Oleh: Musthafa Aini, Lc.

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّد صلى الله عليه و سلم ٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Kaum Muslimin Sidang Jum’Hadirin Kaum Muslimin, Jama’ah Shalat Jum’at Sekalian

Melalui mimbar Jum’at ini, kami selaku khatib mengajak kepada diri kami khususnya dan kepada para jamaah sekalian pada umumnya, mari kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala, meningkatkan kualitas iman dan ibadah kita kepadaNya dan berpegang teguh kepada kitab suci al-Qur`an dan Sunnah Nabi kita, Muhammad Sallallahu ‘Alahi Wasallam.

Semoga shalawat dan salam selalu Allah limpahkan kepada panutan dan teladan kita, Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alahi Wasallam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta segenap para pengikutnya yang setia kepada sunnahnya hingga Hari Kiamat kelak.

Hadirin Kaum Muslimin, Para Tamu Allah

Kita kaum Muslimin tentu mengenal sebutan al-Khulafa ar-Rasyidun, namun tidak sedikit yang masih awam terhadap mereka apalagi mengenalnya secara terperinci atau detail. Padahal mengenal kepribadian dan sejarah hidup mereka sangat penting, sebab Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alahi Wasallam pernah mengeluarkan wasiat kepada umatnya, termasuk kita, agar tetap berpegang teguh kepada ٍSunnah beliau dan Sunnah al-Khulafa’ ar-Rasyidun di tengah-tengah banyaknya pertikaian, perselisihan, dan fitnah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab Sunannya dari al-`Irbadh bin Sariyah radiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan :

صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ الله كَأَنَّ هذه مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى الله، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“Pada suatu hari Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam shalat bersama kami lalu berbalik arah menghadap kepada kami. Kemudian beliau memberikan satu mau’izhah (nasihat atau pesan) yang membuat air mata berlinang dan hati menjadi takut. Maka salah seorang berkata, ‘Ya Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau pesankan kepada kami?’ Beliau bersabda, ‘Aku berpesan kepada kalian untuk selalu tetap bertakwa kepada Allah, mendengar dan patuh (kepada pemimpin), sekalipun ia berasal dari hamba berkebangsaan Etiopia (berkulit hitam). Sebab, siapa saja yang hidup sepeninggalanku nanti akan menjumpai banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian tetap berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa’ Rasyidin yang telah mendapat petunjuk, berpeganglah kepadanya dan gigitlah ia erat-erat dengan geraham kalian. Dan waspadalah kalian terhadap perkara-perkara baru (yang diada-adakan), karena setiap perkara baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan.”

Hadirin, Jamaah Shalat Jum’at Sekalian

Untuk itu mari pada kesempatan ini kita mengenali secara singkat salah satu dari empat Khulafa’ itu, yaitu Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, khalifah keempat.

Nama dan Nasab beliau:

Beliau adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam. Jadi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam. Beliau dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.

Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam masih anak-anak.

Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan kakek tercintanya, Abdul Muththalib.

Hadirin Jamaah Shalat Jum’at, yang Berbahagia

Ali bin Abi Thalib masuk Islam:

Mayoritas ahli sejarah Islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radiyallahu ‘anha, di mana usia beliau saat itu masih berkisar antara 10 dan 11 tahun. Ini adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi beliau, di mana beliau hidup bersama Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam dan terdepan memeluk Islam. Bahkan beliau adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, sebagaimana ditulis oleh al-Askari (penulis kitab al-Awa`il).

Sifat fisik dan kepribadian beliau:

Beliau adalah sosok yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak tinggi, perut besar, warna kulit sawo matang, berjenggot tebal berwarna putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tampan, dan memiliki gigi yang bagus, dan bila berjalan sangat cepat.

Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu adalah sosok manusia yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu. Pakaian beliau berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusat dan menggantung sampai setengah betis, dan pada bagian atas tubuh beliau adalah rida’ (selendang) dan bahkan pakaian bagian atas beliau bertambal. Beliau juga selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban.

Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma`ruf.

Beliau menikahi Fatimah az-Zahra putri Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam dan dikarunia dua orang putra, yaitu al-Hasan dan al-Husain.

Hadirian, Jamaah Shalat Jum’at yang Berbahagia

Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu adalah sosok pejuang yang pemberani dan heroik, pantang mundur, tidak pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran. Keberanian beliau dicatat di dalam sejarah, sebagai berikut:

a) Ketika Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat rumah beliau dikepung di malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kabilah Arab untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, dengan penuh tawakal kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Keesokan harinya, Ali radiyallahu ‘anhu disuruh menunjukkan keberadaan Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam, namun beliau menjawab tidak tahu, karena beliau hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas.

b) Beliau kemudian pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka seti-banya di Madinah.

c) Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, selain perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga menjadi pemegang panji Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam.

Hadirin Jamaah Shalat Jum’at yang Berbahagia

Keutamaan Ali bin Abi Thalib

Keutamaan Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di antaranya:

1) Ali radiyallahu ‘anhu adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.

Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia, dia mencinta Allah dan RasulNya, dan dia di-cintai Allah dan RasulNya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali radiyallahu ‘anhu pun datang. Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali radiyallahu ‘anhu dan mendoakannya. Dan Ali radiyallahu ‘anhu pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya. Ali radiyallahu ‘anhu berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).

2) Jiwa juang Ali radiyallahu ‘anhu sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali radiyallahu ‘anhu agar menjaga Madinah, Ali radiyallahu ‘anhu merasa keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?”

Namun Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali radiyallahu ‘anhu yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

3) Beliau juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.

4) Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam telah menyatakan kepada Ali radiyallahu ‘anhu, bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya, kecuali orang munafik. (HR. Muslim)

5) Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam juga pernah bersabda kepada Ali radiyallahu ‘anhu :

أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ.

“Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” (HR. al-Bukhari).

6) Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit sekalipun, dan beliau juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha-‘iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal sangat dalam ilmunya. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, halaman 283).

Hadirin Jamaah Shalat Jum’at yang Berbahagia

Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah:

Ketika Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu diangkat menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam, dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci Madinah dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah ketiga, Uts-man bin ‘Affan radiyallahu ‘anhu.
Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:
1) Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.
2) Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan radiyallahu ‘anhu, yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jamal dan Shiffin.
3) Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembela beliau kemudian berbalik memerangi beliau.

Namun dengan kearifan dan kejeniusan beliau dalam me-nyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, beliau dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim), sekalipun umat Islam pada saat itu masih belum bersatu secara penuh.

Hadirin Sekalian

Abdurrahman bin Muljam, salah seorang pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah, yaitu kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu ia melakukan makar bersama dua orang rekannya yang lain, yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar at-Tamimi, untuk menghabisi Ali, Mu’awiyah dan Amr bin al-‘Ash radiyallahu ‘anhum, karena dia anggap sebagai biang keladi per-tumpahan darah.

Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah dan Amr bin al-‘Ash, sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan pedang-nya di kepala Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, pada dini hari Jum’at, 17 Ramadhan, tahun 40 H. dan beliau wafat keesokan hari-nya.

Hadirin Sekalian

Demikianlah secara singkat perjalanan hidup Khalifah ke-empat, Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا اللهُ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.

KHUTBAH KEDUA :

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:

Hadirin Sekalin, Jamaah yang Berbahagia

Berani menegakkan kebenaran dan menyampaikan yang hak dengan hikmah dan mau`izhah hasanah adalah sifat dasar seseorang yang beriman. Maka mari kita tancapkan sedalam-dalamnya karak-ter takwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dengan senantiasa kembali dan berpegang teguh kepada al-Qur`an dan Hadits Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, istiqamah di jalan tauhid dan ittiba` (mengikuti) sunnah Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam.
Dan bershalawatlah untuk Nabi kita, Muhammad, sebab Allah Subhanahu Wata’ala telah memerintahkannya di dalam kitab suci al-Qur`an :

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan sampaikanlah salam atasnya.” (Al-Ahzab: 56).

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar Z )