Kedua orang tua adalah sebab adanya manusia di dunia ini, keduanyalah yang selalu merasa capek dalam mendidik anak-anak mereka. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada hambanya untuk berbakti kepada kedua orang tua.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

 

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan untuk birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُز قِيلَ: مَنْ يَا رَسُولَ اللَّه؟ِ قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّة

 

“’Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi.’ Dikatakan kepada beliau, ‘Siapa dia Wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘(Yaitu) orang yang menjumpai orang tuanya di hari tuanya, baik keduanya atau salah satunya, kemudian dia tidak masuk surga.” (HR. Muslim no. 2551).

Maka yang wajib bagi seorang muslim untuk berbakti kepada orang tuanya dan memperbagus muamalah dengannya. Dan termasuk etika bermuamalah kepada orang tua adalah sebagai berikut:

 

1. Mencintai dan menyayangi keduanya.

Seorang wajib mencintai keduanya, karena mereka selalu capek untuk mengurusnya. Sebesar apaun pengorbanan si anak terhadap keduanya maka hal itu belum cukup untuk bisa menyamai jasa orang tua. Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanad yang shahih, “Bahwa ada seorang laki-laki yang menggendong ibunya ketika thawaf berjumpa dengan Abdullah Ibnu Umar dan bertanya, ‘Apakah (dengan melakukan seperti ini) aku sudah membalas budi baiknya?’ Maka Ibnu Umar menjawab, ‘Belum, mekipun untuk menebus sekali hembusan nafas (ketika ia melahirkanmu).” (Al-Adabul Mufrad, no. 11).

 

2. Taat kepada keduanya.

Seorang anak wajib taat kepada perintah kedua orang tua selama perintah tersebut tidak menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya, karena tidak boleh taat kepada makhluk dalam perkara yang menyelisihi perintah Sang Khaliq. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad, no. 1095, sanadnya shahih).

 

3. Menanggung segala kebutuhannya.

Jika seorang anak laki-laki mempunyai harta sedangkan ayahnya membutuhkan hartanya, maka ia wajib memberinya. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai harta dan anak, dan ayahku menginginkan hartaku?” Maka beliau menjawab, “Engkau dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ibnu Majah no. 2291, hadits shahih).

 

4. Berbuat baik kepada keduanya.

Wajib bagi anak untuk berbuat baik kepada keduanya meskipun kedua orang tuanya dalam keadaan kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

 

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

 

5. Menjaga perasaan keduanya.

Yaitu dengan berkata kepada keduanya dengan perkataan yang tidak menyinggung perasaanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

 

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataanyang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23).

 

6. Memanggil keduanya dengan panggilan yang baik.

Yaitu panggilan yang mengandung rasa hormat dan tidak memanggil dengan menyebut namanya secara langsung. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya dia melihat dua orang lelaki, lalu beliau bertanya kepada salah dari darinya, “Siapakah kedudukan orang ini bagimu?,” dia menjawab, “Dia ayahku,” maka dia (Abu Hurairah) menjelaskan, “Janganlah engkau memanggilnya dengan namanya, janganlah engkau berjalan di depannya dan janganlah engkau duduk sebelumnya.” (HR. Bukahri dalam al-Adabul Mufrad, no. 44 dengan sanad yang shahih).

 

7. Tidak mendahulukan istri dan anak atas orang tua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengkabarkan kepada kita, bahwa ada tiga orang yang sedang terkurung gua di padang pasir, lalu masing-masing mereka mengingat amal saleh yang mereka jadikan sebagai wasilah untuk memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dari mereka ada yang berwasilah dengan berbuat baik kepada orang tua. Ini menunjukkan bahwa seorang laki-laki wajib mendahulkan orang tuanya daripada anak dan istrinya, dimana lelaki tersebut sudah berkeluarga, dan ketika dia bertawassul dia tidak bertawassul dengan amalan yang pernah dia lakukan kepada istri dan anaknya, justru ia bertawassul dengan baktinya terhadap orang tuanya. Dan jika seseorang laki berbakti kepada orang tuanya, maka insya Allah anak-anaknya akan berbakti pula kepadanya, karena balasan melakukan kebaikan adalah kebaikan pula. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60).

 

8. Mendoakan keduanya, baik mereka masih hidup atau sudak meninggal.

Hendaklah seorang anak banyak mendoakan kedua orang tuanya, baik semasa mereka masih hidup adau sudah tiada. Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam memanjatkan doanya, seperti yang diabadikan dalam al-Qur’an:

 

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS. Nuh: 28).

Dan doa si anak akan selalu bermanfaat bagi orang tuanya sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

 

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia meninggal dunia maka amalnya terputus kecuali tiga perkara, (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim, 5/73).

 

9. Berbuat baik kepada teman keduanya setelah sepeninggal keduanya.

Hendaklah seorang anak selalu menyambung hubungan dengan sanak saudara dan juga teman-teman kedua orang tuanya, karena itu termasuk berbakti kepada orang tuanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya termasuk berbuat baik (kepada orang tua) ialah sang anak menyambung hubungan dengan teman-teman ayahnya.” (HR. Muslim, no. 6605).

Maka wajib bagi setiap muslim mencari ridha kedua orang tua, karena kedua ridhanya adalah ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu A’lam.

 

(Abu Sa’ad Muhammad Farid, Lc.)

 

Referensi:

 1. Al-Qur’an al-Karim.

2. Al-Adabul Mufrad, Imam Bukhari.

3. Shahih Muslim, dll.