Sebuah Realita & Kritikan!

Sebuah Realita
Konsep pemikiran HAM yang berkembang di benua eropa digunakan untuk membebaskan orang eropa dari kejahatan penguasa dan tokoh-tokoh gereja. Tidak untuk melindungi bangsa-bangsa yang masih berada di bawah kolonialis dan imperialis eropa. Bangsa-bangsa ini masih menerima tindakan-tindakan yang menyelisihi HAM.

Sekarang ini HAM memiliki tabiat ineternasional yang tersendiri. Hal ini menjadikan masalah HAM menjadi masalah yang tidak jelas dan sulit difahami. Bercampur antara pemikiran dan sikap. Lihatlah masalah HAM sekarang menjadi senjata efektif negara-negara besar. Hal ini akan nampak dalam penggunaan HAM sebagai standar pemberian bantuan internasional terhadap negara-negara berkembang. Bantuan di halangi dan dilarang kepada negara yang –dianggap- menyelisihi atau dituduh melanggar HAM menurut pandangan negara superpower.

Sangat jelas penerapan HAM model ini mengakibatkan banyak masalah yang merusak undang-undang internasional. Sehingga hal ini menjadi kunci pembuka campur tangan asing yang berlebihan dalam urusan dalam negeri satu negara dengan alasan HAM.

Disamping itu juga ada pihak lain yang akhirnya memiliki peran besar dalam hal ini, yaitu munculnya ormas, perhimpunan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) dibanyak negara hanya untuk memperjuangkan HAM. Nah LSM-LSM ini menjadi lawan negara dan pemerintah dan dijadikan alat oleh “negara besar” untuk campur tangan di negara lain dengan alasan menjaga penerapan prinsip-prinsip HAM.

Sebuah Kritikan !

Perlu diperhatikan bahwa pemikiran eropa tentang HAM dimulai karena alasan politik di masa abad ke-18 M. Tujuan para perintis dan tokoh-tokohnya adalah menguatkan kebebasan umum di masyarakat dan menjadikan kebebasan ini jauh dari rengkuhan para penguasa imperalis, sehingga para penguasa tersebut tidak mampu menghancurkannya tanpa adanya hukum pelanggarannya. Oleh karena itu HAM di eropa sangat berkaitan langsung dengan masalah kebebasan umum yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangannya.

Hal ini tentunya tidak pas, sebab sistem politik berbeda-beda antar negara. Tentunya hal ini akan melemahkan pemikiran HAM sendiri dan menjadikan hak kebebasan umum tersebut seakan-akan dikembangkan untuk melawan pemerintah atau memaksa mereka.

Usaha untuk menyatukan istilah kebebasan umum dengan hak asasi manusia terus berjalan dalam kurun waktu yang panjang. Maka penegasan kebebasan umum dan pengokohan prinsip mendapatkan hak pribadi dalam menghadapi penguasa adalah yang menjadi pusat perhatian para cendikiawan dan mufakkirin, khususnya tokoh perundang-undangan (Rijal al-Qanun).

Hal ini karena sebagian kebebasan tersebut seperti kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat sangat erat dengan kekuasaan dan sistem politik yang berlaku. Sehingga tujuannya adalah membuat nash ketetapan hukum kebebasan dan jaminan penerapannya. Hal ini kembali kepada keadaan umumnya bangsa eropa yang merasakan penjajahan penguasa dan hukum tokoh gereja.

Sedangkan dalam islam hak-hak tersebut sepatutnya bersifat umum yang setiap individu merasakannya dalam menghadapi semua orang dan tidak hanya dalam menghadapi penguasa saja.