Komisi legislasi di parlemen KUWAIT menilai, penyerahan pos kementerian kepada dua orang menteri wanita: Moodha El Hamoud dan Noorea el Shabeeh bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi karena keduanya tidak mengenakan jilbab.!!

Sejumlah sumber di parlemen mengatakan, posisi pemerintah sangat terpojok sekali setelah komisi legislasi menyerukan dibatalkannya penunjukan kedua menteri wanita tersebut. Hal itu seiring dengan datangnya pengumuman dari kantor pengawasan mengenai adanya penyimpangan dalam tender proyek penyulingan keempat dan kengototan para anggota parlemen untuk memanggil sebagian menteri terkait.

Dalam hal ini, komisi yang telah diserahi tugas oleh parlemen dua bulan lalu itu berpedoman kepada sebuah penelitian terhadap aspek-aspek yiridis tentang posisi kedua menteri wanita yang tidak berjilbab berdasarkan naskah item nomor 82 dari konstitusi dan item pertama dari undang-undang pemilihan serta naskah undang-undang nomor 17 tahun 2000 yang mensyaratkan komitmen terhadap ketentuan-ketentuan syariat Islam.

Sejumlah pengamat melihat, keputusan tersebut kemungkinan akan menimbulkan terjadinya perseteruan yang semakin meluas antara pemerintah dan parlemen, dan menambah suhu konflik di antara kedua badan tersebut, khususnya dengan dimulainya pelaksanaan term kedua sidang parlemen yang dimulai kemarin, 21 oktober 2008.

Dalam tanggapan pertama terhadap keputusan itu, salah seorang menteri wanita itu, El Hamoud mengatakan, “Saya khawatir keanggotan kami dan mereka juga akan sama-sama berakhir, lalu muncul bayi baru lagi.” Dalam hal ini, ia menyiratkan kemungkinan sang Emir negeri itu, Syaikh Shabah al-Ahmad al Shabah mengambil tindakan membubarkan parlemen kembali.

Kepala komisi legislasi, Nasher ad-Duwailah mengecam statement Moodha El Hamoud tersebut dan menyebutnya sebagai ‘tidak bertanggung jawab dan tertolak.’

Ia juga menyiratkan, “Bila memang akan terjadi pembubaran, maka itu adalah pengunduran diri ibu menteri, El Hamoud itu. Ini agar masalah ini bisa selesai.”

Ia menyebut reaksi sang menteri terhadap keputusan komisi sebagai sikap yang berbahaya dan campur tangan terhadap kewenangan Emir negeri itu. Ia menuntut sang menteri mengajukan permohonan maaf dan Perdana Menteri hendaknya mengambil langkah terhadap masalah tersebut.

Seperti diberitakan, sembilan orang anggota dewan telah meninggalkan sidang pertama parlemen begitu anggota pemerintahan baru mulai melaksanakan sumpah jabatan. Sikap ini sebagai protes atas tidak berjilbabnya kedua menteri wanita tersebut.

Sejumlah anggota dewan menyampaikan protes mereka karena kedua menteri wanita tersebut tidak berjilbab saat membacakan sumpah jabatan. Mereka mencatatkan hal itu sebagai pelanggaran terhadap undang-undang dengan menyerahkan permasalahannya kepada komisi legislasi dan undang-undang yang kemudian mempelajarinya selama dua bulan penuh. (almkhtsr/AS)