Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata:“Ada seseorang tokoh Nashrani menjumpaiku dan bertanya:’Apakah kamu tahu, manakah dari dua batas waktu yang dipenuhi Musa oleh ‘alaihissalam?’Aku menjawab:’Tidak’. Pada hati itu aku tidak tahu. Kemudian aku menjumpai Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dan aku ceritakan hal tersebut kepadanya, maka dia berkata:’Tidakkah kamu mengetahui, bahwa yang delapan tahun itu adalah wajib bagi Musa ‘alaihissalam, dan nabi Musa ‘alaihissalam tidak akan menguranginya sedikit pun. Sedangkan kamu sendiri tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memenuhi waktu tambahan kepada Musa ‘alaihissalam seperti yang dijanjikan-Nya. Sesungguhnya dia telah memenuhi sepuluh tahun.’ Setelah itu, aku mendatangi orang Nashrani itu dan memberitahukan hal tersebut kepadanya, maka dia berkata:’Apakah orang yang engkau Tanya mengenai hal tersebut lebih tahu tentang hal itu daripada dirimu?’Dia menjawab:’Ya, dan bahkan lebih.'”

Ketika Musa ‘alaihissalam berjalan dengan keluarganya, terjadi peristiwa yang berkenaan dengan api, tongkat, dan tangnnya, yang sudah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an. Kemudian Musa ‘alaihissalam mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas rasa takutnya terhadap pengikut Fir’aun yang menuntut kematian pengikutnya, juga kesulitan lidahnya untuk berbicara, karena pada lidahnya terdapat satu kendala yang menghalanginya untuk bisa berbicara banyak. Dan dia meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar membantu dirinya dengan mengangkat saudara kandungnya, Harun ‘alaihissalam, yang akan menjadi pembantu baginya untuk menyampaikan berbagai hal yang dia sebdiri kurang lancar menyampaikannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkan permintannya, serta melancarkan lidahnya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi wahyu kepada Harun ‘alaihissalam, lalu Dia menyuruh Musa ‘alaihissalam untuk menemuinya.

Musa ‘alaihissalam berjalan dengan membawa tongkatnya sampai akhirnya menjumpai Harun ‘alaihissalam. Kemudian, keduanya berangkat menemui Fir’aun. Lalu, Fir’aun menyuruh keduanya menunggu di depan pintu dan tidak mengizinkan keduanya masuk. Setelah menahan keduanya secara ketat, Fir’aun memberi izin. Maka keduanya berkata:

فَأْتِيَاهُ فَقُولا إِنَّا رَسُولا رَبِّكَ …(47)

“…. Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Rabbmu…”(QS. Thaahaa: 47)

قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى(49)

“Berkata Firaun:’Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?”(QS. Thaahaa: 49)

Lalu keduanya memberitahu Fir’aun seperti yang telah dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an.

Lebih lanjut, Fir’aun berkata:“Lantas apa mau kalian?” Dia menjawab:“Aku ingin agar kamu beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengirimkan Bani Israil bersamaku.” Maka Fir’aun menolak seraya berucap:

مَا أَنْتَ إِلا بَشَرٌ مِثْلُنَا فَأْتِ بِآيَةٍ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ(154)

“Kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami; maka datangkanlah sesuatu mukjizat, jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar.”(QS. Asy-Syu’araa’: 154)

Musa ‘alaihissalam pun melemparkan tongkatnya dan ternyata tongkat itu berubah menjadi ular yang sangat besar dengan mulut lebar dan berlari cepat ke arah Fir’aun. Ketika Fir’aun melihat ular tersebut berlari ke arahnya, maka dia merasa takut dan membuatnya lari dari singgasananya sambil meminta pertolongan kepada Musa ‘alaihissalam agar dia menghentikan ular tersebut. Maka Musa ‘alaihissalam pun memenuhinya. Setelah itu, Musa ‘alaihissalam mengeluarkan tangannya dari sakunya, lalu dia melihatnya putih tanpa cacat sedikitpun, maksudnya, tanpa penyakit kusta. Kemudian dia memasukannya kembali dan tangannya pun berubah kembali ke warnanya semula.

Setelah itu, Fir’aun meminta pendapat kepada para pembesar di sekitarnya mengenai apa yang dia saksikan itu, maka mereka berkata kepadanya:

قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى

“Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.”(QS. Thaahaa: 63)

Mereka menolak memberi sedikit pun dari apa yang diminta oleh keduanya. Mereka berkata kepadanya:“Kumpulkan saja tukang sihir, karena di wilayahmu ini terdapat banyak tukang sihir, sehingga sihirmu akan dapat mengalahkannya.”

Kemudian, Fir’aun mengirimkan utusan ke berbagai kota untuk mengumpulkan seluruh tukang sihir yang handal. Setelah semua tukang sihir itu datang kepada Fir’aun mereka berkata:“Apa yang telah dilakukan oleh si tukang sihir itu?”” Dia melancarkan sihir dengan banyak ular,” Jawabnya. Mereka berkata:“Demi Allah, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang bisa bermain sihir dengan menggunakan ular, tali dan tongkat seperti yang biasa kami lakukan. Lalu apa bayaran bagi kami jika kami berhasil mengalahkannya?”Fir’aun menjawab:“Kalian akan menjadi orang-orang dekat dan kepercayaanku. Dan aku akan memberikan segala sesuatu yang kalian sukai.” Kemudian mereka membuat janji:

…..يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى (59)

“…Pada hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalah naik.”(QS. Thaahaa: 59)

Sa’id rahimahullah bercerita, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberitahuku bahwa hari raya yang dimaksud adalah hari di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala memenangkan Musa ‘alaihissalam atas Fir’aun dan para tukang sihir itu, yaitu hari ‘Asyura’.

Setelah mereka berada dalam barisan, sebagian orang saling berkata kepada sebagian lainnya, mari berangkat untuk menyaksikan tontonan ini.

لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ السَّحَرَةَ إِنْ كَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ

“Semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang.”(QS. Asy-Syu’araa’: 40)

Yang mereka maksudkan adalah Musa ‘alaihissalam dan Harun ‘alaihissalam. Dan hal itu mereka katakan dalam rangka mencemooh keduanya. Tukang-tukang sihir itu berkata:

… إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ نَحْنُ الْمُلْقِينَ(115)

“….Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?”(QS. Al-A’raaf: 115)

Tetapi Musa ‘alaihissalam malah berkata:“Kalian dahulu saja yang melemparkan.”

فَأَلْقَوْا حِبَالَهُمْ وَعِصِيَّهُمْ وَقَالُوا بِعِزَّةِ فِرْعَوْنَ إِنَّا لَنَحْنُ الْغَالِبُونَ

“Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka dan berkata: “Demi kekuasaan Firaun, sesungguhnya kami benar-benar akan menang.”(QS. Asy-Syu’araa’: 44)

Maka Musa ‘alaihissalam menyaksikan dari sihir mereka sesuatu yang membuat dirinya gentar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepadanya:

وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ …(31)

“Dan lemparkanlah tongkatmu. …..”(QS. Al-Qashash: 31)

Ketika Musa ‘alaihissalam, melemparkan tongkatnya, tongkat itu berubah menjadi seekor ular yang besar yang menganga mulutnya. Maka tongkat-tongkat itu terbalut oleh tali-temali menyerupai tumpukkan kayu yang masuk ke mulut ular, sehingga tidak ada satu pun tongkat maupun tali tersisa melainkan ditelannya.

Setelah para tukang sihir itu menyaksikan peristiwa tersebut, mereka berkata:“Kalau seandainya hal ini adalah sihir, tidak akan sampai sihir kita pada tingkatan seperti ini, akan tetapi ini adalah mukjizat dari Allah. Kami beriman kepada Allah dan beriman dengan apa yang dibawanya, dan kami bertaubat kepada-Nya dari apa yang dahulu kami lakukan.”

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menghancurkan kedudukan (kekuatan) Fir’aun di tempat tersebut dan di hadapan para pengikutnya.

فوقع الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(118) فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ(119)

“Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. “(QS. Al-A’raaf: 118-119)

Pada saat itu, isteri Fir’aun tampak dengan pakaiannya seadanya, seraya berdo’a memohon agar Allah memenagkan Musa ‘alaihissalam atas Fir’aun dan para pengikutnya. Para pengikut Fir’aun yang melihatnya mengira bahwa dia mengenakan pakaian seadanya itu dalam rangka menaruh keprihatinan atas kekalahan Fir’aun, padahal sebenarnya dia berbuat seperti itu karena kesedihan dan harapannya agar Musa ‘alaihissalam menang.

Setelah Musa ‘alaihissalam menunggu lama janji-janji dusta Fir’aun dan setiap kali Musa datang dengan membawa tanda-tanda kekuasaan Alah, maka Fir’aun berjanji akan mengirimkan Bani Israil bersamanya. Jika waktu yang dijanjikan itu berlalu, maka Fir’aun pun mengingkari janjinya seraya berkata:“Apakah Rabbmu mampu melakukan yang selain ini?”Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan kepada kaumnya angina topan, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat rinci. Karena semuanya itu, Fir’aun mengeluh kepada Musa ‘alaihissalam dan meminta agar dia menghentikan semua itu, dan Musa ‘alaihissalam menyetujui dengan imbalan dia harus melepaskan dia bersama Bani Israil. Setelah semuanya berhenti, Fir’aun menyalahi dan mengingkari janjinya.

Hingga akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Musa ‘alaihissalam pergi bersama kaumnya. Maka Musa ‘alaihissalam pun pergi bersama mereka pada malam hari. Keesokan harinya, Fir’aun melihat mereka telah pergi, lalu Fir’aun mengirimkan utusan ke penjuru kota untuk mengejarnya, diikuti dengan bala tentaranya yang sangat banyak. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada laut:“Jika hamba-Ku, Musa memukulmu dengan tongkatnya, maka terbelahlah menjadi dua belas belahan sehingga Musa dan kaumnya berhasil menyeberang. Kemudian menyatulah kembali dengan menghimpit Fir’aun dan para pengikutnya.”

Lalu, Musa ‘alaihissalam lupa untuk memukul laut dengan tongkatnya, dan sampailah dia di tepi laut, dan laut itu memiliki suara yang sangat keras karena takut kalau-kalau Musa memukulnya dengan tongkatnya sedangkan dia (laut) lalai sehingga akhirnya dia bermaksiat (tidak taat) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika kedua kelompok (Musa beserta pengikutnya dan Fir’aun beserta bala tentaranya) itu sudah dekat, pengikut Musa ‘alaihissalam berkata:

“…Sesunguhnya kita benar-benar akan tersusul.”(QS. Asy-Syua’araa’: 61)

Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Rabbmu, karena sesungguhnya Dia tidak akan berdusta dan engkau sendiri tidak berdusta.Musa ‘alaihissalam berkata:“Rabbku telah berjanji kepadaku, jika aku sudah sampai di laut, maka laut itu akan terbelah menjadi dua belas bagian sehingga aku bisa menyeberanginya”. Setelah itu, dia ingat masalah tongkat,lalu ia memukul lautan dengan tongkatnya pada saat pasukan Fir’aun yang terdepan sudah dekat dengan pasukan Musa ‘alaihissalam yang paling belakang. Maka, lautan itu terbelah seperti yang telah diperintahkan Rabbnya, serta yang telah dijanjikan kepada Musa ‘alaihissalam. Setelah Musa ‘alaihissalam dan para sahabatnya secara keseluruhan berhasil menyeberangi lautan, Fir’aun dan para pengikutnya pun memasuki lautan, maka lautan menyatu kembali seperti yang diperintahkan. Kemudian, setelah Musa ‘alaihissalam berhasil menyeberangi lautan, sahabat-sahabatnya berkata:“Sesungguhnya, kami khawatir Fir’aun tidak tenggelam dan kita belum yakin akan kebinasaannya.” Maka Musa ‘alaihissalam memohon kepada Rabbnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan jasad Fir’aun (dari laut) sehingga mereka benar-benar meyakini kebinasaannya.

Setelah itu, mereka berjalan melewati suatu kaum yang menyembah berhala-berhala mereka, maka Bani Israil berkata:

… يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ(138) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(139)

“…Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.”(QS. Al-A’raaf: 138-139)

Kalian telah mendapatkan berbagai macam pelajaran dan mendengar apa yang sebenarnya sudah cukup bagi kalian. Kemudian dia terus berlalu hingga akhirnya Musa ‘alaihissalam menempatkan mereka pada suatu tempat seraya berkata:“Taatilah Harun, karena sesungguhnya aku telah mengangkatnya sebagai penggantiku ditengah-tengah kalian, sementara aku akan menghadap Rabbku. “ Dan dia (Musa ‘alaihissalam) memberi batas waktu selama tiga puluh hari dan dalam selang waktu tersebut dia akan kembali kepada mereka.

Musa ‘alaihissalam mendatangi Rabbnya dan hendak berbicara dengan-Nya selama tiga puluh hari dengan berpuasa pada malam dan siangnya. Karena Musa ‘alaihissalam tidak ingin berbicara dengan Allah dalam keadaan mulut yang berbau tidak sedap karena sedang puasa, Musa ‘alaihissalam pun mengambil sedikit dari tumbuh-tumbuhan lalu mengunyahnya. Ketika dia datang kepada Rabbnya, Rabbnya berkata kepadanya:“Mengapa kamu berbuka?” –padahal Allah lebih mengetahui apa yang terjadi-.Musa ‘alaihissalam menjawab:“Wahai Rabbku, sesungguhnya aku tidak ingin brbicara dengan-Mu kecuali mulutku berbau segar.”. Dia berfirman:“Tidakkah kamu mengetahui, hai Musa bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi bagi-Ku daripada bau minyak kasturi. Kembalilah kamu dan berpuasalah sepuluh hari lagi setelah itu datanglah kepada-Ku.” Kemudian Musa ‘alaihissalam pun mengerjakan apa yang diperintahkan Rabbnya kepadanya.
…Bersambung Insyaa Allah

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi, Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah, edisi Indonesia. Pustaka Imam asy-Syafi’i hal 267-274 dengan sedikit perubahan. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono)