Menteri luar negeri Sudan, Musthafa ‘Utsman Isma’il menjelaskan bahwa negerinya tidak akan menyerahkan seorang warga Sudan pun kepada mahkamah Peradilan internasional sebagaimana yang dicantumkan dalam ketetapan (TAP) no.1593 yang dikeluarkan PBB.

Dalam wawancara persnya dengan majalah ‘Nisfud Dun-ya’ yang terbit di Cairo, Isma’il mengatakan bahwa TAP tersebut tidak sesuai dan akan memiliki pengaruh negatif terhadap pelaksanaan kesepakatan damai di selatan. Ia juga mengirimkan isyarat kekeliruan mengenai adanya ketidakselarasan antara kehendak dalam negeri Sudan dan kehendak dunia internasional. Demikian pula, TAP itu menegaskan kembali adanya standar ganda yang diperagakan badan dunia itu. “Karena itu kami menolak untuk menyerahkan orang-orang yang diduga terlibat di dalam pelanggaran HAM di propinsi Darfour kepada mahkamah peradilan internasioanl. Demikian pula, seluruh komponen politik dan penduduk Darfour menolak diadilinya siapa pun warga Sudan di luar negeri. TAP tersebut dapat menjadi batu sandung upaya-upaya merealisasikan perdamaian,” katanya.

Menanggapi tuduhan masyarakat internasional terhadap pemerintahan Khourtoum yang tidak mengambil langkah persiapan guna mengadili para tersangka dalam kasus pelanggaran HAM, Darfour, ia menjawab bahwa pemerintah Sudan sebenarnya sudah menangkap sebanyak 15 pejabat militer dengan tuduhan melakukan tindakan pembunuhan, pemerkosaan dan pembumihangusan beberapa perkampungan di propinsi Darfour. Dan kasus ini hampir akan disidangkan sebelum dikeluarkannya TAP PBB tersebut.

Beberapa waktu lalu, Isma’il menyerang dengan pedas sekjen PBB Kofi Anan karena beberapa sikapnya yang keras terhadap Sudan. Ia menudingnya sebagai ‘corong negara-negara besar.’

Di dalam wawancaranya, Ismai’il mengatakan, “Anan sudah menjadi corong negara-negara besar yang selalu menghunuskan pedangnya terhadap negara-negara miskin padahal dalam waktu yang sama ia diam seribu kata terhadap tindakan tentara Amerika di penjara Abu Gharib, Iraq yang teramat menjijikkan itu.” Ia menambahkan bahwa perealisasian barter minyak dengan makanan membuat Kofi Anan merampas organisasi dunia itu sehingga tidak lagi memiliki akuntabilitas.

Selanjutnya, Ismail mengisyaratkan bahwa perundingan yang berjalan di Khourtoum antara utusan PBB dan pemerintahnya hanya sebatas konsultasi dan pemberian penjelasan terkait dengan TAP Dewan Keamanan, PBB soal keberadaan beberapa poin misterius di dalamnya hingga pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat terhadapnya. (istod/AH)