Ketujuh, kontrol dan kendali

Pada saat Anda berketetapan untuk mengabulkan permintaan pelamar karena dia menurut Anda telah memenuhi standar kriteria secara syar’i, Anda pun sudah bermusyawarah dengan calon pelaku pernikahan yaitu putri Anda dan dia pun hanya diam sebagai tanda mengiyakan atau mungkin lebih, putri Anda tidak sekedar diam, tetapi senyum-senyum sebagai ekspresi hatinya yang berbunga atau melampiaskan persetujuannya lewat kata-kata, maka hendaknya Anda tetap memegang kontrol dan kendali, karena Anda sebagai penanggung jawab dalam hal ini. Jangan lupa bahwa diterimanya sebuah lamaran oleh wali dengan persetujuan putrinya belum menjadikan pelamar sebagai suami sah bagi putri, dia masih berstatus orang asing sehingga hukum-hukum orang asing terhadap anak perempuan masih berlaku.

Jika sebelum khitbah atau lamaran keduanya belum boleh berdua-duan atau berkhalwat, alih-alih tidur berdua, jika sebelum khitbah keduanya belum boleh pergi berdua berboncengan motor atau jalan bareng, jika sebelum khitbah keduanya belum boleh berjabat tangan, jika sebelum khitbah keduanya belum boleh duduk berdua merapat, maka semua itu tetap belum boleh sekali pun sudah ada khitbah yang diterima sampai “Ankahtuka…” dengan “Qabiltu…” terjadi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Dari sini kita mengetahui kekeliruan dan kesalahan sebagai orang tua di saat mereka melepas kontrol dan kendali bagi putrinya dan memberi lampu hijau kepada pelamar, sehingga keduanya bebas leluasa untuk melakukan apa yang biasa dilakukan oleh anak-anak muda berlainan jenis. Pergi berdua di malam Ahad entah ke mana dan baru pulang larut malam atau mungkin sampai pagi. Jalan-jalan berdua sambil bergandengan tangan atau berboncengan, atau bahkan lebih dari itu wali mengizinkan pelamar untuk menginap di kamar anak perempuannya dengan alasan ringan, “Kan sudah mau jadi suami istri.”

Saya berkata, baru mau dan masih belum, bagaimana pun tetap tidak sama. Seandainya keduanya benar-benar menikah, dan itu pun mereka telah mengawali kehidupan rumah tangga yang mulia dengan rentetan penyimpangan, bagaimana jika keduanya benar-benar tidak menikah? Siapa yang lebih besar kerugiannya? Putri Anda bukan? Jelas, karena dia sudah diobok-obok oleh orang yang bukan apa-apa bagi dia. Saya sih tetap berharap semoga setelah itu masih ada yang berkenan kepada putri yang boleh dibilang sudah bekas alias seken.

Kedelapan, waspada syirik

Apa hubungan antara syirik dengan pernikahan? Jika kesepakatan menikah telah diambil oleh kedua calon mempelai berikut keluarga masing-masing, maka langkah selanjutnya adalah menentukan dan menetapkan hari H, waktu akad pernikahan berikut walimahnya. Di sinilah dosa besar yang berbahaya ini bisa muncul dan menjerat calon mempelai dan keluarganya, dalam bentuk keyakinan yang masih dipegang kuat-kuat bahkan digigit dengan gigi geraham terhadap hari baik dan hari sial, bulan baik dan bulan sial dengan merujuk kepada hitung-hitungan hari dan tanggal lahir kedua calon pengantin.

Calon pengantin laki-laki lahir di hari anu tanggal anu dan tahun anu, sedangkan calon penganting perempuan lahir di hari ani tanggal ani dan tahun ani, maka menurut perhitungan abrakadabra hari baik, tanggal baik dan bulan baik keduanya untuk menikah adalah bla… bla… bla… Sedangkan hari dan tanggal berikut bulan yang patut dihindari adalah bla…bla… bla… Jika keduanya menikah di hari, tanggal dan bulan baik maka akan begini…begini dan begini, sebaliknya adalah sebaliknya.

Dahulu sebelum Islam orang-orang merasa yakin bahwa bulan Shafar, bulan kedua dalam kalender hijriyah, adalah bulan tidak baik, bulan naas dan sial, sehingga mereka tidak menggelar hajatan di bulan itu, karena keyakinan yang sudah kadung mendarah bahwa siapa yang menggelar hajatan di bulan tersebut pasti akan ditimpa bala atau bencana atau musibah. Selanjutnya Rasulullah saw hadir untuk mengentaskan manusia dari penghambaan kepada hamba dan membawa mereka menjadi hamba Tuhan para hamba, Allah Ta’ala. Maka beliau menanggalkan keyakinan khurafat tersebut, “Wa la Shafar.” Tidak ada bulan Shafar. Maksudnya tidak ada kesialan di bulan tersebut atau bulan Shafar tidak membawa kesialan seperti yang kalian yakini. Kebenaran sabda Nabi saw ini dibuktikan sendiri oleh seorang wanita mulia Ummul Mukminin Aisyah yang berkata, “Rasulullah saw tidak menikahiku kecuali di bulan Shafar dan beliau tidak mengawali rumah tangganya denganku kecuali di bulan Shafar.” Walhasil, rumah tangga Rasulullah saw dengan Aisyah adalah rumah tangga paling indah, paling berbahagia, paling… dan paling paling lainnya.

Kesembilan, jangan menjual

Maksud saya Anda sebagai wali jangan menjual anak perempuan Anda dengan menetapkan mahar yang mahal lagi tinggi ditambah dengan syarat-syarat materi atas pelamar dengan harapan akan ikut kecipratan. Memang akad nikah dengan mahar plus bukan menjual, namun jika mahar dipatok sedemikian tinggi, lebih-lebih jika dengan tambahan sana-sini, bukankah ia sulit dibedakan dengan menjual, lebih-lebih jika wali memang mengharapkan sebagian darinya atau seluruhnya?

Mematok mahar tinggi ditambah dengan plus yang harus dipikul oleh pelamar, sebagian wali menetapkan, “Jika kamu hendak menikahi anakku maka maharnya adalah sekian juta plus sebuah anu, sebuah ani …dan seterusnya, semua itu hanya akan mengurangi keberkahan pernikahan, membuat anak gadis menurun berkahnya, karena di antara tanda keberkahan seorang wanita adalah mudahnya ia untuk dinikahi yang salah satu indikasinya adalah ringannya mahar.

Benar, mahar memang tidak berbatas atas dan tidak berbatas bawah, satu qinthar pun sah dijadikan mahar, demikian juga sandal jepit dengan harga lima ribu perak pun sah dijadikan sebagai mahar, namun tetap saja memudahkan pernikahan dengan meringankan bebannya adalah sesuatu yang dianjurkan, sebaliknya menaikkan atau bermahal-mahal dalam urusan mahar tidak disukai, ia mirip dengan menjual. Semoga Anda tidak demikian. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)