Kalimat ini diucapkan oleh seorang wanita yang baru saja masuk Islam, darinya tercium aroma pengingkaran terhadap buruknya perbuatan buruk ini, bahwa perbuatan tersebut tidak pantas dengan kemerdekaan seseorang, artinya selama seseorang itu merdeka, maka tidak layak baginya terjatuh ke dalam perbuatan memalukan ini, dan bila seseorang melakukan perbuatan ini maka lepas sudah gelar orang merdeka dari tangannya dan dia merosot ke level yang lebih rendah, level hamba.

Wanita yang mengucapkan kalimat di atas Hind binti Utbah, wanita ini –sekalipun sebelum masuk Islam terkenal dengan permusuhannya kepada Islam dan kaum muslimin- adalah wanita terhormat yang menjaga kehormatannya dan menolak perkara-perkara rendah.

Saat itu peristiwa Fathu Makkah, penduduk Makkah tunduk dan orang-orang berbondong-bondong masuk Islam dan membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merampungkan baiat dengan kaum laki-laki, beliau membaiat kaum wanita, salah seorang dari mereka adalah Hind binti Utbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaiat kaum wanita agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh ana-anak mereka, tidak mendatangkan kebohongan yang mereka buat di antara tangan-tangan dan kaki-kaki mereka dan tidak membangkang dalam perkara yang ma’ruf.

Manakala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak berzina.” Hind berkata, “Apakah wanita merdeka berzina?”

Menelusuri kehidupan masa jahiliyah, kehidupan yang tiada tatanan dan aturan yang mengikat rasa malu yang tersisa pada sebagian pribadi, tiada kepemimpinan dan dominasi kecuali bagi si kuat atas si lemah, tiada ikatan yang membatasi kecuali sebatas hati nurani yang belum mati, dalam lingkungan seperti ini, dalam masyarakat semacam ini, seseorang bisa bebas melakukan tindakan, seseorang bisa mengerjakan perbuatan sebagai lampiasan hawa nafsu dan dorongan kesenangannya, termasuk dorongan kepada lawan jenis melalui lahan perzinaan, tidak mengherankan bila salah satu lahan subur di zaman itu adalah lahan hubungan haram ini.

Namun setelah membaca ucapan wanita yang di zamannya termasuk tokoh masyarakatnya di atas, penulis bisa menyimpulkan ternyata tidak semua kalangan terjangkit penyakit haram yang menjadi sebab penyakit berbahaya ini, rupanya sekelompok orang terhormat –salah satunya adalah wanita itu- yang masih mempertahankan kehormatan dan kemuliaannya, menolak perbuatan yang satu ini, bagi mereka perbuatan ini hanyalah arang yang menyoreng di kening dan selanjutnya susah untuk di hapus, sehingga dia pun berkata, “Apakah wanita merdeka berzina?”

Bila kita menelisik lebih cermat, mengorek lebih teliti, maka kita bisa menarik sebuah pemaparan kebenaran dari perkataan tersebut, artinya bila seseorang memang benar-benar orang merdeka, maka ia pasti menolak perbuatan yang satu ini, hal itu karena perbuatan ini akan merampas kemerdekaannya. Orang yang terjerat jaring najis ini sehingga dia melakukan perbuatan ini adalah orang yang terampas kemerdekaannya oleh hawa nafsunya, sehingga dia menjadi hamba atau budak bagi hawa nafsunya, dia akan sulit melepaskan diri dan mengembalikan kemerdekaannya karena kuatnya jeratan kenikmataan sesaat. Ini pertama.

Yang kedua, dia juga menjadi budak bagi pasangannya, karena perbuatan ini hanya bisa terjadi dari dua pihak, dengan asumsi bahwa yang bersangkutan bisa merdeka dari perbudakan hawa nafsunya sendiri, meninggalkan perbuatan ini dan bertaubat darinya, belum tentu dia bisa lepas dari pasangannya, lebih-lebih bila melakukan dengan banyak orang, mungkin dia bisa menghentikan dari dirinya sendiri dan menjadi orang merdeka, lalu bagaimana dengan orang-orang yang telah menikmatinya tanpa akad pernikahan? Relakah mereka melepaskannya yang berarti hilangnya lahan eksploitasi kenikmatan?

Yang ketiga, bila perbuatan ini berlatar belakang uang, maka yang bersangkutan adalah orang yang diperbudak uang, diperhamba harta sampai dia rela mencampakkan kemerdekaannya demi menjadi hamba uang.

Yang keempat, yang bersangkutan menjadi hamba penyakit yang berbahaya, dan dalam kapasitasnya sebagai wanita, dia lebih beresiko, karena struktur penciptaan wanita adalah sebagai wadah penampung, dalam perbuatan ini penampung ingus haram, sebagaimana wadah yang menampung ia lebih rentan untuk diperbudak oleh penyakit.

Yang kelima, yang bersangkutan menjadi hamba dari rasa malu di depan masyarakat, walaupun sisi ini kurang gregetnya, karena sikap ketat masyarakat sudah merenggang terseret toleransi palsu akibat seringnya hal ini terjadi sehingga lahir sikap pemakluman yang terpaksa, rasa malu ini lebih menguat manakala dari hubungan haram ini lahir seorang anak.

Yang keenam, bila Anda sebagai wanita yang berstatus istri, maka Anda adalah hamba bagi kehancuran rumah tangga Anda sendiri, karena fakta membuktikan bahwa hanya suami yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu alias dayyuts sajalah yang rela bejananya dijilat anjing kotor lagi kudisan.

Benarlah adanya ucapan Hind binti Utbah, “Apakah wanita merdeka berzina?” Dan sebelum itu ayat al-Qur`an telah berkata, “Jangan dekati zina, sesungguhnya ia adalah perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk.” (Al-Isra`: 32). Wallahu a’lam.