Pengumuman pemerintah al-Jazair mengenai penghapusan mata pelajaran syari’at di bangku-bangku SLTA mulai tahun 2006 mendatang menuai kemarahan besar kelompok Islam dan konservatif yang meminta agar tetap diberlakukan seperti semula.

Sebagai reaksi atas hal itu, para mahasiswa ilmu-ilmu keislaman melakukan unjuk rasa dan membubuhkan tanda tangan pada kertas yang berisi tuntutan kepada presiden Abdul Aziz Bu Talqifah agar segera turun tangan hingga pemerintah menarik kembali keputusannya, sekali pun perdana menteri Ahmad U-Yahya telah menyatakan final masalah tersebut saat menegaskan, “Keputusan tersebut sudah final dan tidak bisa diganggu-gugat.”

Keputusan pemerintah mengenai pengajaran mata pelajaran syari’at itu sendiri dikeluarkan berdasarkan rekomendasi dari panitia ‘Bin Zagho Untuk Reformasi Pendidikan’ di mana diberi nama sesuai dengan nama ketuanya. Panitia ini mengajak dihapuskannya pelajaran-pelajaran syari’at tersebut dan menggantinya dengan apa yang disebutnya sebagai ‘mata pelajaran maju’ seperti musik dan melukis yang sejak sepuluh tahun lalu sempat diabaikan akibat tekanan dari kelompok Islam politik kala itu.

Sebelumnya, panitia sudah berhasil memaksa diwajibkannya kembali pengajaran bahasa Perancis (baca: bahasa penjajah-red.,) untuk kelas III SLTP. Hal ini kemudian mengundang kemarahan kelompok Islam yang lebih cenderung untuk mewajibkan pelajaran bahasa Inggeris dan matematika baik di tingkat SLTA dan SLTP, termasuk terhadap para pemudi. (istod/AS)