Fenomena ini adalah salah satu ganjalan yang menghadang bahtera rumah tangga, bisa membuatnya oleng dan mungkin terjerembab jika suami istri tidak pandai dan bijak dalam menyikapi dan menghadapinya. Dalam artikel sebelumnya penulis telah memaparkan tiga langkah yang bisa diambil oleh suami istri yang diuji oleh Allah dengan keterlambatan kehadiran buah hati.

Keempat, bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan masalah dan memasrahkan persoalan kepadaNya semata, biarlah Dia yang mengatur dan menata. Sikap tawakal yang sebenarnya adalah salah satu senjata seorang mukmin dalam menghadapi perosalan-persoalan sulit. Berapa banyak problem atau musykilah hidup yang terusir dan terangkat oleh sikap tawakal yang benar kepada Allah, tanpa kecuali problem kesulitan dalam mendapatkan keturunan.

Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” (Ath-Thalaq: 3). Sebuah janji yang pasti dari Allah bahwa dia akan mencukupi keperluan siapa yang bertawakal kepadaNya. Keperluan apa? Segala keperluan baik, tanpa kecuali keperluan atau kebutuhan kepada hadirnya anak.

Jika Rasulullah saw memberi tahu bahwa seekor burung mendapatkan rizkinya, berangkat pagi dalam keadaan perutnya kosong dan pulang sore dalam keadaan perutnya penuh, karena kesungguhannya dalam bertawakal kepada Allah, maka kita sebagai manusia yang memiliki lebih banyak cara dan sebab lebih patut untuk mendapatkan, jika kita benar-benar bertawakal kepada Allah, termasuk mendapatkan keturunan.

Namun jangan salah sangka dan jangan keliru duga, jangan mengira bahwa tawakal berarti berpangku tangan dan berdiam diri tanpa upaya dan usaha, dugaan dan sangkaan macam begini adalah keliru, ia bukan tawakal dalam arti sebenarnya, ia adalah tawakal palsu alis kelemahan, tawakal bukan kelemahan dan kelemahan bukan tawakal, muslim sejati tidak menutupi kelemahannya dengan kedok tawakal.

Upaya semaksimal mungkin dan usaha sebatas kemampuan adalah sisi lain dari tawakal selain berpasrah diri kepada Allah, ibarat mata uang yang pasti memiliki dua sisi, satu sisi tawakal adalah kepasrahan dan sisi yang lain adalah usaha, jika mata uang hanya memilik satu sisi saja maka ia tidak laku, demikian juga dengan tawakal.

Perhatikanlah seekor burung yang disabdakan oleh Nabi saw, ia bertawakal dan karena tawakalnya ia mendapatkan jatah rizkinya, namun ia tidak berdiam diri di sarangnya menunggu, sebaliknya ia berangkat pagi, untuk apa? Untuk menyongsong dan menyambut bagian rizkinya tersebut.

Dalam konteks tema kita ini penulis berkata, jika Anda bertawakal kepada Allah dengan makna yang sebenarnya maka berusahalah dan berupayalah sebatas kemampuan dan kesanggupan Anda sebagai suami atau istri. Silakan berkonsultasi dengan ahlinya, menjalani terapi tertentu, mengkonsumsi makanan tertentu atau ramuan-ramuan tertentu, karena semua itu merupakan bagian dari tawakal Anda yang sebenarnya kepada Allah Ta’ala dan setelah semua upaya sudah Anda lakukan maka serahkan segala kepada Allah.

Kelima, bersabar. Allah sedang menguji Anda dengan menunda kehadiran anak, ada kemungkinan Dia menyintai Anda, oleh karenanya Dia berkenan menguji Anda, karena jika Allah menyintai suatu kaum maka dia akan menguji mereka, siapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan dan siapa yang marah maka dia mendapatkan kemarahan, ada kemungkinan ujian Allah ini karena sesuatu pada diri Anda, apa pun kemungkinannya ia akan tetap baik dan menghadirkan kebaikan selama Anda bersabar dalam menyikapi.

Keenam, berdoa. Doa adalah senjata seorang mukmin, pintu bantuan dan pertolongan yang tidak pernah tertutup, terbuka non stop dua puluh empat jam bahkan sepanjang hayat. Ketika Anda sudah bertawakal dengan melakukan berbagai macam upaya dan usaha, selanjutnya memasrahkannya kepada Allah, maka tambahi langkah tersebut dengan berdoa kepadaNya, mengetuk pintu karuniaNya semoga Dia berkenan membuka pintuNya untuk Anda.

Kembali kepada dua orang nabi Allah yang telah penulis singgung sebelumnya, Ibrahim al-Khalil dan Zakariya. Dua orang ini termasuk terlambat dalam mendapatkan anak dan keduanya tetap gigih berdoa kepada Allah sehingga harapan keduanya terwujud.

Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang shalih.” Apa jawaban Tuhannya? JawabanNya, “Maka Kami memberinya berita gembira dengan seorang anak yang sangat sabar.” (Ash-Shaffat: 100-101).

Allah Ta’ala berfirman tentang Zakariya, “Di sanalah Zakariya berdoa, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisiMu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar doa.” Dengan kegigihannya dalam berdoa, Allah mengabulkan, “Kemudian malaikat memanggil Zakariya pada saat dia sedang berdiri melaksanakan shalat di mihrabnya, ‘Sesungguhnya Allah menggembirakanmu dengan kelahiran seorang putra, Yahya, yang membenarkan kalimat Allah, menjadi panutan, menahan diri dari hawa nafsu dan seorang nabi termasuk orang-orang yang shalih.” (Ali Imran: 38-39).

Ketujuh, kalau Anda pikir lebih mendalam ternyata di balik keterlambatan hadirnya anak mengandung banyak pahala dari Allah. Kalau Anda bersabar maka Anda meraih pahala sabar. Kalau Anda bertawakal maka Anda meraih pahala tawakal. Kalau Anda berdoa maka Anda menraih pahala doa dan begitu seterusnya. Cobalah melihat kepada sisi ini niscaya kehampaan rumah akibat belum hadirnya anak akan terimbangi.

Kedelapan dan ini yang terakhir, mohon Anda tidak tergoda oleh langkah-langkah yang menyimpang dari ajaran agama atau cara-cara syirik untuk mendapatkan anak, tidak punya anak bukan merupakan suatu dosa, lalu untuk apa Anda harus bersusah payah meraihnya dengan melakukan syirik kepada Allah?

Jangan menjadi bapak ibu yang rela berbuat syirik kepada Allah demi kelahiran anak, hal ini Allah sebutkan dalam firmanNya, “Tatkala Allah mengaruniakan mereka seorang anak laki-laki yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal anak yang Dia karuniakan kepada mereka. Mahasuci Allah dari perbuatan syirik mereka.” (Al-A’raf: 190).
(Izzudin Karimi)