Mimpi (baik ru`ya atau ahlam) merupakan hal yang sering menyita perhatian kebanyakan orang sebab tiada hari yang mereka lalui tanpa mengalaminya. Sementara syari’at kita yang suci telah memaparkan secara rinci hukum-hukum yang terkait dengan mimpi. Bahkan dasar-dasarnya telah termuat dalam al-Qur`an al-Karim.

Landasan Mimpi

Mimpi disebutkan di banyak tempat dalam al-Qur’an, di antaranya, dalam surat Yusuf di mana kita menemukan bagaimana Allah subhanahu wata’ala memberikan informasi kepada kita mengenai Nabi Yusuf ‘alaihis salam yang mengabarkan melihat ru`ya. Kemudian ru`ya (mimpi) itu ternyata terealisasi setelah sekian tahun. Pada ayat 4 surat Yusuf, Allah subhanahu wata’ala berfirman melalui lisan Yusuf ،¦alaihis salam, artinya,
“Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepada ku.” (QS. Yusuf: 4).

Lalu pada akhir surat, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf, ‘Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; Sesungguhnya Rabbku telah menjadikan suatu kenyataan’.” (QS. Yusuf:100).

Yakni bahwa saudara-saudaranya itulah yang dimaksud dengan kawakib (bintang-bintang) dalam mimpinya tersebut, sedang asy-syams (matahari) adalah ayahnya dan al-qamar (bulan) adalah ibunya.!

Dalam surat ini juga, Allah subhanahu wata’ala menginformasikan mengenai raja kafir yang bermimpi, lalu kemudian hal itu benar-benar terjadi seperti dalam mimpinya itu. (Baca: QS. Yusuf, ayat 43-44). Demikian juga di dalam surat al-Anfal, ayat 43-44; Yunus, ayat 62-64; al-Isra’, ayat 60 dan lainnya. Sedangkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga terdapat banyak sekali penyebutan tentang mimpi, di antaranya:

– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ru`ya Shadiqah (mimpi baik) itu merupakan satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian.” (HR. al-Bukhari)

– Sabda beliau, “Ru`ya Shadiqah berasal dari Allah dan ‘hulm’ berasal dari setan.” (HR. al-Bukhari), dan hadits-hadits lainnya.

Kedudukan Mimpi

Mimpi memiliki kedudukan yang agung sejak awal pertama terciptanya manusia. Mereka sangat perhatian terhadapnya karena ia merupakan hal yang aneh dan unik. Tak heran, bila tidak pernah pada suatu zaman kosong dari kehadiran para pena’bir mimpi. Hal ini dikarenakan masalah mimpi tersebut banyak menyita perhatian manusia. Imam an-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim berkata, “Para ulama mengatakan, rahasia kenapa wahyu pertama yang diterima Rasulullah berupa Ru`ya adalah agar beliau tidak dikejutkan oleh malaikat dengan kedatangan risalah kenabian secara terang-terangan dan mendadak yang tidak dapat ditanggung oleh kekuatan manusia. Karenanya dimulai dengan sifat kenabian pertama dan beberapa kabar gembira berupa mimpi yang benar.”

Perbedaan antara Ru`ya dan Ahlam

Syaikh al-Munajjid berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ru`ya Shadiqah (mimpi baik) berasal dari Allah dan ‘Hulm’ (jamaknya Ahlam) berasal dari setan.” Ru`ya yang dinisbatkan kepada Allah subhanahu wata’alaƒntidak dikatakan Hulm dan yang dinisbatkan kepada setan tidak dikatakan Ru`ya. Perbedaan ini telah ditunjukkan oleh syari’at. Ru`ya adalah hal baik yang dilihat manusia dalam mimpinya sedangkan Hulm adalah apa yang diimpikan dan dilihat dalam mimpi. Keduanya masih sinonim.” Sedangkan al-Alusi dalam tafsirnya menyebutkan, Ru`ya dan Ahlam adalah apa dilihat seorang yang tidur secara mutlak, hanya saja penggunaan Ru`ya lebih dominan untuk hal yang baik sedangkan Ahlam sebaliknya.

Hakikat Mimpi

Para ulama mengatakan bahwa ruh manusia memiliki tiga jiwa. Mengenai hal ini, Allah subhanahu wata’alaberfirman, artinya, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Ia tahanlah jiwa (orang) yang telah Ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. az-Zumar: 42). Ruh merupakan beberapa jiwa dan jiwa-jiwa itu ada pada saat mimpi, di antaranya;

– Jiwa yang ada bersama orang tidur, yang selalu mendatanginya dan membuat hidupnya berjalan.

– Jiwa yang dicabut oleh Allah subhanahu wata’ala dan dimatikan-Nya. Jiwa ini berada di sisi-Nya.

– Jiwa yang berjalan-jalan dan pergi ke sana ke mari. Jiwa ini terpisah dari raga. Setiap jiwa-jiwa ini dekat dengan badan lalu kembali kepadanya secepat kilat. Maka, jiwa yang berjalan-jalan inilah jiwa yang darinya dan perjalanannya timbul Ru`ya dan Ahlam. Bila jiwa ini ditiup malaikat, maka ia membuat permisalan baginya, baik berupa lafazh-lafazh, bentuk-bentuk atau kejadian-kejadian, dzat-dzat dan kisah-kisah. Maka ketika itu, Ru`ya merupakan permisalan dari malaikat. Bagian ini adalah Ru`ya yang benar adanya.

Klasifikasi Mimpi

Secara asal, seperti yang disebut kan Syaikh Khalid al-‘Anbari, mimpi ada tiga jenis:

Pertama, Ru`ya Shalihah yang merupakan kabar gembira dari Allah subhanahu wata’ala dan satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian.

Ke dua, Mimpi buruk dan dibenci, yaitu hal-hal menakutkan yang berasal dari syetan untuk membuat manusia bersedih dan mempermainkannya di dalam mimpi.

Ke tiga, Mimpi yang diakibatkan kondisi psikologis seseorang dalam keadaan jaga, lalu terbawa ke dalam mimpinya, termasuk juga hal yang biasa dilihatnya waktu jaga seperti orang yang biasanya makan pada waktu tertentu lalu tidur ketika itu, maka ia melihat dirinya makan dalam mimpi, atau merasa muak dengan makanan atau minuman, lalu bermimpi sedang muntah.

Sedangkan selebihnya, maka hanyalah mimpi-mimpi kosong saja, yakni mimpi-mimpi yang bercampur baur dan tidak layak dita’bir karena bercampur-baur dan tidak memenuhi standar dasar Ru`ya! Sebagian ulama mengatakan, mimpi ada tiga jenis:

Pertama, Ru`ya yang merupakan kabar gembira dari Allah subhanahu wata’ala, yaitu Ru`ya Shalihah seperti yang terdapat dalam hadits.

Ke dua, Mimpi peringatan dan berasal dari setan.

Ke tiga, mimpi yang ditimbulkan oleh diri seseorang.

Mimpi peringatan syetan adalah merupakan mimpi yang batil, yang tidak perlu dianggap.!

Kesalahan dalam Masalah Mimpi dan Sikap Mukmin

Ada beberapa kesalahan yang dilakukan banyak orang, di antaranya:

– Terlalu tergesa-gesa dalam menceritakan mimpinya kepada setiap orang, tanpa memilah dan memilih lagi. Tidak mesti pula, semua mimpinya itu harus ia tanyakan kepada orang; bila bertanya, maka hendaknya ia menyeleksi orang-orang yang mengetahui tentang mimpi. Hendaknya ia bertanya kepada ulama dan bukan orang-orang jahil sebab sebagian mimpi ada yang tidak diketahui ta’birnya kecuali setelah dilakukan perenungan dan pengamatan. Ada di antaranya yang jelas ta’birnya dan ada yang masih terselubung. Tidak harus orang yang dikenal ahli ta’bir mimpi di mana apa yang dita’birnya itu banyak yang tepat, pasti selalu tepat. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengenai ta’bir mimpi, lalu ia mena’birnya, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Kamu tepat pada sebagian dan keliru pada sebagian yang lain.” Padahal beliau termasuk orang yang dikenal pandai mena’bir mimpi.!?

– Ada sebagian orang misalnya, bila melihat dalam mimpinya ada bagian giginya yang patah, ia lalu mena’birnya dengan kehilangan salah seorang yang dikasihinya seperti anaknya atau orangtuanya. Ini adalah keliru, sebab mimpi yang terkait dengan gigi itu memiliki banyak kondisi; gigi bagian atas, bagian bawah, bagian depan, belakang, gigi taring; semuanya tidak sama dalam Pena’birannya dan perlu rincian.!! Bila mengalami mimpi buruk sepertinya, maka tidak perlu bersedih dan hendaknya memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala, lalu meludah kecil ke sebelah kiri seraya membalikkan badannya ke arah lain. Bila hal ini dilakukan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi petunjuk, “Sebab hal itu tidak membahayakannya.” (Abu Hafshoh)

SUMBER: – Ahkam ar-Ru`a Wa al-Ahlam, Syaikh Shalih Abdul Aziz Al Syaikh. ،Sittuna Mas`alah Haula ar-Ru`ya Wa al-Ahlam, Abu ‘Azzam al-Makki