Apa pun bentuknya, setiap kepemimpinan pasti memiliki kedudukan yang mulia di hadapan orang-orang yang dipimpinnya. Terlebih kepemimpinan yang didapatnya lewat kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tidak lain adalah kepemimpinan suami sebagai kepala keluarga. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya aku dibolehkan menyuruh seseorang untuk sujud kepada yang lain-Nya, niscaya akan aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1159).

 Hadits ini mengisyaratkan betapa besarnya kedudukan suami di hadapan istrinya. Maka sudah selayaknya bagi anda wahai para istri, dalam keadaan apa pun suamimu, selama bukan dalam kemaksiatan, anda harus berhias dengan adab-adab mulia di hadapannya. Karena suami adalah surgamu atau nerakamu.

Berikut saya rangkumkan secara ringkas beberapa adab-adab yang layak menjadi hiasan seorang istri kepada suaminya:

  1. Senantiasa mentaati perintahnya

Jadilah kau budak baginya, niscaya ia akan menjadi budak bagimu. Ungkapan ini mengilustrasikan bahwa kunci kemuliaan seorang istri terletak pada sejauh mana ia taat kepada suaminya. Selama perintah itu bukan dalam kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak ada jalan bagimu melainkan mengiyakan perintahnya. Suamimu tidaklah menginginkan darimu melainkan taatmu. Semakin kau muliakan suamimu dengan ketaatan kepadanya, seiring itu pula suamimu akan semakin memuliakan dirimu dengan kasih sayang dan cintanya.

Karena itu, wahai para istri! Janganlah kau menilai bahwa ketaatanmu kepada suamimu adalah kehinaan. Justru ia adalah kemuliaanmu, mata air kebahagiaanmu, dan jalan surga yang ada di depan matamu. Karena suami adalah pemimpinmu dan imam dalam mengarungi kehidupan ini. Sebaliknya, pembangkanganmu atas perintahnya adalah kehinaanmu dan tanda lunturnya wibawamu sebagai seorang wanita yang mulia.

Terkadang memang pahit dalam rasa, terlebih jika bersebrangkan dengan ambisi besarmu, tapi inilah perjuangan meraih kemuliaan. Tiadalah kemuliaan diraih melainkan dengan menebus pengorbanan tanpa pamrih. Lakukanlah semua itu semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya.

 

  1. Menjaga senyum dan ceria di hadapannya

Berkemul kesibukan bagi seorang istri dari pagi hingga pagi lagi untuk mengurus rumah dan anak-anak bukanlah perkara mudah. Terlebih ketika rutinitas ini dihadapkan dengan beragam tabiat dari masing-masing anaknya. Belum lagi masalah-masalah baru lainnya yang pasti akan hadir seiring pergantian hari.

Namun, wahai para istri! janganlah kau berkecil hati, semua itu memang tugasmu. Yakinlah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menitipkan kekuatan dalam dirimu. Berat memang dalam rasa, tapi keindahan yang lebih besar menantimu. Bukankah balasan itu sebanding dengan besar kecilnya amalan?

Maka janganlah keadaan ini membuat hatimu merasa berat untuk menebar senyum dan berwajah ceria di hadapan suamimu. Seharian suamimu telah bergelut di luar rumah untuk mencari nafkah, berkemul lelah, belum lagi gurita-gurita fitnah yang terus merayu di kanan kirinya, maka senyum dan ceriamu sangatlah dinantikan olehnya.

Adapun cemberut dan murung yang kau hidangkan untuknya, ia tidak lain adalah bara api yang kau taburkan kepadanya, yang akan membuatnya lari menjauh darimu. Sekali lagi, berat memang dalam rasa, tapi keindahan yang lebih besar menantimu. Inilah jalan menuju surgamu, karena keridhaan suamimu akan mengundang keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapmu.

 

  1. Bertutur kata lembut dan tidak mengangkat suara di hadapannya

Terjadi konflik dalam sebuah keluarga sangatlah wajar. Bahkan keluarga sakinah bukanlah keluarga yang bersih dari konflik, tapi ia adalah keluarga yang mampu meredam konflik yang muncul dengan penuh bijaksana. Maka, wahai para istri! saat kau berselisih pendapat atau terjadi konflik dengan suamimu, hindarilah kata-kata kasar, pedas atau lengkingan suara lisanmu yang memecahkan gendang telinga suamimu.

Meskipun kau dalam posisi yang benar, sangat tidak layak kau lakukan hal itu. Mengalah dan bersabar jauh lebih baik bagimu dan suamimu. Ingatlah bahwa suamimu untuk selamanya adalah pemimpinmu, apa pun keadaannya, tidak selayaknya rasa hormatmu kepadanya kau tanggalkan begitu entengnya. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya, “Dan mereka (para istri) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.” (QS. al-Baqarah: 228).

Luluhkanlah ego dan kerasnya watak suamimu dengan doa, kelembutan dan kasih sayangmu. Sesungguhnya naluri laki-laki adalah sebagai pemimpin yang ingin selalu dihormati. Maka muliakan dan hormatilah suamimu dengan penuh kelembutan, niscaya kau akan senantiasa dimuliakan pula oleh suamimu.

 

  1. Berhias diri dan berpenampilan yang terbaik di hadapannya

Wahai para istri! Mungkin kau pernah berceletuk, “Waktuku habis untuk mengurus rumah dan anak-anak, tiada tersisa waktu bagiku untuk berhias dan berpenampilan elegan untuk suamiku.” Tidakkah kau ingat, wahai para istri, saat mengatakan hal itu, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakanmu dan menyatukanmu bersama suamimu adalah Dzat Yang Maha Indah dan sangat menyukai keindahan.

Dan dengan kemurahan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun titipkan kepada tiap manusia naluri menyukai keindahan, termasuk kepada para suami saat melihat penampilan istrinya atau sebaliknya. Tidakkah kau suka dengan yang indah? Padahal sudah menjadi tabiatmu suka disanjung dan dibelai penuh kasih sayang oleh suamimu.

Lantas apa yang kau dapatkan jika kau mengabaikan itu semua? Bukankah surga sudah disiapkan bagi para wanita yang mampu menyenangkan suaminya saat dilihat? Lantas, tidak cukupkah hal ini untuk menjadikanmu senantiasa berpenampilan indah, menarik dan elegan di hadapan suamimu?

 

  1. Tidak berpuasa sunnah dan keluar rumah melainkan atas izinnya

Wahai para istri! Ketika anak-anakmu keluar rumah tanpa sepengetahuanmu, apa yang kau rasakan? Saat mereka memaksa pergi tanpa seizinmu, rasa apa yang menggelayuti hatimu? Tidakkah kau merasa gelisah, kalut dan bercampur kebingungan? Jika kau merasakan hal itu terjadi pada anak-anakmu yang berada dalam pengasuhan dan bimbinganmu. Para suami pun merasakan hal yang sama di saat kau keluar rumah tanpa sepengetahuannya, lebih-lebih memaksa keluar tanpa seizinnya.

Bukankah ketika para lelaki berada di luar rumah, lantas syahwatnya bergejolak sebab fitnah-fitnah yang mengoda, mereka diperintahkan untuk bersegera menemui istrinya? Maka apa yang terjadi jika hal itu menimpa suamimu, dimana suamimu pulang dan saat tiba di rumah, ia tidak mendapatimu berada di rumah? Ternyata dirimu sedang keluar rumah, sedang shopping ataupun yang lainnya tanpa sepengetahuannya, yang ada di rumahnya hanyalah seorang pembantu perempuan? Atau ia mendapatimu ada di rumah, namun ternyata kau sedang berpuasa?

Wahai para istri! Mentaati suami hukumnya wajib, melayani suami hukumnya wajib, maka tidak selayaknya hal-hal yang bersifat sunnah kau benturkan dengan perkara yang wajib. Mintalah izin kepadanya ketika engkau hendak berpuasa sunnah ataupun yang lainnya, setidaknya izin ini bisa menjadi sinyal agar ia bisa menahan diri di saat syahwatnya bergejolak. Juga adanya izin ini, bukti bahwa engkau mengakui bahwa ia adalah pemimpin dan imammu selamanya. Wallahu A’lam. (Abu Muhammad Ruwaifi).