada diantara dua kakinya maka aku menjamin untuknya surga.”
Yang dimaksud apa yang diantara dua janggutnya adalah lisan dan apa yang diantara dua kaki adalah kemaluan.

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:
“Ketahuilah bahwa sepantasnya bagi tiap mukallaf untuk menjaga lisanya dari seluruh ucapan, kecuali bila ucapan tersebut jelas-jelas membawa maslahat. Dan bila berdiam diri dan berbicara itu sama-sama maslahat, maka yang disunnahkan adalah menahan lisan tersebut. Karena bisa jadi ucapan atau perbuatan yang mubah menyeret kepada hal-hal yang haram atau di benci. Kebiasan ini banyak sekali terjadi, dan keselamatan dari perbuatan ini merupakan sesuatu yang tidak ternilai.

Barangsiapa yang lurus lisanya maka akan lurus pula anggota badanya, dan siapa yang lisannya banyak bermaksiat dan larut dalam membicarakan aib orang maka anggota badanya yang lain biasanya juga banyak maksiat dan banyak menerjang hal-hal yang diharamkan oleh Allah:

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ketika berpagi-pagi anak Adam maka sesunguhnya semua anggota badan mengingkari lisan, dengan berkata: “Bertakwalah kamu (lisan) kepada Allah dalam hal kami, karena kami tergantung padamu, jika kamu lurus maka kami semua akan lurus. Jika kamu bengkok, kamipun ikut bengkok. (HR. At Tirmidzi No. 2409)
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah: “Maksud mengingkari lisan disini adalah merendahkan dan menghinakan.

Wahai Saudaraku: Sesungguhnya lisan merupakan salah satu nikmat Allah yang amat besar, dan merupakan salah satu dari ciptaan Allah yang menajubkan, ia meskipun kecil bentuknya namun bisa merupakan ketaatan yang amat besar atau malah sebaliknya bisa merupakan penyebab dosa besar, bahkan tidak bisa diketahui dengan jelas antara kekufuran dan iman kecuali dengan persaksian lisan: yang mana keduanya merupakan puncak dari ketaatan dan kemaksiatan.

Lisan memang senang mengembara ke tempat yang tak bertujuan, ke bidang-bidang yang tiada berbatas dan bertepi. Dalam lapangan kebajikan ia memiliki peran yang besar, dan dalam kejelekan ia pun juga punya andil. Maka barang siapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya maka ia akan digiring oleh syetan dalam segala apa yang ia ucapkan. Lalu ia akan menyeret ke jurang yang membahayakan dan selanjutnya jatuh dalam kebinasaan. Tidak seorangpun selamat dari tergelincirnya lisan kecuali orang yang mau mengendalikannya dengan kekang syari’at, maka lisannya tidak mengucapkan kecuali apa-apa yang memberi manfaat di dunia dan akhirat.