Dasar yang dirasakan oleh masing-masing suami istri setelah akad nikah selesai adalah kepercayaan masing-masing akan kebebasan penghidupnya dari cacat seksual atau cacat yang menjijikan atau yang dapat menular. Maka apabila salah satu dari keduanya menemukan cacat yang memungkinkan kebahagiaan hidup berumah tangga tidak akan tercapai, maka masing-masing boleh meminta agar dipisah, karena kalau tidak dipisah maka akan banyak madarrat dan tidak akan ada keharmonisan.

Akan tetapi jika pemisahan itu terjadi sebelum terjadi hubungan senggama maka tidak ada mahar bagi istri, apakah pemisahan itu dari pihak suami ataupun dari pihak istri. Sebab, jika pemisahan (fasakh) itu dari pihak istri, maka hak maharnya gugur. Dan jika pemisahan datang dari pihak suami, maka hal itu disebabkan cacat yang disembunyikan oleh istri terhadap suaminya, maka ia tidak berhak mendapatkan mahar sedikit pun. Namun jika pemisahan dilakukan sesudah terjadi hubungan senggama, maka dia berhak mendapat mahar, dan pemisahan dilakukan oleh hakim (pengadilan).