Tathayyur (perasaan sial) sudah ada pada orang Arab (Jahiliah) seperti tathayyurdengan cara yang telah disebutkan sebelumnya atau dengan cara lain yang mirip dengannya. Imam al-Baihaqi menyebutkan di dalam kitab asy-Syu’ab dari al-Hulaimi secara ringkas, “tathayyur yang ada pada orang Arab Jahiliyah bentuknya adalah dengan melepas burung ketika ingin keluar untuk suatu keperluan. Begitu juga mereka merasa sial dengan suara burung gagak atau kijang yang lewat. Mereka menamakan semuanya dengan tathayyur. Karena asalnya adalah yang pertama (melepas burung). Adapun perasaan sial bagi orang ‘Ajam (non Arab) yaitu apabila melihat seorang anak pergi ke seorang guru, maka dia akan merasa sial. Sebaliknya jika melihatnya kembali darinya, maka dia merasa beruntung. Begitu juga apabila dia melihat onta sedang membawa muatannya, maka dia merasa sial. Namun jika melihatnya sedang menaruh muatannya, maka dia merasa beruntung dan semisalnya. Islam datang dan memberantas semuanya.” (Fathul Bari, 10/215).

Perasaan sial dengan sesuatu (tathayyur) sudah ada semenjak dulu pada sejumlah umat. Allah Subhaanahu Wata’ala memberitahukan kepada kita bahwa Fir’aun dan kaumnya merasa sial dengan Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman,

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata:”Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Al-A’raf: 131)

Sebelum itu kaum Nabi Shalih ‘alaihis salam juga merasa sial, Allah subhaanahu wata’ala berfirman,

قَالُوا اطَّيَّرْنَا بِكَ وَبِمَنْ مَعَكَ قَالَ طَائِرُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُونَ

“Mereka menjawab:”Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu”. Shaleh berkata:”Nasibmu ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji”. (An-Naml: 47)

Begitu juga penduduk sebuah kampung yang merasa sial dengan utusan Allah subhaanahu wata’ala yang datang kepada mereka, sebagaimana firman Allah subhaanahu wata’ala,

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ

“Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu.” (Yasin: 18)

Adapun jawaban kepada mereka semua adalah bahwa apa yang mereka dapatkan berupa kejelekan, kematian dan kemiskinan atau hukuman yang diturunkan kepadanya, semua itu karena ulah mereka sendiri yang kafir, ingkar dan sombong, Allah subhaanahu wata’ala berfirman,

إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Al-A’raf: 131)

Ketiga utusan Allah Subhaanahu Wata’ala yang dikirim ke penduduk kampung berkata

طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (Yasin: 19)

Hingga hari ini orang-orang masih banyak yang bertathayyur. Perasaan sial (tathayyur) merupakan bukti lemahnya tawakkal mereka kepada Allah subhaanahu wata’ala dan kurangnya akal mereka. Kalau tidak demikian, maka apa hubungan antara seekor burung dengan masa depan dan takdir manusia?

Banyak sekali cerita mengherankan tentang perasaan sial seseorang dengan hari-hari tertentu, jam, nomer dan lainnya. Orang-orang Rafidah (salah satu sekte syi’ah) sangat membenci angka 10. Sampai mereka tidak membolehkan membangun bangunan dengan 10 tiang atau dengan 10 penyangga dan lain-nya. Hal ini disebabkan karena kebencian mereka kepada sahabat-sahabat terbaik yang berjumlah 10 orang dan sudah disaksikan sebagai penghuni surga.” (Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah, 1/10).

Banyak orang di barat yang merasa sial dengan nomor 13. Itulah sebabnya sebagian perusahaan penerbangan mereka menghapus kursi nomor 13 atau lantai ke 13 dari bangunan yang tinggi. Yang lainnya merasa sial dengan mendengar suara burung hantu dan burung gagak. Atau melihat orang picek (buta sebelah mata), pincang, sakit dan gila.

Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin berkata, “Seseorang apabila membuka pada dirinya perasaan sial, maka dia akan merasakan dunia yang sempit. Mereka selalu membayangkan bahwa setiap sesuatu itu akan membawa sial. Sehingga ada salah seorang yang apabila di waktu pagi keluar dari rumahnya kemudian bertemu dengan seorang yang matanya buta sebelah, maka dia merasa sial dan berkata, ‘hari ini adalah hari yang jelek’, dan ia segera menutup tokonya. Dia tidak melakukan jual beli pada hari itu –na’udzu billah-.”

Seorang lagi ada yang merasa sial dengan hari Rabu dan mengatakan bahwa ia hari naas dan sial. Sebagian lagi ada yang merasa sial dengan bulan Syawal apalagi untuk menikah. ‘Aisyah telah membatalkan perasaan sial ini, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melangsungkan akad nikah dengannya pada bulan Syawal dan menggaulinya di bulan Syawal. ‘Aisyah berkata, “Siapa di antara kalian yang lebih beruntung di sisi beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) melebihi aku? ” (HR. Muslim, 3/1039) lihat (Al-Majmu’ al-Mufid, 2/32, cetakan Darul ‘Ashimah al-‘Ula).

Sebagian orang-orang yang cerdas pada zaman Jahiliah mengingkari tathayyur dan memuji orang-orang yang meninggalkannya. Seorang penyair dari mereka berkata,
Aku telah bepergian dan tidak menghiraukan
Kepada suara (burung) hantu dan gagak
Kesialan disamakan dengan keberuntungan
Dan keberuntungan disamakan dengan kesialan

Yang lainnya berkata,
Menerbangkan burung, kesialan dan perdukunan semuanya
Menyesatkan dan perkara yang ghaib dia menutupnya

Yang lainnya berkata,
Sangat disayangkan,
Anda tidak mengetahui hitungan dengan kerikil
Atau melepaskan burung apa yang Allah akan perbuat.

(Fathul Bari, 10/213)