Pemikiran dan Keyakinan

1- Pendiri jamaah menetapkan enam prinsip dasar yang merupakan asas bagi dakwahnya:

A- Kalimat thayyibah, La ilaha illallah.
B- Khusu’ di dalam shalat.
C- Ilmu dan Dzikir.
D- Menghormati kaum muslimin.
E- Ikhlas.

2- Cara jamaah dalam berdakwah:

Sekelompok orang dari mereka keluar untuk berdakwah kepada penduduk suatu desa atau kota tertentu atau lingkungan tertentu, masing-masing berbekal tikar seadanya dan bekal seminimnya sehingga kesederhanaan menjadi ciri khas.

Ketika mereka tiba di kota atau desa sasaran maka mereka berbagi tugas, ada yang membersihkan tempat yang akan menjadi markas mereka dan ada yang berkeliling ke perkumpulan-perkumpulan untuk mengajak orang-orang agar berkenan hadir ke majlis mereka guna mendengarkan nasihat atau khutbah atau pelajaran.

Setelah mendengar nasihat atau khutbah maka mereka mengajak hadirin untuk ‘khuruj fi sabilillah’ dan setelah shalat Shubuh mereka membagi hadirin menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang da’i dari mereka, da’i ini mengajarkan al-Fatihah dan surat-surat pendek kepada yang hadir, hal ini berlangsung beberapa hari.

Di saat waktu tinggal mereka di suatu desa hampir habis, mereka menyeru orang-orang untuk ikut bersama mereka, ‘khuruj fi sabilillah’ untuk menyampaikan dakwah. Angka yang paling bagus menurut mereka dalam ‘khuruj’ ini adalah satu hari dalam seminggu, tiga hari dalam sebulan, empat puluh hari dalam setahun dan empat bulan seumur hidup.

3- Menolak menghadiri undangan walimah dari penduduk setempat dengan alasan hal itu membuat mereka sibuk dengan perkara yang bukan perkara dakwah di samping membuat mereka tidak ikhlas.

4- Tidak membawa pemikiran mengingkari kemungkaran dengan alasan bahwa mereka saat ini berada dalam fase penyiapan iklim yang pas bagi kehidupan Islam dan bahwa mengingkari kemungkaran bisa menghambat upaya tersebut.

5- Taklid dan bermadzhab adalah wajib, tidak boleh berijtihad dengan alasan bahwa syarat-syarat ahli ijtihad tidak terpenuhi pada ulama-ulama zaman ini.

6- Menggunakan dakwah dengan cara menyentuh perasaan sehingga mereka berhasil menarik orang-orang yang sebelumnya terjerumus ke dalam dosa-dosa dan foya-foya ke jalan yang benar dan merubah mereka menjadi ahli dzikir dan ibadah.

7- Alergi dengan politik dan melarang jamaah untuk terjun atau membicarakannya serta mengkritik siapa yang berkecimpung di dalamnya, mereka berkata bahwa politik adalah meninggalkan politik.

8- Terpengaruh dengan tarekat-terekat sufi yang ada di India, hal ini terbaca melalui:

A- Seorang murid harus membaiat Syaikh, siapa yang mati tanpa baiat maka dia mati jahiliyah dan biasanya baiat ini dilaksanakan di tempat umum, selembar kain dalam ukuran sangat lebar dihamparkan kepada anggota yang berbaiat lalu mereka melafazhkan baiat secara berjamaah.

B- Berlebih-lebihan dalam menyintai syaikh, demikian juga dalam menyintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terkadang membuat mereka keluar dari jalur adab yang benar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

C- Berpijak kepada mimpi-mimpi dan menyetarakannya dengan hakikat sebenarnya dan bahwa cara meraih manisnya iman dalam hati adalah tasawuf.

D- Menyebut-nyebut para tokoh dan imam sufi seperti Abdul Qadir al-Jaelani, as-Sahruwardi, Abu Manshur al-Maturidi dan Jalaluddin ar-Rumi.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.