Tanya :

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya: Sebagian wanita tidak bisa membedakan antara darah haidh dengan darah istihadhah, karena pada umumnya wanita meninggalkan shalat selama ia mengeluarkan darah, bagaimanakah hukumnya tentang hal ini?

Jawab :

Haidh adalah darah yang telah Allah tetapkan pada diri kaum hawa yang umumnya terjadi setiap bulan sebagaimana telah disebutkan dalam hadits shahih dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Adapun mengenai wanita mustaha- dhah dalam hal ini ada tiga kondisi:

Pertama: Wanita yang mengalami haidh pada masa-masa haidh yang pertama kali, maka baginya harus meninggalkan shalat dan puasa selama mengeluarkan darah haidh itu pada tiap bulannya, dan tidak boleh bagi sua-minya untuk menyetubuhi istrinya saat itu hingga habis masa haidh itu, yaitu lima belas hari paling lama menurut sebagian besar ulama. Jika darah tetap mengalir selama lebih dari lima belas hari maka darah ini adalah darah istihadhah, dan untuk itu hendaknya ia menganggap bahwa dirinya mengalami masa haidh selama enam atau tujuh hari saja dengan memperhatikan serta mengikuti apa yang telah terjadi pada kerabat-kerabat wanitanya jika ia tidak bisa membedakan antara darah haidh dan yang bukan darah haidh.

Kedua: Jika ia bisa membedakan, maka hendaknya ia meninggalkan shalat, puasa dan tidak bercampur dengan suaminya selama ada darah yang bisa dibedakan dengan hitamnya atau baunya, setelah selesai masa itu barulah ia mandi (bersuci) dan melaksanakan shalat, dengan syarat bahwa masa haidh itu tidak lebih dari lima belas hari.

Kemudian keadaan ketiga adalah: Wanita ini memiliki masa haidh yang telah ia ketahui, maka ia harus meninggalkan shalat pada masa itu, lalu jika masa haidh itu telah habis maka ia harus segera mandi dan berwudhu setiap kali akan melakukan shalat jika telah masuk waktu shalat, ketetapan ini berlaku jika ia masih tetap mengeluarkan darah di luar masa haidh yang biasanya, dan dibolehkan bagi suaminya untuk mencampuri istrinya itu hingga tiba masa haidh di bulan selanjutnya. Pendapat ini adalah ringkasan dari apa yang telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tentang wanita yang mengeluarkan darah istihadhah, pendapat ini disebutkan oleh pengarang kitab Bulughul Maram yaitu Al-Hafizh Ibnu Hajar dan pengarang kitab Al-Muntaqa yaitu Syaikhul Islam Almajd Ibnu Taimiyah -semoga rahmat Alah dilimpahkan pada keduanya.
( Fatawa Muhimmah Tata’allaq bish Shalah, Syaikh Ibnu Baaz, halaman. 12 )