Tata Cara Mengatur Shaf

Telah muncul banyak pertanyaan di kalangan orang-orang yang melaksanakan shalat, yaitu “Bagaimanakah caranya orang-orang yang melakukan shalat menyempurnakan shaf”…….. ???
Karena inilah kami akan berusaha menjelaskan –Insya Allah Ta’ala-:

Sudah seharusnya bagi orang-orang yang melaksanakan shalat agar menyempurnakan shaf-shaf terdepan, sebagaimana diriwayatkan dari Jabir bin Samurah r.a berkata, suatu ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami seraya bersabda, “Bukankah kalian sedang berbaris sebagaimana malaikat berbaris ketika menghadap Rab-Nya? Kami bertanya, “Bagaimanakah berbarisnya malaikat ketika menghadap Rab-Nya?” Beliau bersabda, “Mereka menyempurnakan barisan yang pertama dan mereka merapatkannya.” (H.R Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah)

Maka dengan demikian, seharusnya mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf yang pertama, karena keuatamaannya yang agung, laliu menyempurnakan shaf berikutnya dan berikutnya.

Dan bagi orang yang akan melaksanakan shalat, manakala hendak menyempurnakan shaf yang pertama agar memperhatikan hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a, dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Agar berdiri di belakangku orang yang berakal, baligh dan berilmu diantara kalian, kemudian berikutnya dan berikutnya, dan janganlah kalian berselisih yang dengannya hati-hati kalian akan bercerai-berai, dan hati-hatilah oleh kalian dari sikap permusuhan dan pertengkaran,” sebagaimana dikatakan juga oleh Ibnul Qayyim di dalam kitabnya ‘Aunul Ma’buud, 2/372.

Dari hadits ini, jelaslah bagi kita bahwa yang berkewajiban berdiri di belakang imam adalah mereka yang berakal, baligh dan berilmu, kemudian yang lebih dekat dengan mereka, dan yang demikian dalam rangka menjaga terhadap kesalahan yang terkadang dilakukan oleh seorang Imam dan perkara yang datang tiba-tiba (tanpa disadari).

Dan adapun landasan yang dapat dijadikan dasar tentang tata cara mengatur shaf yang rapi adalah hadits Anas bin Malik r.a dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Tegakkanlah shaf-shaf kalian, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari balik punggungku.”, dan ketika itu salah seorang dari kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya. (H.R al-Bukhari).

Dalam riwayat Abu Dawud dari an-Nu’man bin Basyiir, beliau berkata, “Ketika itu aku melihat seorang laki-laki menempelkan bahunya dengan bahu kawannya dan tututnya dengan lutut kawannya dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya.” (Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitabnya Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 512)

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a, dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Tegakkanlah shaf-shaf kalian, sejajarkan antara bahu-bahu kalian, isilah celah yang longgar, lemah lembutlah terhadap saudara kalian, dan janganlah kalian biarkan celah bagi syetan. Barangsiapa telah menyambung shaf, niscaya Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan menyambungnya (akan menambah kebaikan dan memasukkannya dalam rahmat-Nya, yaitu surga-Nya) dan barangsiapa telah memutuskan shaf, niscaya Allah Ta’ala akan memutuskannya (tambahan kebaikan).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim. Dan telah dishahihkan oleh al-Albaniy di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).

Maka dari hadits yang mulia ini, jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya shaf dikatakan sama (rapi) manakala memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  • Menegakkan shaf
    Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam,“Tegakkanlah shaf kalian” mengandung pengertian “Luruskan shaf kalian” dan jangan dalam keadaan bengkok sebagaimana seorang laki-laki berdiri agak ke depan atau agak ke belakang dari saudaranya.”
  • Antara pundak (bahu) sejajar
    Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejajarkan antara pundak dengan pundak (perpaduan antara lengan atas dan bahu)(‘Aunul Ma’buud, 2/362),

    Ibnul Qayyim berkata di dalam kitabnya, “yaitu meletakkan sebagian pundak berhadapan dengan pundak lainnya dengan cara setiap pundak salah seorang dari orang yang melakukan shalat sejajar dengan pundak yang lain dan tetap (dalam keadaan seperti itu) sehingga pundak, leher dan kaki dalam keadaan yang sama.”(‘Aunul Ma’buud, 2/365)

  • Celah yang longgar terisi
    Yaitu dengan cara mengisi celah yang longgar yang ada dalam shaf, dan yang demikian dengan melekatkan kaki dengan kaki sebagaimana yang termaktub dalam hadits Anas bin Malik.
  • Lemah lembut
    Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan pujian kepada orang yang memiliki sifat demikian, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah selembut-lembut kalian (dalam mensejajarkan) pundak-pundak dalam shalat.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani dalam kitabnya Shahih at-Targhib wa at-Tarhiib, no. 497)

    Dan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, telah mengaggap orang yang demikian adalah sebaik-baik kaum muslimin. Dan yang dimaksudkan dengan lemah lembut terhadap pundak sebagaimana dikatakan oleh al-Munawiy di dalam kitabnya adalah: “Janganlah pundaknya diratakan (tinggi rendah) dengan pundak saudaranya, dan janganlah melarang seseorang masuk untuk mengisi celah yang longgar dalam shaf karena sempitnya tempat.” (Fiidhul Qadiir, 3/466)

  • Melekatkan mata kaki dengan mata kaki
    Dan hal ini dalam rangka menghindari sekecil mungkin timbulnya celah yang longgar dalam shaf, sebagaimana hadits riwayat an-Nu’man bin Basyiir.