Tanya :

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Bagaimana syari’at Islam mengenai zakat perhiasan yang diproyeksikan untuk dipakai?

Jawab :

Perhiasan wanita yang terbuat dari emas atau perak yang diproyeksikan untuk dipakai, mengenai penzakatannya telah terjadi perbedaan pendapat di antara ulama, baik terdahulu maupun sekarang. Pendapat yang benar menurut kami adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada zakat pada perhiasan tersebut (yang diproyeksikan untuk dipakai), berdasarkan hal-hal dibawah ini: Hadits yang diriwayatkan oleh Afiah bin Ayyub dari Laits bin Sa’ad dari Abu Az-Zubair dari Jabir dari Nabi , bahwa beliau bersabda: “Tidak ada zakat pada perhiasan.” Afiah bin Ayyub menukil hadits ini dari Abu Hatim dari Abu Zar’ah, ia berkata tentang hadits ini: Hadits ini tidak bermasalah, dan hadits yang telah disebutkan ini dikuatkan oleh Ibnu Al-Jauzy dalam Tahqiqnya, dalam hal ini terdapat bantahan terhadap pernyataan Al-Baihaqi bahwa Afiah adalah seorang yang tidak dikenal dan haditsnya ini tidak benar. Bahwa zakat perhiasan jika diwajibkan sebagaimana diwajibkan pada harta-harta yang telah ditetapkan kewajibannya, maka tentunya kewajiban ini telah dikenal sejak zaman Rasulullah r, dan tentunya akan dilakukan pula oleh para imam pada masa setelah Nabi r. Dan dengan demikian hal tersebut akan disebutkan dalam kitab-kitab mereka yang membahas tentang sedekah, namun kenyataanya, itu semua tidak pernah terjadi sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam dalam “Kitabul Amwal “. Apa yang diriwayatkan oleh At-Atsram dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa ia berkata: Lima orang di antara para sahabat berpendapat, bahwa tak ada zakat pada perhiasan, mereka itu adalah: Aisyah, Ibnu Umar, Anas, Jabir dan Asma’. Riwayat ini dinukilkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam “Ad-Dirayah” dari Al-Atsram. Al-Baji menyebutkan dalam Al-Muntaqa Syarh Al-Mu’atha: Hal ini –tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan-perhiasan–, adalah pendapat yang dikenal di antara para sahabat, dan orang paling tahu tentang hal ini adalah Aisyah , ia adalah istri Rasulullah SAW sehingga tidak akan tertutup baginya pengetahuan tentang hal ini, juga Abdullah bin Umar, yang mana saudara perempuannya yang bernama Hafshah, adalah salah seorang istri Rasulullah SAW, yang tentunya tidak akan tertutup baginya untuk mengetahui hukum masalah ini. Dalam “Kitabul Amwal ” karya Abu Ubaidi disebutkan, bahwa tidak ada riwayat yang shahih dari para sahabat tentang adanya zakat perhiasan, kecuali dari Ibnu Mas’ud, saya katakan: Dalam riwayat kitab “Al-Mudawanah ” dari Ibnu Mas’ud terdapat pendapat yang sesuai dengan pendapat para sahabat tadi, dalam “Al-Mudawwanah” yang ditulisnya disebutkan: Ibnu Wahab berakta: Dikhabarkan kepadaku oleh beberapa orang ahlul ilmi dari Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Al-Qasim bin Muhammad, Sa’id bin Al-Musayyab, Rabi’ah bin Abu Abdurrahman dan Amrah dan Yahya bin Sa’id bahwa mereka berpendapat tidak ada zakat pada perhiasan. Masih banyak lagi dalil-dalil yang menjadi lAndasan pendapat yang tidak mewajibkan zakat, terlalu panjang jika harus dikemukakan semuanya. Adapun mereka yang mewajibkan zakat pada perhiasan yang diproyeksikan untuk dipakai berdalil pada hadits yang bersifat umum, seperti hadits: “(Zakat) pada Riqqah adalah seperempat dari sepersepuluh (dua setengah persen)” dan hadits: “dan yang kurang dari lima Uqiyah tidak ada sedekahnya.” Dalam kedua hadits ini tidak ada pengkhususan pada perhiasan sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam dalam “Kitabul Amwal”, dan diterangkan Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni ” bahwa kata “Riqqah” bagi bangsa Arab diartikan dengan dirham yang dicetak untuk digunakan sebagai alat penukar di kalangan manusia, sedangkan kata “Uqiyah ” bagi bangsa Arab adalah menunjukkan pada dirham yang berjumlah empat puluh dirham setiap uqiyahnya.

Pada kenyataannya bahwa dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang mewajibkan zakat pada perhiasan yang diproyeksikan untuk digunakan adalah dari nash-nash marfu’ yaitu: Hadits seorang wanita yang anaknya mengenakan dua gelang, hadits ‘Aisyah yang mengunakan perhiasan perak, hadits Ummu Salamah yang menggunakan kalung emas dan hadits Fathimah binti Qais yang berkata bahwa Nabi bersabda: “Pada perhiasan ada zakatnya.” Serta hadits Asma’ binti Yazid tentang gelang-gelang emas, yang mana hadits-hadits menurut Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Abu Ubaid, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi dan Ibnu Hazim, bahwa beristidlal (berdalih) dengan hadits-hadits ini adalah tidak kuat karena hadits-hadits tersebut tidak shahih, dan tidak diragukan lagi ucapan-ucapan mereka lebih utama untuk didahulukan dari pada ucapan orang-orang yang kemudian, yang berusaha menguatkan riwayat-riwayat hadits ini.

Kesimpulannya adalah, bahwa kami berpendapat tidak ada zakat pada perhiasan yang diproyeksikan untuk dipakai berdasarkan dalil-dalil yang shahih, yaitu sesuai dengan pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Ahamad, Abu Ubaid, Ishaq dan Abu Tsaur serta beberapa orang sahabat yang telah disebutkan sebelumnya beserta para Tabi’in. Demikian juga dengan perhiasan yang diproyeksikan untuk dipinjamkan tanpa imbalan, perhiasan tersebut tidak wajib dizakati. Adapun perhiasan yang bukan untuk dipergunakan dan bukan untuk dipinjamkan tanpa imbalan maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya.