Ternyata, masih ada pemimpin negara yang berani menentang hegemoni negara-negara barat dan badan dunia demi membela agama dan harga diri bangsanya!

Presiden Sudan, Jenderal Umar Basyir kembali menegaskan penolakannya atas pengiriman pasukan internasional ke kawasan Darfour, khususnya dari Swedia atau Norwegia. Ia mengatakan, “Kami tidak akan pernah mengizinkan prajurit yang negaranya melecehkan Rasulullah saw untuk menginjakkan kakinya di tanah Darfour. Kami juga tidak akan mengizinkan PBB maupun Uni Afrika (UA) untuk mengirim pasukan apa pun tanpa persetujuan kami.” Statementnya tersebut terlebih diarahkannya kepada orang-orang Swedia dan Norwegia yang mengusulkan keiikutsertaan mereka dalam pasukan multinasional PBB yang akan disebarkan di kawasan tersebut.

Seperti diketahui, sebuah surat kabar Swedia dan majalah Norwegia musim panas lalu mempublikasikan karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad saw.

Presiden Sudan menegaskan penolakan pemerintahannya terhadap bentuk tekanan apapun yang ingin memaksa negaranya untuk mengalah terhadap hal yang berkenaan dengan kewarganegaraan pasukan yang akan disebarkan di kawasan tersebut dalam operasi yang nantinya akan disepakati pemerintah Khourtoum di satu pihak, dan PBB beserta UA di lain pihak.

Hal itu disampaikannya dalam rangka perayaan ulang tahun ke-18 Pasukan Pertahanan Rakyat yang dibentuk untuk menopang pasukan resmi dalam memerangi para pembangkang di selatan di waktu-waktu yang lalu. Basyir memerintahkan dibukanya sebanyak mungkin kamp latihan di seantero negeri karena dapat menjaga perdamaian dengan kawasan selatan.

Sedangkan terkait dengan status kawasan Abye yang kaya minyak dan masih dipersengketakan kedua belah pihak (utara dan selatan-red), Basyir menegaskan bahwa penduduk di bagian Utara tidak akan mau menerima penentuan tapal batas wilayah kecuali bila berdasarkan penentuan yang memberikan mereka penguasaan terhadap kawasan ini dengan merujuk kepada klausul tahun 1905.

Ketika ditanya mengenai kasus penculikan anak-anak, presiden Sudan yang ramah senyum itu menyebut upaya penculikan anak-anak oleh sebuah lembaga dari Prancis dengan membawa kabur mereka ke negara Prancis itu sebagai ‘perdagangan budak.’ Ia mengatakan, kasus itu terjadi justeru di depan mata dan telinga sejumlah organisasi HAM Barat dan pemerintah Prancis.

Dalam perayaan yang diadakan di Wodd Madani, ibukota kawasan Jazirah, selatan Sudan itu, Basyir mengatakan, “Apakah mereka ingin mengulang kembali perdagangan budak itu sementara mereka mengklaim sebagai pelindung HAM dan kebebasan.?”

Seperti diberitakan banyak media massa beberapa waktu lalu, sejumlah anggota sebuah lembaga HAM di Nagamina ditangkap karena berusaha menculik 103 orang anak untuk dibawa kabur ke Prancis melalui bagian timur Chad. (almkhtsr/AH)