Setiap nabi yang diutus oleh Allah pasti diberi mukjizat yang membuktikan kebenarannya sebagai nabi yang diutus oleh Allah dan membuat orang-orang beriman bila mereka berkenan untuk beriman, termasuk Nabi Muhammad. Mukjizat yang terjadi melalui tangan beliau berjumlah besar, lebih besar daripada mukjizat yang terjadi pada nabi-nabi yang lain.

Di samping itu, berita tentang mukjizat beliau dinukil dan disampaikan oleh generasi yang merupakan makhluk Allah yang paling baik dan paling jujur, dinukil dari satu generasi ke generasi berikut secara mutawatir sehingga tidak menyisakan celah untuk kebimbangan dan keraguan.

Mukjizat adalah perkara luar biasa di mana manusia tidak mampu menghadirkan yang semisal dengannya, Allah memberikannya kepada seseorang yang Dia angkat sebagai nabi untuk membuktikan kebenaran risalah yang dibawanya.

Al-Qur`an al-Karim adalah mukjizat paling agung Nabi Muhammad, yang langgeng sampai akhir zaman, tidak seorang pun dari kalangan awwalin dan akhirin yang mampu menghadirkan yang semisal dengannya, “Yang tidak datang kepadanya (al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42).

Mukjizat al-Qur`an berbeda dengan mukjizat lainnya dari sisi bahwa ia tetap tegak, langgeng sepanjang kehidupan dunia, sementara mukjizat-mukjizat yang lain berlalu seiring dengan berlalunya waktu sehingga yang tertinggal hanyalah berita. Adapun al-Qur`an maka ia terus menjadi hujjah selama hidup.

Al-Qur`an adalah mukjizat dari banyak segi, dari sisi kata-kata, kalimat-kalimat dan konteks perkataannya, petunjuk kata terhadap makna, petunjuk makna yang terkandung di dalamnya baik dalam bentuk berita, perintah atau larangan.

Empat sisi mukjizat al-Qur`an

Pertama: Mukjizat Balaghi

Di antara sisi mukjizat al-Qur`an adalah mukjizat lughawi (bahasa), balaghah yang terwujud dalam ketinggian bahasa dan susunan kalimatnya dari sisi balaghah dan sastra, sehingga tidak seorang pun dari jin dan manusia yang kuasa menandinginya padahal bangsa di mana al-Qur`an diturunkan pertama kali kepada mereka adalah bangsa yang mengusai bidang ini dan al-Qur`an juga turun dengan bahasa mereka.

Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Isra`: 88).

Tidak seorang pun yang menyambut tantangan ini, karena tidak seorang pun yang mampu, maka Allah Ta’ala menurunkan tantangannya. “Atau (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘Kalau benar yang kamu katakan itu, maka cobalah datangkan sepuluh surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.” (Hud: 13).

Allah terus menurunkan tantanganNya, namun tetap tidak seorang pun yang berani menjawab tantangan tersebut. “Atau (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘Kalau benar yang kamu katakan itu, maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.” (Yunus: 38).

Bila tantangan-tantangan tersebut di Makkah, maka hal sama tetap berlangsung di Madinah setelah hijrah. “Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat saja yang semisal dengan al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya, dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, maka peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 23-24).

Tantangan ini untuk semua manusia bahkan jin, sejak al-Qur`an turun sampai hari Kiamat, al-Qur`an telah didengar dan diketahui oleh khalayak, umum maupun khusus, namun tidak seorang pun sampai saat ini, bahkan sampai nanti, yang berani meladeni tantangan Allah tersebut. Kalau yang mencela, menghina, melecehkan dan mendiskreditkan al-Qur`an banyak, namun apalah arti celaan saja bila pelakunya tidak mampu menghadirkan yang semisal, alih-alih lebih unggul, dari al-Qur`an.

Dari Aqidah al-Muslim, Dr Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani.