Beliau adalah orang yang paling santun dan lapang dada kepada keluarganya, memaafkan apa yang mereka lakukan, bersikap lembut kepada mereka, beliau bersabar menghadapi kecemburuan yang muncul di antara para istrinya, sesuatu yang lumrah di antara kaum wanita, karena bagaimana pun mereka adalah manusia, lebih-lebih dengan suami Rasulullah saw, tentu hal ini membuka kesempatan persaingan di antara mereka untuk mendapatkan perhatian Rasulullah saw lebih terbuka lebar.

Umar bin al-Khatthab berkata, “Kami orang-orang Quraisy mendominasi kaum wanita, manakala kami tiba di Madinah, kami melihat penduduknya adalah kaum yang dikalahkan oleh kaum wanita, maka istri-istri kami mulai mengambil adab dari kaum wanita Anshar, aku marah kepada istriku maka dia pun menuntutku, aku tidak terima dia menuntutku, maka istriku berkata, ‘Mengapa engkau tidak terima, demi Allah, sesungguhnya istri-istri Nabi saw menuntut kepada beliau, sesungguhnya salah seorang dari mereka mendiamkan beliau dari siang sampai malam.’

Umar berkata, “Kata-kata istriku membuatku terkejut, aku berkata kepadanya, ‘Sungguh merugi siapa yang melakukan hal itu dari mereka.’ Kemudian pergi kepada Hafshah, aku berkata kepadanya, ‘Ya Hafshah, apakah salah seorang dari kalian membuat Nabi saw marah dari siang sampai malam?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka aku berkata, ‘Kamu sungguh merugi. Apakah kamu merasa aman dari kemarahan Allah karena kemarahan RasulNya, kamu bisa celaka?” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Rasulullah saw memaklumi kemarahan istri-istrinya, salah seorang dari mereka mendiamkan beliau dari siang sampai malam, sampai dia tidak memanggil namanya yang mulia. Bagi beliau hal seperti ini adalah sesuatu yang manusiawi. Yang unik dalam hal ini adalah bahwa sekalipun mereka bersikap demikian, beliau tetap berkata-kata lunak, seolah-olah tidak terjadi apa pun.

Dari Aisyah berkata, Rasulullah saw berkata kepadaku, “Sungguh, aku benar-benar tahu jika kamu marah kepadaku dan jika kamu rela kepadaku.” Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahui hal ini?” Nabi saw menjawab, “Jika kamu rela kepadaku maka kamu akan mengucapkan, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad.’ Namun jika kamu marah kepadaku maka kamu akan berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’ Aisyah berkata, ‘Benar wahai Rasulullah saw, aku tidak meninggalkan kecuali namamu.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Rasulullah saw tetap bersikap arif, belapang dada dan bijak kepada para istrinya sekalipun dia bertindak kurang patut di depan beliau padahal saat itu beliau sedang duduk bersama para tamunya.

Anas bercerita bahwa ketika Nabi saw sedang berada di rumah sebagian istrinya, lalu salah seorang Ummul Mukminin mengirimkan sebuah nampan berisi makanan bersama seorang pelayannya, maka istri di mana Nabi saw sedang berada di rumahnya memukul tangan pelayan yang membawa makanan tersebut, akibatnya nampan tersebut jatuh dan terbelah, maka Nabi saw mengumpulkan kedua belahan nampan dan beliau mengumpulkan makanan di atasnya, beliau bersabda, “Ibu kalian cemburu.” Kemudian Rasulullah saw menahan pelayaan itu sesaat sampai beliau mengambil nampan dari rumah istri di mana beliau berada di rumahnya, beliau menyerahkan nampan yang bagus kepada pelayan untuk diserahkan kepada istri yang nampannya pecah, beliau menahan nampan pecah tersebut di rumah istri yang memecahkannya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Beliau menghibur istrinya yang disakiti dan menasihati yang menyakitinya, mengingatkannya kepada Allah. Dari Anas bin Malik bahwa Shafiyah mendengar bahwa Hafshah berkata untuknya, “Anak wanita Yahudi.” Maka Shafiyah menangis, Nabi saw datang kepadanya sementara dia masih menangis, Nabi saw bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Dia menjawab, “Hafshah berkata kepadaku, ‘Anak wanita Yahudi.’ Maka Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kamu adalah anak Nabi, pamanku seorang Nabi dan kamu bersuamikan Nabi, dengan apa dia membanggakan dirinya atasmu?” Kemudian Nabi saw bersabda, “Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah.” Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, sanadnya dishahihkan oleh Syu’aib al-Arnauth dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 3055.

Nabi saw menunjukkan kasih sayang dan kelembutannya kepada istrin-istrinya melalui panggilan khusus untuk mereka, terkadang beliau memenggal nama Aisyah, misalnya beliau memanggilnya dengan, “Wahai Aisy.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari. terkadang beliau memanggilnya, “Wahai Humaira.” Diriwayatkan oleh an-Nasa`i dalam al-Kubra no.8951 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 3277. terkadang Nabi saw memanggilnya dengan nama bapaknya sebagai ungkapan penghormatan, beliau memanggilnya, “Wahai putri ash-Shddiq.” Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 162.

Nabi saw membantu keluarganya, menolong mereka menjalankan aktifitas rumah mereka, Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi saw di rumahnya?” Aisyah menjawab, “Beliau membantu keluarganya, jika waktu shalat tiba maka beliau berwudhu dan keluar untuk shalat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Aisyah juga berkata, “Rasulullah saw menjahit bajunya, menambal sandalnya dan melakukan apa yang dilakukan oleh para suami di rumah mereka.”

Di antara wujud cinta Rasulullah saw dan perhatian beliau kepada keluarganya adalah kesediaan beliau untuk melakukan aktifitas rumah secara bersama dengan istrinya. Nabi saw pernah mandi dengan Aisyah dari satu bejana, keduanya berebut air, Nabi saw berkata kepadanya, “Sisakan untukku.” Sementara Aisyah juga berkata, “Sisakan untukku.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Rasulullah saw adalah orang yang mudah, mengikuti keinginan keluarganya dan mengizinkan selama ia bukan dosa dan tidak mengurangi derajat agama, seperti ketika Aisyah memintanya untuk berumrah. Aisyah berkata, “Rasulullah saw datang kepadaku sedangkan aku menangis, beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab, ‘Aku mendengar sabdamu kepadamu sahabt-sahabatmu dan aku tidak bisa umrah.’ Nabi saw bertanya, ‘Mengapa?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak shalat.’ Maksudnya sedang haid sehingga karena dia tidak shalat.

Aisyah berkata, “Kami berangkat dalam haji Nabi saw sehingga kami datang di Mina, aku suci, kemudian aku keluar dari Mina dan aku menuju Ka’bah untuk thawaf ifadhah.”…Beliau memanggil Abdurrahman bin Abu Bakar dan bersabda kepadanya, “Bawalah saudarimu ini keluar dari Haram, hendaknya dia berihram dengan umrah, setelah kalian berdua selesai datanglah ke tempat ini karena aku menunggu kalian berdua di sini.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Beliau berhasrat kuat dan berminat sangat untuk menghibur dan membahagiakannya, beliau mengizinkan mereka untuk bermain-main dia berkata, “Aku main boneka di depan Nabi saw, aku mempunyai teman-teman yang bermain bersamaku, jika beliau masuk, mereka bersembunyi, lalu beliau meminta mereka untuk keluar dan bermain bersamaku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Aisyah berkata, “Orang-orang Habasyah bermain-main, aku melihat mereka dari balik sementara menutupiku, aku terus melihat sampai aku meninggalkan mereka.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Dalam sebuah riwayat an-Nasa`i dari Aisyah berkata, “Orang-orang Habasyah masuk masjid, mereka bermain-main, Nabi saw bersabda kepadaku, ‘Wahai Humaira, kamu ingin melihat mereka?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Maka beliau berdiri di pintu, aku datang dari belakang beliau lalu aku meletakkan daguku di pundak beliau dan menyandarkan wajahku ke pipinya.” Hafizh Ibnu Hajar menshahihkannya riwayat ini dalam Fathul Bari 2/444. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)