Kita tahu bahwa nilai shalat berjama’ah itu lebih utama dibanding shalat sendirian. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

صَلاةُ الجَمَاعَةِ أَفضَلُ مِنْ صَلاةِ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ درَجَةً

Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri sebanyak 27 derajat (HR. al-Bukhari). Dalam riwayat lain,

صَلَاةٌ مَعَ الإِمَامِ أَفْضَلُ مِنْخَمْسٍ وَعِشْرِينَ صَلَاةً يُصَلِّيهَا وَحْدَهُ

Shalat wajib bersama imam lebih utama daripada 25 kali shalat yang dikerjakan sendirian (HR. Muslim).

Untuk mendapatkan keutamaan tersebut secara sempurna banyak faktor pendukungnya, salah satunya yaitu “terjaganya adab adabnya”. Dengan demikian, menjadi penting bagi kita sebagai seorang makmum untuk mengetahui dan mempraktekkan adab adab dalam shalat berjama’ah tersebut. Untuk itu, berikut penulis sebutkan beberapa di antaranya.

1. Orang-orang yang paham agama, yang sempurna akalnya, dan orang yang tua berdiri di belakang Imam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Hendaklah orang-orang yang menempati posisi di belakangku orang yang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang bijak, kemudian orang yang sesudah mereka, kemudian orang yang sesudah mereka (HR. Muslim)

Sebab, mereka lebih ‘alim dan faqih daripada yang lainnya. Jika terjadi sesuatu atas imam ketika shalat, mereka mengetahui apa yang harus diperbuat sehingga shalat tidak menjadi kacau. Namun, jika orang-orang seperti mereka datang terlambat, maka orang yang datang lebih dahulu dan duduk di posisi itu lebih berhak untuk menempatinya.

2. Menegakkan shaf dengan baik. Maksud menegakkan shaf dengan baik ialah meluruskan dan tidak membiarkannya bengkok atau terdapat celah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَحْسِنُوا إِقَامَةَ الصُّفُوفِ فِي الصَّلَاةِ

Baguskanlah pengaturan shaf dalam shalat (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ

Luruskanlah dan jangan berselisih sehingga hati kalian berselisih. (HR. Muslim)

Maka dari itu, sudah seharusnya menutup celah dan meluruskan shaf serta meratakan pundak-pundak dan yang lainnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَقِيمُوا الصُّفُوفَ فَإِنَّمَا تَصُفُّونَ بِصُفُوفِ الْمَلاَئِكَةِ، وَحَاذُوا بين الْمَنَاكِبِ، وَسُدُّوا الْخَلَلَ، وَلِينُوا في أيدي إِخْوَانِكُمْ، وَلاَ تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ

Tegakkanlah shaf, sesungguhnya kalian bershaf sebagaimana shafnya para Malaikat. Rapatkanlah di antara pundak-pundak dan tutuplah celah, berlaku lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian, dan janganlah kalian tinggalkan celah-celah untuk setan. (HR. Ahamd)

Di antara perkara yang sangat memprihatinkan bagi orang yang mau memperhatikan keadaan sebagian besar masjid-masjid kaum Muslimin adalah kebanyakan orang-orang yang shalat tidak peduli untuk menutup celah-celah dan menyambung shaf. Bahkan, mereka saling menjauh dari teman yang berada di sampingnya. Jika didekati oleh orang yang berada di sampingnya, maka ia pun semakin menjauh, seolah-oleh takut bersentuhan dengan pakaian orang lain. Demi Allah, yang demikian itu sangat bertentangan dengan sunnah dan menyebabkan kerugian atas kaum Muslimin sebagaimana telah disebutkan.

3. Merapikan shaf. Merapikan shaf untuk menyempurnakan adab sebelumnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

Hendaklah kalian merapikan shaf kalian di dalam shalat atau Allah akan menjadikan wajah kalian saling berselisih (HR. al-Bukhari)

Wajib atas orang yang shalat agar bersungguh-sungguh untuk merapikan shaf, yaitu dengan merapatkan kaki, pundak, dan menutup celah.

4. Menyambung shaf. Wajib atas orang yang shalat untuk berusaha menyambung shaf dan menutup celah-celah. Janganlah ia membiarkan celah yang terbuka antara ia dan orang yang berada di sampingnya di dalam shalat. Bahkan, sudah sepatutnya ia menyambung shaf untuk mendapatkan pahala dari Allah ‘Azza wa Jalla. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ

Barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah menyambung hubungan dengannya, sedangkan barangsiapa yang memutus shaf maka Allah memutus hubungan dengannya (HR. an-Nasai dan al-Hakim)

Sebagian orang (semoga Allah memberi hidayah kepada penulis dan mereka) ada yang ketika temannya yang disampingnya mendekatinya di dalam shaf agar kakinya dapat rapat dengannya namun mereka justru menjauh darinya dan tidak mau bersentuhan dengannya. Akibatnya, di sana terdapat celah di antara shaf-shaf itu, bahkan celah tersebut cukup untuk diisi oleh orang lain. Sungguh, yang demikian itu merupakan suatu kesalahan. Hal ini juga bertentangan dengan petunjuk para shahabat yang mulia karena ketika mereka diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk merapikan shaf, mereka pun bersungguh-sungguh melakukannya. Sampai- sampai an-Nu’man bin Basyir berkata: “Aku melihat seorang laki-laki merapatkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut temannya, dan mata kakinya dengan mata kaki temannya (HR. al-Bukhari, Abu Dawud dan yang lainnya)

5. Berusaha untuk mendapatkan shaf terdepan dalam shalat Menempati shaf terdepan mengandung pahala yang sangat besar. Hal ini termasuk perkara yang telah disebutkan di dalam sunnah dan telah ditetapkan pahala yang sangat besar bagi pelakunya. Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ

Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang shalat pada shaf terdepan (HR. an- Nasai dan Ibnu Hibban)

6. Menyempurnakan shaf pertama. Wajib menyempurnakan shaf pertama dan merapatkannya hingga tidak terdapat satu pun celah yang kosong. Kemudian, beralih pada shaf berikutnya dan demikian seterusnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَتِمُّوا الصَّفَّ الْمُقَدَّمَ ، ثُمَّ الَّذِي يَلِيهِ ، فَمَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ فَلْيَكُنْ فِي الصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ

Sempurnakanlah shaf yang paling depan, kemudian di belakangnya. Jika masih ada yang tersisa, maka buatlah shaf yang dibelakangnya (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibnu Hibban)

7. Mendekatkan shaf antara shaf yang satu dengan shaf yang lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رُصُّوا صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ

Rapatkanlah shaf-shaf kalian dan dekatkanlah antara shaf-shaf itu serta rapatkanlah pundak-pundak kalian (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai)

8. Mengikuti imam Wajib bagi makmum, mengikuti imam dalam semua gerakan shalat. Jika imam melakukan gerakan dalam shalat, hendaklah makmum mengerjakannya sesudah imam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا , وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا قَالَ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ , فَقُولُوا : رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا ، وَإِذَا صَلَّى جَالِساً فَصَلُّوا جُلُوساً أَجْمَعُونَ

Sesungguhnya imam diangkat untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah. Jika ia rukuk maka rukuklah. Dan, jika ia mengucapkan “sami’allahu liman hamidahu”, maka ucapkanlah “Rabbanaa lakal hamdu”. Jika ia sujud maka sujudlah. Dan jika ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Haram atas seorang makmum mendahului imam dalam gerakan-gerakan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan perkara tersebut,

أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ

Tidak takutkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, apabila Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai (HR. Muslim)

9. Diam ketika imam membaca. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذا قرأ الإمام فأنصتوا

Jika imam membaca, maka diamlah (HR. Ibnu Majah)

10. Mengucapkan “Aamiin” setelah imam selesai membaca alfatihah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تبادروا الإمام إذا كبر فكبروا وإذا قال ولا الضالين فقولوا آمين

Janganlah kalian mendahului imam. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah Dan bila ia membaca Waladhdhaaliin. Maka, ucapkanlah Aamiin. (HR. Muslim)

11. Mengikuti imam ketika masuk ke dalam shalat Yaitu apabila seseorang masuk ke dalam masjid dan ia mendapati imam dalam kondisi tertentu di dalam shalat, misalnya mendapati imam sedang rukuk, sujud, dan yang lainnya, maka hendaklah ia mengikuti gerakan imam. Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إذا أتى أحدكم الصلاة والإمام على حال، فليصنع كما يصنع الإمام

Jika salah seorang di antara kalian mendatangi shalat (jama’ah) sementara imam berada pada suatu kondisi, hendaklah ia melakukan seperti yang dilakukan oleh imam (HR. at-Tirmidzi)

Hal ini menjelaskan kesalahan yang dilakukan sebagian orang ketika mereka memasuki masjid sementara imam sedang sujud, yakni mereka menunggu hingga imam bangkit dari sujud. Setelah imam berdiri, barulah mereka masuk ke dalam shalat. Ini jelas keliru berdasarkan hadist di atas, namun perbuatan semacam ini sudah sangat populer dilakukan banyak orang di banyak tempat di negeri Indonesia.

Demikianlah beberapa adab makmum yang bisa disebutkan. Mudaah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kepada kita (para makmum) taufik untuk mempraktekkan adab-adab tersebut sehingga shalat berjama’ah yang kita lakukan akan semakin sempurna. Aamiin

Wallahu a’lam

(Redaksi)

Sumber :
Mausu’ah al-Aadaab al-Islamiyyah, ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada (Ed. I, 2/109-115) dengan sedikit perubahan.