Pertanyaan :
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya: Saya seorang suami dari seorang istri –alhamdulillah– yang memakai hijab, tetapi sebagaimana kebiasaan penduduk di negara saya, isteri saya tidak memakai hijab (tabir pembatas) di hadapan saudara iparnya sebagaimana saudara perem-puannya tidak berhijab di hadapanku. kebiasaan seperti ini sudah menjadi adat bagi kami. Isteri saya juga tidak berhijab di hadapan saudara laki-laki saya dan sepupu laki-lakinya. Apakah hal ini bertentangan dengan syara dan agama? Dan apa yang harus saya perbuat padahal kebiasaan tidak memakai hijab dihadapan orang-orang yang telah saya sebutkan tadi telah menjadi adat? Jika kemudian saya menyuruh isteri saya untuk memakai hijab di hadapan segolongan orang-orang tersebut, niscaya mereka akan menuduh saya ragu dan tidak percaya terhadap isteri saya serta macam-macam tuduhan lainnya.

Jawaban :
Orang-orang yang telah anda sebutkan bukanlah mahram, maka tidak boleh membuka aurat di hadapan mereka, yakni membuka wajah dan keindahan tubuh. Sesungguhnya Allah hanya memperbolehkan menampakkan perhiasan hanya kepada para mahram yang tersebut di surat An-Nur saja, yaitu dalam firman Allah Ta’ala:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(31)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur: 31)

Maka kewajiban anda yang pertama adalah menjelaskan kepada istri anda tentang haramnya membuka perhiasan di hadapan selain mahram-nya dan mengharuskannya selalu konsisten meskipun harus bertentangan dengan adat yang berlaku, meskipun mereka menuduh anda dengan tuduhan-tuduhan yang telah anda sebutkan, sebagaimana anda juga harus menjelaskan hal tersebut kepada keluarga dekat yang anda sebutkan, yakni para saudara-saudara suami, suami dari saudara perempuan (ipar), saudara-saudara sepupu dan semisal mereka. Maka mereka semua bukanlah mahram, sehingga diperbolehkan untuk menikahi isteri anda apabila telah dicerai.
Fatawal Mar’ah, 1/80.