Bila Anda tidak bisa diam dengan baik, maka Anda lebih tidak bisa berbicara dengan baik, karena diam itu defensif dan berbicara itu ofensif.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيَقـُـلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (Muttafaq alaihi).

Imam an-Nawawi berkata, “Hadits ini secara jelas menyatakan bahwa hendaknya seseorang tidak berbicara kecuali jika bicara adalah baik yakni terlihat kemaslahatannya. Jika dia ragu terhadap kemaslahatannya maka tidak berbicara.”

Seorang laki-laki duduk di samping asy-Sya’bi, salah seorang tabiin dengan harapan mendengar ucapan-ucapan asy-Sya’bi yang berharga, tetapi harapannya tidak terwujud. Asy-Sya’bi terus diam, laki-laki itu bertanya, “Mengapa Anda tidak berbicara?” Asy-Sya’bi menjawab, “Aku diam dan aku selamat, aku mendengar dan aku mengetahui. Bagian seseorang itu pada telinganya, sementara lisannya adalah untuk orang lain.” Orang bijak berkata, “Allah menciptakan untukmu dua telinga dan satu lidah agar apa yang kamu dengar dua kali lipat dari apa yang kamu ucapkan.”

Ada yang berkata, “Barangsiapa diam maka dia selamat. Bila berbicara adalah perak maka diam adalah emas. Diam adalah perlindungan bagi lidah. Bila ucapan sudah terlepas dari lidah maka kamu tidak memilikinya, seperti anak panah yang lepas dari busurnya.”

Ada yang berkata, “Kamu menyesal karena tidak berkata lebih ringan daripada kamu menyesal karena berkata. Bila aku berbicara maka pembicaraan menguasaiku dan bila aku belum berbicara maka aku mengusai pembicaraan. Keselamatan adalah sepuluh bagian, sembilan bagian ada pada diam.”

Ada yang berkata, “Jagalah lisanmu seperti kamu menjaga hartamu. Bila seseorang tidak menjaga lisannya maka dia lebih tidak menjaga selainnya. Tidak ada sesuatu di muka bumi yang lebih patut untuk dipenjara dalam waktu lama daripada lidah. Di antara tanda pemahaman seseorang adalah minimnya perkataan dalam perkara yang tidak penting baginya.”

Rasulullah bersabda, “Bukankah yang membuat manusia tersungkur di atas wajahnya di dalam api neraka hanyalah hasil dari lidahnya?” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Muadz bin Jabal dan at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”

Ada yang berkata, “Barangsiapa banyak bicara maka akan banyak salahnya. Perkataan bisa menusuk seperti jarum bahkan lebih dari jarum.” Imam Malik berkata, “Tidak ada kebaikan pada banyak bicara, lihatlah kepada kaum wanita dan anak-anak, mereka selalu berbicara tanpa berhenti.” Al-Hasan al-Bashri berkata, “Orang berakal menempatkan lisannya di balik akalnya dan orang bodoh menempatkan akalnya di balik lidahnya.” Wallahu a’lam.

Dari Bahjatul Majalis, Hafizhul Maghrib Abu Umar Ibnu Abdul Barr.