alquran 1Al-Qur’an adalah kitab yang agung dan mulia, menjadi petunjuk bagi umat manusia, dan menyempurnakan kitab-kitab samawi yang diturunkan sebelumnya. Kemuliaan al-Qur’an tidak lain karena ia adalah kalamullah yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Mulia kepada makhluk pilihannya yang paling mulia, yaitu Nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat Jibril. Barangsiapa memuliakan al-Qur’an, maka Allah akan memuliakannya di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menghinakan al-Qur’an, maka ia akan dihinakan oleh Allah di dunia dan akhirat.

Membaca al-Qur’an adalah kemuliaan dan amal shalih yang sangat agung, bahkan merupakan dzikir yang paling utama. Kemuliaan dan keutamaan ini menuntut seseorang untuk memperhatikan adab-adab saat membacanya. Tujuannya tidak lain adalah sebagai bentuk memuliakan al-Qur’an, juga untuk mendapatkan keberkahan dan keutamaan darinya.

Adab-Adab Membaca Al-Qur’an
Berikut ini adalah adab-adab yang harus diperhatikan ketika membaca al-Qur’an:

1. Ikhlas
Adab yang pertama dan paling utama bagi orang yang hendak membaca al- Qur’an adalah ikhlas semata-mata mengharap pahala dan ridha Allah. Membaca al-Qur’an merupakan ibadah yang menjadi salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, menghadirkan niat di dalamnya adalah wajib. Dimana Rasulullah bersabda :

“Setiap amalan tergantung niatnya. Dan setiap orang hanya diganjar menurut apa yang diniatkannya.” (HR. al-Bukhari, no. 1)

2. Membaca dalam Keadaan Suci
Membaca al-Qur’an merupakan dzikir yang paling utama.Oleh karena itu, dianjurkan bagi orang yang membaca al-Qur’an hendaknya dalam keadaan suci/berwudhu. Rasulullah bersabda :

“Saya tidak menyukai untuk berdzikir kepada Allah melainkan dalam keadaan suci/berwudhu.” (HR. Abu Dawud, no. 17)

Orang yang berhadats kecil boleh membaca al-Qur’an. Meskipun yang lebih utama adalah dalam keadaan suci. Adapun bagi yang berhadats besar (karena haidh, nifas atau junub), para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.
Jumhur ulama, termasuk imam madzhab yang empat berpendapat bahwa orang junub tidak boleh membaca al-Qur’an. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ali,

“Tidak ada yang menghalangi Nabi dari membaca al-Qur’an kecuali junub.” (HR.Ahmad, no. 1011)

Sementara Madzhab Zahiriyah berpendapat bahwa orang junub boleh membaca al-Qur’an. Pendapat ini juga dipilih oleh al-Bukhari, Ibnu al-Mundzir, ath-Thabari, asy-Syaukani, dll. (Lihat Mukhtashar Fiqhi ath-Thaharah, hal 366-367)

Jumhur fuqaha’ selain Imam Malik juga berpendapat bahwa orang yang haidh atau nifas haram baginya membaca al-Qur’an. Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda:

“Janganlah orang yang haidh dan junub membaca sesuatu pun dari al-Qur’an.”(HR. at-Tirmidzi, no. 131)
Adapun Madzhab Malikiyah memandang orang yang haidh atau nifas boleh membaca al-Qur’an. (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 33/58-59)
Adapun masalah menyentuh atau memegang mushaf, para ulama sepakat bahwa orang yang berhadats, baik hadats besar atau kecil, tidak boleh menyentuh atau memegang mushaf. Hal ini didasarkan atas firman Allah yang artinya :

“Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.” (QS. al-Waqi’ah: 79)

3. Berada Di Tempat Yang Suci
Disunnahkan membaca al-Qur’an ditempat yang bersih dan suci, khususnya masjid. Karena masjid adalah tempat yang paling suci dan mulia. Di samping itu, juga akan mendapatkan keutamaan lain saat membacanya di dalam masjid. Tidak boleh membaca al-Qur’an di kamar mandi atau WC dan tempat buang kotoran.

4. Memakai Siwak
Orang yang hendak membaca al- Qur’an disunnahkan untuk memakai siwak atau yang sejenisnya, seperti sikat gigi agar mulutnya bersih dan segar. Dan salah satu waktu yang sangat dianjurkan untuk memakai siwak ialah ketika hendak membaca al-Qur’an. Rasulullah bersabda,

“Siwak membuat mulut menjadi suci (bersih) dan menjadikan Allah ridha.” (HR. an-Nasa’i, no. 5)

5. Duduk Menghadap Kiblat
Dianjurkan membaca al-Qur’an dengan posisi duduk menghadap kiblat jika membacanya di selain shalat dan dalam kondisi yang senggang. Karena posisi ini lebih mendatangkan konsentrasi, semangat dan rasa khusyu’. Membaca sambil berdiri dan berjalan juga tidak terlarang. Bahkan banyak ulama dan para penghafal al-Qur’an yang memanfaatkan waktu berjalan menuju ke masjid, sekolah, tempat kerja, pasar dan yang lainnya sembari membaca al-Qur’an, baik lewat hafalannya maupun dengan melihat mushaf.

6. Membaca Ta’awudz
Disunnahkan untuk membaca ta’awudz sebelum membaca al-Qur’an. Hal ini didasarkan kepada firman Allah yang artinya :

“Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. an-Nahl: 98)

7. Membaca Basmalah Pada Setiap Awal Surat
Disunnahkan untuk membaca basmalah, yaitu بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ pada setiap awal surat, kecuali surat at-Taubah, karena mayoritas ulama berpendapat bahwa basmalah termasuk ayat al-Qur’an.
Apabila membaca al-Qur’an dimulai bukan dari awal surat, maka tidak disunnahkan untuk membaca basmalah, cukup baginya membaca ta’awudz, yaitu

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم .

 

Namun demikian, jika basmalah tetap dibaca, hal itu juga baik. Jika dimulai dari awal surat, maka keduanya dibaca (membaca ta’awudz terlebih dahulu, baru kemudian basmalah).

8. Membaca Dengan Tartil
Dianjurkan membaca al-Qur’an secara tartil sebagaimana firman Allah yang artinya,

“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”(QS. al-Muzzammil:4)
Dari Qatadah, ia berkata,
“Anas bin Malik pernah ditanya tentang bagaimana bacaan Nabi maka ia menjawab :‘Bacaan beliau sangat memperhatikan mad (panjang pendek bacaan).’ lantas Anas bin Malik memberi contoh dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim, yaitu dengan memanjangkan bismillaah, kemudian arrahmaan dan arrahiim.” (HR. al-Bukhari, no. 5046)

Az-Zarkasi berkata : “Tartil, minimalnya ialah membaca al-Qur’an dengan mentafhimkan lafadznya (menebalkan bacaan huruf-huruf yang harus dibaca tebal), jelas dalam pengucapan huruf-hurufnya, dan tidak boleh meng idhamkan suatu huruf yang bukan haknya. Adapun tartil yang paling sempurna ialah membaca al-Qur’an sesuai dengan kedudukan huruf-hurufnya, menipiskan bacaan jika lafadznya memang harus tipis, dan menebalkan bacaan jika lafadznya harus tebal.” (Al-Itqan Fii Ulumil Qur’an, 1/368)

9. Mentadaburi Bacaan al-Qur’an
Tadabur adalah tujuan utama dan paling agung dari membaca al-Qur’an. Karena al-Qur’an diturunkan bukan hanya menjadi bacaan lisan semata, melainkan untuk dihayati, dimaknai dan diamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Allah berfirman, artinya,

“Kitab (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS. Shad: 29)

Di antara bentuk tadabur ialah sebagaimana yang terdapat dalam hadits Auf bin Malik, ia berkata :

“Saya pernah shalat bersama Nabi. Beliau memulai dengan memakai siwak, berwudhu, kemudian berdiri untuk shalat. Lantas beliau memulai shalatnya dan membaca surat al-Baqarah, jika melewati ayat tentang rahmat, beliau berhenti dan berdoa, dan jika melewati ayat tentang siksa, beliau berhenti dan memohon perlindungan.” (HR. an-Nasa’i, no. 1132)

Hadits ini menunjukkan bahwa tadabur Qur’an hanya bisa dilakukan jika mengerti makna ayat-ayat yang dibaca. Oleh karena itu, penting sekali untuk belajar bahasa arab agar bisa memaknai ayat-ayat al-Qur’an, atau paling tidak membaca al-Qur’an dengan diiringi membaca terjemah maknanya.

10. Membaguskan Bacaan
Disunnahkan untuk membaguskan bacaan al-Qur’an, yaitu dengan memperindah suara saat membacanya. Namun demikian, tidak boleh berlebih-lebihan sehingga keluar dari hukum-hukum tajwid yang ada.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib, Rasulullah bersabda, “Hiasilah al-Qur’an dengan suara-suara kalian.” (HR. an- Nasa’i, no. 1016)

11. Mengeraskan dan Merendahkan Bacaan
Sebagian ulama mengatakan, “Dianjurkan untuk mengeraskan sebagian bacaan al-Qur’an dan melirihkan sebagiannya. Karena orang yang merendahkan bacaan terkadang merasa malas sehingga ia harus mengeraskannya, dan orang yang mengeraskan bacaan terkadang merasa lelah sehingga harus beristirahat dengan melirihkan bacaannya.” (Al-Itqan Fii Ulumil Qur’an, 1/374)
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani, Rasulullah bersabda :

“Orang yang mengeraskan bacaan al-Qur’an seperti orang yang bersedekah secara terang-terangan, dan orang yang melirihkan bacaan al-Qur’an seperti orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi.” (HR. Abu Dawud, no. 1335)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
“Allah tidak mengizinkan terhadap suatu perbuatan sebagaimana Dia mengizinkan Nabi untuk membaguskan suara dalam melagukan al-Qur’an dengan suara yang keras.” (HR. Muslim, no. 1883)

Imam Nawawi berkata,“Cara mengkompromikan kedua hadits tersebut bahwa melirihkan bacaan al-Qur’an lebih utama bagi mereka yang takut riya dan menganggu orang-orang yang sedang shalat maupun yang lainnya. Akan tetapi, jika mengeraskan bacaan tidak membuatnya khawatir dari perbuatan riya dan tidak mengganggu orang lain, maka mengeraskannya lebih utama karena amalannya lebih banyak, faidahnya sampai kepada orang-orang yang mendengarkan, menggugah hati si pembaca, membuatnya semangat untuk tadabur, menjadikan pendengarannya fokus, menghilangkan rasa kantuk dan menambah semangat.” (al-Majmu’, 2/166)

12. Sujud Tilawah Saat Membaca Ayat-Ayat Sajdah
Disunnahkan sujud tilawah saat membaca ayat-ayat sajdah. Dari Ibnu Umar ia berkata, “Nabi membacakan sebuah surat untuk kami yang di dalamnya terdapat ayat sajdah. Kemudian beliau sujud, maka kami pun bersujud sampai-sampai salah seorang dari kami tidak mendapati tempat untuk sujud.” (HR. al-Bukhari, no. 1075)
Demikianlah beberapa adab-adab membaca al-Qur’an yang harus diperhatikan oleh seorang muslim. Mudah-mudahan ulasan singkat ini mendorong kita untuk lebih dekat lagi dalam berinteraksi dengan al-Qur’an, baik dengan membaca, mentadaburi, mempelajari, mengamalkan dan mengajarkannya. Wallahu a’lam.

(Saed as-Saedy)
Referensi:
1.At-Tibyan Fii Adab Hamalatil Qur’an, An- Nawawi, Dar Ibnu Hazm.
2.Al-Itqan Fii Ulumil Qur’an, As-Suyuthi.