Masalah pertama: Jika mushalli ragu di dalam shalatnya, maka Imam Malik dan asy-Syafi’i berkata, dia berpegang kepada yang yakin berdasarkan hadits Abu Said al-Khudri, “Maka hendaknya dia membuang keraguan dan mengambil apa yang diyakini kemudian bersujud dua kali sebelum salam.

Imam Abu Hanifah berkata, berusaha mengetahui mana yang benar berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud, “Maka hendaknya dia berusaha mencari yang benar.” dan sujud sahwi ba’da salam.

Imam Ahmad berkata, munfarid berpegang kepada yang yakin berdasarkan hadits Abu Said, imam mencari yang benar berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud, pembedaan ini karena jika imam keliru maka makmum mengingatkan.

Masalah kedua: Jika imam ragu lalu dia mengambil apa yang yakin –menurut pendapat Imam Malik dan asy-Syafi’i- atau dia berusaha mencari yang benar –menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad- dan ternyata pilihan imam ini benar, misalnya imam ragu apakah ini rakaat kedua atau ketiga lalu dia menjadikannya kedua atau ketiga dan ternyata benar, dalam kondisi ini apakah imam sujud sahwi atau tidak?

Pendapat yang lebih dekat, dia sujud sahwi berdasarkan zhahir hadits, karena dalam hadits Abu Said dan Ibnu Mas’ud Nabi saw bersabda, “Jika salah seorang dari kalian ragu.” Ini artinya keraguan merupakan sebab sujud sahwi dan sesudah itu Nabi saw tidak menyinggung salah atau benarnya pilihan. Wallahu a’lam.

Masalah ketiga: Jika mushalli salam lalu dia teringat bahwa dia telah meninggalkan satu rakaat atau meninggalkan sujud atau rukun lainnya selain takbiratul ihram maka keadaannya mempunyai dua kemungkinan: pertama, rentang waktu antara salam dengan teringatnya itu belum lama, kedua, rentang waktu antara salam dengan teringatnya itu telah lama.

Dalam kondisi pertama dia menyempurnakan shalatnya, artinya tidak perlu mengulang shalat dari awal berdasarkan hadits Dzul Yadain. Dalam kondisi kedua dia mengulang dari awal. Wallahu a’lam.

Apa patokan lama dan tidaknya rentang waktu ini? Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ 4/114, “Yang shahih dikembalikan kepada kebiasaan. Ada yang berpendapat, satu rakaat adalah rentang yang lama, kurang darinya adalah rentang yang pendek.”

Jika masalah ini dikembalikan kepada hadits Dzul Yadain niscaya ia lebih baik. Wallahu a’lam.

Masalah keempat: Jika imam bangkit dari sujud kedua pada rakaat kedua meninggalkan tasyahud karena lupa maka ada dua kemungkinan:

Pertama, dia teringat pada saat telah tegak berdiri. Imam an-Nawawi berkata, “Haram kembali duduk. Ini adalah madzhab kami sekaligus madzhab jumhur ulama, jika dia kembali dengan sengaja dan dia mengetahui hukum maka shalatnya batal.” Dasar dari pendapat ini adalah hadits Ziyad bin Alafah berkata, al-Mughirah bin Syu’bah shalat bersama kami, dia bangkit berdiri pada rakaat kedua, maka kami bertasbih tetapi dia tetap berdiri dan meneruskan shalatnya, di akhir shalatnya dia sujud sahwi dua kali, selesai shalat dia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw melakukan apa yang aku lakukan.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”

Kedua, dia teringat sebelum tegak berdiri. Imam asy-Syafi’i berkata, “Dia kembali untuk duduk tasyahud.” Imam an-Nawawi berkata, “Ini adalah pendapat yang shahih sekaligus pendapat jumhur ulama.”

Dalam kondisi ini apakah dia sujud sahwi? Ada dua pendapat, yang lebih dekat adalah sujud sebab dalam shalat ini telah terjadi kekeliruan yang mengakibatkan penambahan gerakan. Wallahu a’lam. (Izzudin Karimi)