didikFaktor ketidaktahuan tentang cara mendidik boleh jadi melahirkan sebab terjadinya kesalahan dalam proses mendidik anak. Oleh karena itu agar hal tersebut dapat dihindari, adalah penting bagi para orangtua mengenal jenis-jenis kesalahan ini sehingga proses pendidikan anak dapat berjalan baik dan berhasil sukses. Berikut ini 7 contoh kesalahan orangtua dalam mendidik anak mereka;

1. Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan

Ini adalah kesalahan besar karena anak belajar dari orangtua beberapa hal, akan tetapi ternyata mereka justru mendapatkan perkara yang bertolak belakang dari apa yang diajarkan itu pada diri orangtua mereka. Ini akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan mental dan perilaku anak. Allah Ta’ala mencela perbuatan ini dengan firman-Nya, artinya, “Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS.ash-Shaff: 2-3).

Bagaimana anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orangtuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah sementara ia melihat bapaknya menipu? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek dan berakhlak buruk?

2.  Kedua orangtua tidak bersikap sama dalam menyikapi perbuatan anak

Kadangkala seorang anak melakukan perbuatan tertentu di hadapan kedua orangtua. Tetapi akibatnya sang ibu memuji dan mendorong sedang sang bapak memperingatkan dan mengancam. Anak akhirnya menjadi bingung mana yang benar dan mana yang salah di antara keduanya. Dengan pengertiannya yang masih terbatas, ia belum mampu membedakan mana yang benar dan yang salah sehingga hal itu akan mengakibatkan anak menjadi bimbang dan segala urusan tidak jelas baginya.

Sementara, kalau kedua orangtua mempunyai cara dan sikap yang sama atau tidak menunjukkan perbedaan ini, niscaya tidak terjadi kerancuan tersebut.

3. Membiarkan anak jadi korban televisi

Media massa mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam perilaku dan perbuatan anak. Televisi adalah media berbahaya bagi proses pendidikan anak. Hampir tidak ada rumah yang tidak mempunyai televisi. Padahal pengaruhnya demikian luas terhadap anak maupun orang dewasa, terhadap orang-orang berpengetahuan maupun yang terbatas pengetahuannya. Plomery, seorang peneliti mengatakan, “Anak pada umumnya, dan kebanyakan orang dewasa, cenderung menerima tanpa mempertanyakan segala informasi yang tampil di film-film dan kelihatan realistis. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara yang lebih baik. Maka akal pikiran mereka menelan begitu saja nilai-nilai yang rendah itu.”

Banyak orangtua yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlak dan fithrah mereka, sampai apa yang dinamakan dengan acara anak-anak pun penuh dengan pemikiran-pemikiran keji yang diperoleh anak melalui acara yang ditayangkan. Banyak film kartun yang berisi kisah cinta dan roman sampai di antara anjing atau binatang lainnya. Tidakkah Anda melihat bagaimana seekor kucing betina dalam acara TV ditampilkan sangat anggun, berdandan dengan bulu mata panjang dan mata yang bercelak indah, serta buah dada yang montok, berlenggak lenggok untuk menggaet hati sang kucing jantan. Tayangan ini semua menyerbu dunia anak dan menodai fithrah yang suci dengan dalih acara anak-anak.

Oleh karena itu anak-anak kita harus dilindungi dari perangkat yang merusak ini. Hal ini, tak diragukan lagi, bukan sesuatu yang mudah tetapi juga tidak mustahil, jika kita ingin menjaga akhlak putra-putri kita. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan pertolongan-Nya kepada kita.

4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh

Kesalahan amat serius dan banyak terjadi di masyarakat adalah gejala kesibukan seorang ibu di luar rumah dan sibuk dengan aneka urusan lain sehingga peran utama mendidik anak dan merawat rumah terabaikan. Sibuk dengan karir, bisnis, kunjungan, pertemuan atau hanya bermalas-malasan dan enggan menangani langsung urusan anak sehingga dengan entengnya urusan anak, ia serahkan kepada pembantu atau pengasuh.

Padahal bimbingan dan kasih sayang seorang ibu dibutuhkan untuk mengiringi tahap pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan anak menuju kedewasaan. Ini semua jelas tidak bisa tergantikan dengan peran pembantu atau pengasuh. Anakpun tumbuh berkembang tanpa kasih sayang dan bimbingan. Kehilangan dua hal ini bisa mempengaruhi kejiwaan seorang anak bahkan acap kali terbawa sampai dewasa dan mempengaruhi kepribadian dan perilakunya.

5. Berlebihan dalam memberi hukuman dan balasan

Tidak ada yang mengingkari bahwa pemberian hukuman adalah termasuk salah satu sarana yang bisa diterapkan untuk proses pendidikan. Bahkan pemberian hukuman juga disyariatkan di dalam agama ini. Karenanya sesekali mungkin diperlukan orangtua untuk diterapkan kepada anak-anak mereka.

Akan tetapi pemberian hukuman ini tidak bisa dipraktikkan semau-maunya tanpa mempertimbangkan kondisi psikologis dan fisik si anak. Berlebihan dalam memberikan hukuman bisa menjadi bumerang bagi si anak dan orangtua. Hasilnya malah jauh dari apa yang sedari awal diharap-harapkan. Alih-alih menjadi baik malah berubah menjadi buruk.

Di antara pemberian hukuman yang diperbolehkan dalam Islam adalah dengan pukulan, namun pukulan yang tidak menyakitkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda,

[sc:BUKA ]مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ[sc:TUTUP ]

“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun dan pukullah mereka (jika tidak mau shalat) saat berumur sepuluh tahun, pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud, no. 495).

Ada kaidah yang harus diperhatikan orangtua di dalam memukul, yaitu:

a. Jangan jadikan pukulan sebagai hukuman pertama sebelum menghukum dengan cara lain yang lebih ringan.

b. Jangan memukul anak dalam keadaan marah, dikhawatirkan akan membahayakan anak.

c. Jangan memukul daerah yang berbahaya seperti, wajah, kepala dan dada.

d. Jangan memukul pukulan yang keras dan menyakitkan, tidak lebih dari tiga kali pukulan kecuali karena darurat dan itupun tidak boleh lebih dari sepuluh kali pukulan.

e. Jangan memukul anak sebelum berumur 10 tahun.

f. Orangtua harus memukul sendiri anak yang salah, jangan mewakilkan pukulan kepada anak yang lain yang bisa menyebabkan kebencian dan hasad.

6. Berusaha mengekang anak secara berlebihan

Yaitu tidak diberi kesempatan bermain bercanda dan bergerak. Ini bertentangan dengan tabiat anak dan bisa membahayakan kesehatannya, karena permainan penting bagi pertumbuhan anak. “Permainan di tempat yang bebas dan luas termasuk faktor terpenting yang membantu pertumbuhan jasmani anak dan menjaga kesehatannya.”

7. Mendidik anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya

Sering ditemukan seorang anak dicemooh atau diperlakukan hina oleh orangtuanya bahkan tak hanya di dalam rumah tetapi juga di hadapan umum. Ini akan membuat anak hidup dengan rasa rendah diri, rasa bersalah, penakut dan selalu tidak percaya diri bahkan sifat dan kepribadian ini akan berbekas hingga dewasa.

Karena itu, seyogianya kita mempersiapkan anak-anak kita untuk dapat melaksanakan tugas-tugas agama dan dunia. Dan hal ini tidak tercapai kecuali dengan mendidik mereka memiliki rasa percaya dan harga diri namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa mengupayakan agar anak dikenalkan kepada hal-hal yang bernilai tinggi dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah.

Demikianlah 7 contoh kesalahan orangtua dalam mendidik anak. Masih banyak bentuk kesalahan yang lainnya, namun ke-7 contoh di atas kami rasa sudah cukup bermanfaat bila kita jadikan rambu-rambu petunjuk dalam proses pendidikan anak. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita -para orangtua- dari terjatuh ke dalam kesalahan-kesalahan tersebut dan kesalahan yang lainnya. Aamien. Wallahu a’lam. (Redaksi)

[Sumber: Diringkas dari al-Wajiz Fi at-Tarbiyyah, karya: Yusuf Muhammad al-Hasan, penerbit: Dar al-Dzakha-ir, Damam, 1416 H, edisi Indonesia: Pendidikan Anak Dalam Islam, penerbit: Darul Haq, dengan sedikit gubahan]