RUKUN, CABANG, DAN PEMBATAL
Firman Allah,

أƒأ،أ£ أٹأ‘ أںأ­أ‌ أ–أ‘أˆ أ‡أ،أ،أ¥ أ£أ‹أ،أ‡ أںأ،أ£أ‰ أکأ­أˆأ‰ أںأ”أŒأ‘أ‰ أکأ­أˆأ‰ أƒأ•أ،أ¥أ‡ أ‹أ‡أˆأٹ أ¦أ‌أ‘أڑأ¥أ‡ أ‌أ­ أ‡أ،أ“أ£أ‡أپ . أٹأ„أٹأ­ أƒأںأ،أ¥أ‡ أںأ، أچأ­أ¤ أˆأ…أگأ¤ أ‘أˆأ¥أ‡ آ، أ¦أ­أ–أ‘أˆ أ‡أ،أ،أ¥ أ‡أ،أƒأ£أ‹أ‡أ، أ،أ،أ¤أ‡أ“ أ،أڑأ،أ¥أ£ أ­أٹأگأںأ‘أ¦أ¤ .

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.â€‌ (Ibrahim: 24-25).

Ibnu Sa’di berkata, “Allah mengumpamakan kalimat iman yang merupakan kalimat terbaik dengan sebuah pohon yang merupakan pohon terbaik yang disifati dengan sifat-sifat yang terpuji, akarnya menghujam kokoh, tetap tumbuh, buahnya senantiasa setiap waktu dan setiap saat, ia memberi manfaat-manfaat yang bermacam-macam dan buah-buah yang berguna bagi pemiliknya.â€‌
Jika iman diibaratkan pohon terbaik, dan pohon memiliki akar, batang, cabang dan buah, dan ia merupakan pohon terbaik maka semua itu merupakan yang terbaik pula, maka iman juga demikian.

1. RUKUN IMAN
Rukun berarti penyangga yang kokoh. Yang dimaksud dengan rukun iman adalah sendi-sendi yang merupakan pijakan tegaknya iman.
Rukun iman ditetapkan oleh Rasulullah saw dalam jawaban beliau kepada Jibril yang bertanya tentang iman. Rasulullah saw menjawab,

أƒأ¤ أٹأ„أ£أ¤ أˆأ‡أ،أ،أ¥ أ¦أ£أ،أ‡أ†أںأٹأ¥ أ¦أںأٹأˆأ¥ أ¦أ‘أ“أ¦أ،أ¥ أ¦أ‡أ،أ­أ¦أ£ أ‡أ،أ‚أژأ‘ أ¦أٹأ„أ£أ¤ أˆأ‡أ،أ‍أڈأ‘ أژأ­أ‘أ¥ أ¦أ”أ‘أ¥ .

“Engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, kepada Hari Akhir dan engkau beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.â€‌ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini merupakan pijakan yang shahih dalam menetapkan rukun iman yang enam yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, Hari Akhir, dan takdir yang baik maupun buruk.
Kedudukan rukun bagi iman.
Dari maknanya bisa diketahui bahwa rukun merupakan penopang utama bagi sesuatu, tanpanya sesuatu tidak mungkin tegak, ia akan ambruk dan runtuh, sama halnya rukun bagi iman, tidak ada iman tanpa penyangganya yang berjumlah enam di atas, bahkan jika satu saja dari enam penyangga tersebut lenyap maka ia mempengaruhi yang lain dengan menjadikannya lenyap pula karena enam rukun tersebut merupakan satu kesatuan.

2. CABANG IMAN
Rasulullah saw menetapkan bahwa iman memiliki cabang-cabang. Sabda Nabi saw,

أ‡أ،أ…أ­أ£أ‡أ¤ أˆأ–أڑ أ¦أ“أˆأڑأ¦أ¤ آ، أƒأ¦ أˆأ–أڑ أ¦أ“أٹأ¦أ¤ أ”أڑأˆأ‰ آ، أ‌أƒأ‌أ–أ،أ¥أ‡ أ‍أ¦أ، أ،أ‡أ…أ،أ¥ أ…أ،أ‡ أ‡أ،أ،أ¥ آ، أ¦أƒأڈأ¤أ‡أ¥أ‡ أ…أ£أ‡أکأ‰ أ‡أ،أƒأگأ¬ أڑأ¤ أ‡أ،أکأ‘أ­أ‍ آ، أ¦أ‡أ،أچأ­أ‡أپ أ”أڑأˆأ‰ أ£أ¤ أ‡أ،أ…أ­أ£أ‡أ¤ .

“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan â€کLa ilaha illallah’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.â€‌ (HR. Muslim).
Hadits ini menetapkan bahwa cabang tertinggi dari iman adalah syahadat tauhid di mana seluruh cabang iman bertumpu kepadanya, ia tidak sah tanpanya. Sementara cabang terendah dari iman adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu seperti duri, pecahan kaca, paku dan sebagainya dari jalan kaum muslimin. Di antara cabang tertinggi dengan cabang terendah terdapat cabang-cabang lain seperti menyintai Rasulullah saw melebihi siapa pun, menyintai orang-orang Anshar, menyintai saudara seiman seperti menyintai diri sendiri, berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, mengingkari kemungkaran dari tangan, lisan dan hati, jihad di jalan Allah dan sebagainya. Nabi saw sendiri tidak merinci cabang-cabang tersebut maka sebagian ulama berusaha mengetahuinya, salah seorang dari mereka adalah Imam al-Baihaqi yang mengumpulkan tujuh puluh tujuh cabang dalam bukunya Syu’abul Iman.
Karena hadits ini menetapkan cabang iman tertinggi dan terendah maka ini berarti bahwa cabang-cabang iman tidak sederajat, ia berbeda-beda derajatnya walaupun seluruhnya termasuk ke dalam cabang iman. Di antara cabang-cabang tersebut terdapat cabang yang merupakan ushul (pokok) di mana iman bisa lenyap tanpanya dan sebagian lainnya merupakan furu’ (cabang) di mana kesempurnaan iman bisa lenyap karenanya dan ia menyusut sehingga pemiliknya bisa bergelar fasik.

3. PEMBATAL IMAN
Terdapat perkara-perkara yang bisa membatalkan iman, ia dikenal dengan istilah nawaqidhul iman. Jika iman mungkin bertambah dan mungkin berkurang maka ia pun mungkin batal manakala pemiliknya melakukan salah satu dari nawaqidhul iman. Dalam Kitab Tauhid karya Tim Ahli Tauhid jilid dua disebutkan beberapa perkara yang membatalkan iman.
1) Mengingkari rububiyah Allah atau sesuatu dari kekhususan-kekhususanNya, atau mengaku memiliki sesuatu dari kekhususan tersebut atau membenarkan orang yang mengakuinya. Seperti yang dilakukan oleh Fir’aun yang berkata,

أ‌أ‍أ‡أ، أƒأ¤أ‡ أ‘أˆأںأ£ أ‡أ،أƒأڑأ،أ¬ .

“(Seraya) berkata, â€کAkulah Tuhanmu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 24).

2) Sombong dengan menolak beribadah kepada Allah.
Allah berfirman, “Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah.â€‌ (An-Nisa`: 173).
3) Menjadikan perantara dan penolong yang dia sembah atau dia mintai (pertolongan) selain Allah. Firman Allah,
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, â€کMereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (Yunus: 18).
4) Menolak sesuatu yang ditetapkan Allah untuk diriNya atau yang ditetapkan oleh RasulNya. Begitu pula orang yang menyifati seseorang (makhluk) dengan sesuatu yang khusus bagi Allah, seperti ilmu Allah. Termasuk juga menetapkan sesuatu yang dinafikan Allah dari diriNya atau yang telah dinafikan dariNya oleh RasulNya. Allah berfirman kepada RasulNya,
“Katakanlah, â€کDia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlas: 1-4).
5) Mendustakan Rasulullah saw dalam sesuatu yang beliau bawa. Allah swt berfirman,
“Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulNya), kepada mereka telah datang rasul-rasulNya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur, dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.â€‌ (Fathir: 25).
6) Berkeyakinan bahwa petunjuk Rasulullah saw tidak sempurna atau menolak sesuatu hukum syara’ yang telah Allah turunkan kepadanya, atau meyakini bahwa selain hukum Allah itu lebih baik, lebih sempurna dan lebih memenuhi hajat manusia, atau meyakini kesamaan hukum Allah dan RasulNya dengan hukum yang selainnya, atau meyakini dibolehkannya berhukum dengan selain hukum Allah. Allah swt berfirman,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.â€‌ (An-Nisa: 60).
7) Tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu tentang kekafiran mereka, sebab hal itu berarti meragukan apa yang dibawa oleh Rasul saw. Allah swt berfirman,
“Dan mereka berkata, â€کSesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya.” (Ibrahim: 9).
8) Mengolok-olok atau mengejek-ejek Allah atau al-Qur`an atau agama Islam atau pahala dan siksa dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah saw atau seorang nabi, baik itu gurauan maupun sungguhan. Allah swt berfirman,
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, â€کSesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, â€کApakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.â€‌ (At-Taubah: 65-66).
9) Membantu orang musyrik atau menolong mereka untuk memusuhi orang muslim. Allah swt berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.â€‌ (Al-Maidah: 51).
10) Meyakini bahwa orang-orang tertentu boleh keluar dari ajaran Rasulullah saw, dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau. Allah swt berfirman,
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.â€‌ (Al-Maidah: 3).
(Dari : At-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman, Ibnu Sa’di, Kitab Tauhid jilid 2, Tim Ahli Tauhid)