Tatacara Pelaksanaan Haji Dan Umrah

Persiapan Sebelum Ihram.

  • Dianjurkan bagi orang yang akan melaksa-nakan haji atau umrah untuk mandi se-bagaimana seorang yang mandi janabat, berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit Radhiallaahu anhu :

    Ãóäøóåõ ÑóÃóì ÇáäøóÈòíøó  ÊóÌóÑøóÏó áÅöåúáÇóáöåö æó ÇÛúÊóÓóáó

    “Bahwasanya dia melihat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam menanggalkan pakaiannya untuk berihram dan beliau mandi.” ,

  • Memakai pakaian ihram, bagi laki-laki berupa dua lembar kain, yang satu berfungsi sebagai sarung, dan satunya sebagai rida’ (penutup pundak). Keduanya dianjurkan berwarna putih, berdasarkan hadits Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

    ÇöáúÈóÓõæúÇ ãöäú ËöíóÇÈößõãõ ÇáúÈóíóÇÖó ÝóÅöäøóåóÇãöäú ÎóíúÑö ËöíóÇÈößõãú æó ßóÝøöäõæúÇ ÝöíúåöÇ ãóæúÊóÇßõãú

    “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih, karena sesungguhnya pakaian yang putih itu adalah paling baik, dan kafanilah orang-orang yang mati di antara kamu dengan-nya.”

    Adapun pakaian ihram bagi wanita, yaitu dengan memakai pakaiannya yang disyari’atkan tanpa berdandan dan tanpa me-makai perhiasan, tidak dibolehkan baginya menutup wajah dengan cadar atau niqab, dan tidak boleh pula memakai kaos tangan (sarung tangan).

    Peringatan:
    Dibolehkan memakai pakaian ihram sejak dari rumah sebelum sampai di miqat, sebagaimana yang di praktekkan Rasulullah  dan para Sahabat beliau, dan ini meru-pakan kemudahan bagi mereka yang me-laksanakan ibadah haji (dan umrah) dengan menggunakan pesawat terbang, (karena) tidak mungkin bagi mereka untuk menge-nakannya di miqat, maka dibolehkan me-naiki pesawat dengan mengenakan pakaian ihram. Akan tetapi mereka tidak berihram (masuk dalam ibadah), kecuali jika telah mendekati miqat.

    Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz t berkata: “Disyari’atkan bagi orang yang menuju Makkah dengan menggunakan pesawat terbang untuk tujuan haji dan umrah agar mempersiapkan diri dengan mandi dan lain sebagainya sebelum naik ke pesawat. Jika telah mendekati miqat, ia mengenakan pakaian ihram, kemudian ia niat umrah (dengan mengucapkan tal-biyah umrah “áóÈøóíúßó ÈöÚõãúÑóÉò”, atau jika waktunya sempit (tidak dapat melaksanakan haji tamattu’,-Pent), ia melaksanakan haji (ifrad) dengan mengucapkan talbiyah haji “áóÈøóíúßó ÈöÍóÌøóÉò”. Selanjutnya beliau berkata: ‘Jika dia mengenakan pakaian ihramnya sebelum naik ke pesawat atau sebelum tiba di miqat, tidaklah mengapa, namun tidak ihram (masuk ke dalam ibadah), kecuali jika telah berada diatas miqat atau ketika pesa-wat mendekati miqat, sebabNabi Shalallaahu alaihi wasalam tidak masuk ke dalam ibadahnya (umrah atau haji), melainkan dari miqat, dan merupakan kewajiban umat untuk menjadikan beliau sebagai teladan dalam masalah ini dan dalam berbagai masalah agama lainnya. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulul-lah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzaab: 21)
    Dan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    ÎõÐõæúÇ Úóäøöì ãóäóÇÓößóßõãú

    “Ambillah dariku tata cara pelaksanaan manasik (bagi)mu”

  • Memakai wangi-wangian yang dikenakan pada badannya, dan memakai minyak rambut, berdasarkan hadits ‘Aisyah dan Ibnu ‘Abbas. ‘Aisyah berkata:

    ßõäúÊõ ÃõØóíøöÈõ ÑóÓõæúáó Çááå  áÅöÍúÑóÇãöåö Íöíúäó íõÍúÑöãõ æóáöÍöáøöåö ÞóÈúáó Ãóäú íóØõæúÝó ÈöÇáúÈóíúÊö

    “Aku memakaikan wangi-wangian kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ketika beliau akan berihram dan setelah beliau tahallul sebelum me-laksanakan thawaf (ifadhah) di Baitullah.”
    ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas Radhiallaahu anhu , berkata :

    ÇöäúØóáóÞó ÇáäøóÈöíøõ  ãöäú ÇáúãóÏöíúäóÉö ÈóÚúÏó ãóÇ ÊóÑóÌøóáó æóÇÏøóåóäó æóáóÈöÓó ÅöÒóÇÑóåõ æó ÑöÏóÇÁóåõ åõæó æó ÃóÕúÍóÇÈõåõ

    “Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bertolak dari Madinah setelah beliau menyisir rapi dan meminyaki ram-butnya dan setelah memakai pakaian ihram-nya, beliau dan para Sahabatnya.”

  • Sebelum berihram tidak ada shalat sunnat tertentu, namun apabila akan ihram telah masuk waktu shalat wajib, maka dia me-lakukan shalat wajib tersebut, kemudian baru berihram, sebagaimana yang dilaku-kan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dimana beliau ber-ihram setelah shalat Zhuhur.
  • Barangsiapa yang miqatnya di Dzul Hulai-fah (Bir ‘Ali), dianjurkan baginya untuk shalat di tempat tersebut, namun bukan shalat yang dikhususkan untuk ihram, akan tetapi karena keutamaan dan keberkahan wadi (lembah) tersebut yang bernama “Wadi ‘Aqiq”, berdasarkan hadits ‘Umar bin al-Khaththab a, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam (ketika) berada di “Wadi ‘Aqiq” beliau bersabda:

    ÃóÊóÇäöì ÇáøóáíúáóÉó ÂÊò ãöäú ÑóÈøöì ÝóÞóÇáó: Õóáøö Ýöíú åóÐóÇ ÇáúæóÇÏöì ÇáúãõÈóÇÑóßö æóÞõáú ÚõãúÑóÉñ Ýöíú ÍóÌøóÉò

    ‘Telah datang Malaikat kepadaku semalam dari Rabbku, lalu dia berkata: ‘Shalatlah dilembah yang diberkahi ini dan katakan-lah umrah didalam haji.”

  • Seorang yang akan berihram tidak dibolehkan berihram dengan mengenakan kemeja, jubah, sorban yang diikat dikepalanya, peci, celana atau pakaian yang bercelupkan raus dan za’faran (jenis celupan yang mengandung wangi-wangian), tidak pula memakai “khuf” (sejenis sepatu yang terbuat dari kulit dan menutupi kedua mata kaki), terkecuali jika tidak mendapatkan sandal, maka dibolehkan memakai khuf.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dia tidak perlu memotong sepatu “khuf” nya sampai dibawah mata kaki, karena pada awalnya Nabi memerintahkan untuk memotongnya, namun kemudian ketika berada di padang ‘Arafah, beliau memberi keringanan untuk memakai sejenis celana panjang bagi mereka yang tidak mempunyai kain ihram, dan memakai khuf bagi mereka yang tidak mendapatkan sandal.”

Peringatan:
Ketika akan berihram untuk masuk dalam ibadah, tidak disyari’atkan mengucapkan niat seperti:
“Ya Allah aku akan melaksanakan haji atau umrah, maka mudahkanlah aku, dan seterusnya…”
Ucapan-ucapan seperti itu termasuk bid’ah. Yang diucapkan hanyalah talbiyah untuk ibadah yang ingin dikerjakan, seperti: “Labbaik Allaahumma Hajjan” atau “ Labbaik Allaahumma Umratan”