Kami telah menjelaskan sebelumnya makna fa’l (perasaan optimis) dan perbedaannya dengan perasaan sial. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu merasa optimis dan tidak pernah merasa sial. Diriwayatkan oleh Anas bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ قَالُوْا وَمَا الْفَأْلُ؟ قَالَ: ((كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ)).

“Tidak ada adwa dan tidak ada thiyarah, tetapi fa’l menyenangkan diriku. Para sahabat bertanya, ‘Apakah fa’l itu?’ Beliau menjawab, “Yaitu kalimat thayibah (kata-kata yang baik).”

Dalam riwayat lain disebutkan,

اَلْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ، اَلْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ.

“Kalimat yang baik dan kalimat yang tayyibah.”

Al-Hulaimi berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senang kepada fa’l (optimistis), karena kesialan adalah buruk sangka kepada Allah subhaanahu wata’ala tanpa sebab yang pasti. Sementara optimistis adalah berbaik sangka kepada-Nya. Seorang mukmin diperintahkan untuk berbaik sangka kepada Allah subhaanahu wata’ala dalam segala hal.”

Ath-Thibi berkata, “Maksud pembolehan fa’l dan larangan kepada kesialan bahwa seseorang seandainya melihat sesuatu dan menyangkanya baik dan bisa mendorongnya untuk mendapatkan hajatnya, maka hendaklah dia melakukannya. Apabila melihat kebalikan dari hal itu, maka janganlah dia memperdulikannya, tetapi dia melanjutkannya untuk mendapatkannya. Jika dia memperdulikannya dan berhenti untuk mendapatkan (hajatnya), maka itulah thiyarah yang dipergunakan untuk kesialan.” (Fathul Bari, 10/215).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Kata-kata yang baik menyenangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ia bisa menyenangkan jiwa dan membahagiakannya, serta melanjutkan sesuatu yang ingin dilakukan oleh manusia. Hal ini bukanlah kesialan, tetapi termasuk sesuatu yang bisa memotivasi seseorang, karena ia tidak mempengaruhinya. Bahkan dia menambah ketenangan, semangat dan kemajuan.” (Al-Qaulul Mufid, 2/88).

Ibnul Atsir berkata, “Fa’l merupakan sesuatu yang diharapkan datangnya berupa kebaikan, dzahirnya baik dan menyenangkan. Kesialan tidak terjadi kecuali pada sesuatu yang menyakitkan. Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam senang kepada kata-kata yang baik, karena manusia apabila menginginkan keutamaan dari Allah subhaanahu wata’ala dan mengharapkan kembalinya pada setiap sebab yang lemah atau yang kuat, maka dia berada dalam kebaikan. Jika dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan, maka dia telah mendapatkan pahala raja’ (berharap) kepada Allah subhaanahu wata’ala dan meminta apa yang ada di sisiNya. Dalam raja’ ada kebaikan yang segera untuk mereka. Bukankah ketika mereka terputus keinginan dan harapannya kepada Allah subhaanahu wata’ala, mereka berada dalam kejelekan?

Adapun kesialan, maka ia termasuk buruk sangka kepada Allah subhaanahu wata’ala, terputusnya harapan, berharap datangnya bala’ dan putus asa dari kebaikan. Semuanya itu tercela oleh semua orang yang berakal dan terlarang dalam agama. Di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika disebutkan kesialan di sisinya, beliau bersabda, “Yang paling baik adalah fa’l (kata-kata yang baik).”

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Telah dijelaskan sebelumnya bahwasanya fa’l tidak termasuk thiyarah (kesialan), namun mirip dengan thiyarah dari segi kelangsungan. Ia akan menambah semangat dan motivasi kepada seseorang atas apa yang sedang dihadapinya. Dia menyerupai kesialan dari segi ini. Kalau tidak, maka antara keduanya terdapat perbedaan yang besar. Thiyarah membuat seseorang bergantung kepada apa yang membuatnya sial, melemahkan tawakkal kepada Allah subhaanahu wata’ala dan mengurungkan diri melakukan sesuatu disebabkan karena apa yang dia lihat. Adapun fa’l, akan menambah kekuatan, ketetapan hati dan semangat. Kesamaannya adalah pada pengaruh yang diberikan oleh keduanya.” (Al-Qaulul Mufid, 2/89).

Peringatan!

  • Sebagian orang apabila selesai melakukan sesuatu di bulan Shafar dia istirahat dan berkata, “Telah selesai dari bulan Shafar yang baik.” Ini termasuk mengganti bid’ah dengan bid’ah dan kejahilan dengan kejahilan. Ia bukanlah bulan baik atau jelek. Adapun bulan Ramadhan kita mengatakan bahwa ia bulan baik, maksudnya adalah kebaikan ibadah. Perkataan mereka “Bulan Rajab yang diagungkan” karena ia termasuk salah satu Asyhurul Hurum (bulan-bulan yang diharamkan). Itulah sebabnya ulama Salaf mengingkari orang yang ketika mendengar suara burung hantu dia mengatakan, “Khairan insya Allah.” Jangan mengatakan khairan (baik) atau jelek. Burung hantu bersiul seperti burung-burung yang lain.” (Al-Qaulul Mufid, 2/85).

  • Sebagian orang ada yang membuka mushaf al-Qur’an untuk mencari keberuntungan. Apabila dia melihat kalimat an-nar (neraka), dia merasa sial. Jika dia mendapatkan kalimat al-jannah (surga), maka dia merasa beruntung. Perbuatan ini mirip dengan perbuatan orang jahiliah yang melakukan undian dengan panah. (Al-Qaulul Mufid, 2/86).

  • Sebagian yang lain apabila berusaha melakukan sesuatu berulang kali, mereka merasa sial dan gagal kemudian meninggalkannya. Hal ini adalah salah, karena segala sesuatu yang anda anggap ada maslahatnya, maka jangan menyerah pada awal usaha. Ulangi lagi berkali-kali hingga Allah subhaanahu wata’ala memberikan kepada anda kemudahan. (Al-Qaulul Mufid, 2/32).

  • Sebagian ulama memakruhkan untuk memberikan anak nama yang membuatnya sial ketika menafikan atau menetapkannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Samurah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    لاَ تُسَمِّ غُلاَمَكَ يَسَارًا وَلاَ رَبَّاحًا وَلاَ نَجِيْحًا وَلاَ أَفْلَحَ فَإِنَّكَ تَقُوْلُ : أَثِمَ هُوَ؟ فَلاَ يَكُوْنُ، فَتَقُوْلُ: لاَ.

    “Janganlah menamakan anak anda dengan Yasar (mudah), Rabbah (beruntung), Najih (sukses) dan Aflah (beruntung), karena anda akan berkata, ‘Apakah dia bersalah?’ Hal itu tidak terjadi dan anda akan berkata, ‘Tidak’.” (HR. Muslim, No. 2137 di al-Adab).

    Namun hal tersebut (menamakan anak dengan nama-nama seperti di atas) tidak diharamkan, berda-sarkan hadits Umar yang menyebutkan adanya seorang hamba yang disuruh mengajak orang lain untuk meminum minuman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia bernama Rabbah (orang yang beruntung). (HR. al-Bukhari, Fathul Bari, 9/278 dan Muslim, no. 1479 dalam ath-Thalaq).

Untuk menambah pengetahuan seputar tathayyur bisa merujuk kepada kitab:
1. Kitabut Tauhid dan penjelasannya.
2. Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabut Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
3. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 5/328 dan seterusnya; 12/182 dan seterusnya.
4. Jami’ul Ushul, Ibnul Atsir, 7/628 dan seterusnya.
5. Ilmu al-Sihr wal Sya’wazah, Syaikh Sulaiman al-Asyqar.
Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan sahabatnya.

Dr. Muhammad bin Abdul Aziz Al-Khudhairi