Air Dibutuhkan Setiap Makhluk

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?” (al-Anbiya’: 30).

Maka, seluruh makhluk tidak ada yang tidak membutuhkan air. Dan, air hujan termasuk sumber air nan segar di bumi yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan lain sebagainya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَسُوقُ الْمَاءَ إِلَى الْأَرْضِ الْجُرُزِ فَنُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا تَأْكُلُ مِنْهُ أَنْعَامُهُمْ وَأَنْفُسُهُمْ أَفَلَا يُبْصِرُونَ

“Dan tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami mengarahkan (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan (dengan air hujan itu) tanaman-tanaman sehingga hewan-hewan ternak mereka dan mereka sendiri dapat makan darinya. Maka mengapa mereka tidak memperhatikan?” (as-Sajdah: 27).

Air Mubarak

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mensifati air hujan ini dengan مَاءً مُبَارَكًا (Maa-an Mubaa-rakan) dalam firman-Nya,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا

“Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah.” (Qaf : 9).

Yakni, air yang bermanfaat, bahkan banyak kebaikannya dan banyak pula manfaatnya (Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, 7/396 dan Tafsir Abu Sa’ud, 8/127). Dan, di dalamnya terdapat (sumber) kehidupan segala sesuatu, itulah dia air hujan (Lihat, Tafsir al-Baghawiy, 7/357).

Hikmah Turunnya Hujan

Diturunkannya air hujan dari langit terdapat beberapa hikmah yang agung.
Ibnul Qayyim -رَحِمَهُ اللهُ – mengatakan, “Renungkanlah hikmah yang mendalam yang terdapat di dalam peristiwa turunnya hujan ke bumi dari arah atas untuk menyirami keseluruhan bagian bumi, baik di bagian pegunungan, dataran tinggi, lembah, atau pun dataran rendah dan lain sebagainya. Andai kata Rabb-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang mengaturnya menurunkan hujan itu hanya pada bagian tertentu saja dari bumi niscaya air tidak akan datang dari arah dataran tinggi kecuali bila air itu terkumpul di bagian bawah dan air tersebut banyak. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan kerusakan. Maka, termasuk hikmah-Nya adalah bahwa Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menyiramkannya dari atasnya, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menciptakan awan, kemudian Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengirimkan angin, lalu angin tersebut membawa air dari laut dan mengawinkannya dengan awan seperti halnya hewan jantan mengawani hewan betina.” Selesai perkataan beliau. (Miftah Daar as-Sa’adah, 1/323).

Awan Pengingat Adzab

Pada ghalibnya keadaan langit sebelum turunnya hujan terlihat mendung atau berawan. Ketika melihat hal itu, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berubah keadaannya. Istri tercinta beliau ‘Aisyah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا – menuturkan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِي السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ فَإِذَا أَمْطَرَتْ السَّمَاءُ سُرِّيَ عَنْهُ فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَدْرِي لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ {فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ} الْآيَةَ

“Adalah Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ketika melihat mendung di langit beliau mondar mandir, masuk dan keluar, dan roman muka beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berubah. Lalu, apabila langit mengucurkan air hujan, tersingkaplah rasa takut dari wajah beliau.
(Atha ibnu Abi Rabah, rawi yang meriwayatkan hadis ini dari ‘Aisyah mengatakan), ‘Maka Aisyah pun tahu sebab hal itu. Maka, Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan (kepadanya), “Aku tidak tahu, barang kali saja hal itu seperti kata suatu kaum, (yang Allah sebutkan dalam firman-Nya),

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ [الأحقاف : 24]

Maka ketika mereka melihat adzab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka…sampai akhir ayat.” (HR. al-Bukhari).

Demikianlah, kondisi langit berawan atau mendung sebelum turunnya hujan menjadikan beliau – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- teringat dengan adzab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang pernah ditimpakan-Nya kepada suatu kaum.

Adapun suatu kaum yang beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ maksudkan adalah kaum ‘Ad, yaitu kaum Nabi Hud -عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

Dan, perubahan roman muka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika melihat hal tersebut adalah karena beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ takut umatnya tertimpa hukuman suatu dosa yang bersifat umum sebagaimana azab yang pernah menimpa orang-orang yang mengatakan, هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.” (Yakni, kaum ‘Ad, kaum Nabi Hud-عَلَيْهِ السَّلَامُ-).(Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari, 22/442).

Apa adzab yang pernah menimpa kaum ‘Ad, orang-orang yang mengatakan perkataan ini, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita?”

Tentang adzab yang menimpa kaum ‘Ad, orang-orang yang mengatakan perkataan ini dan betapa dahsyat dampak dari azab tersebut, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)

“Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.” (Bukan!) Tetapi itulah adzab yang kamu minta agar disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih.
Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, sehinga mereka (kaum ‘Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (al-Ahqaf : 24-25).

Yakni, inilah ketentuan hukum Kami bagi orang-orang yang mendustakan para utusan Kami dan menyelisihi perintah Kami. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/286).

Kaum ‘Ad, adalah contoh kaum yang mendustakan utusan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan menyelisihi perintah-Nya. Kesyirikan adalah salah satu contoh pendustaan dan penyelisihan yang dilakukan oleh mereka. Perhatikanlah firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berikut ini,

وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ خَلَتِ النُّذُرُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (21) قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَأْفِكَنَا عَنْ آلِهَتِنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (22)

Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad, yaitu ketika dia mengingatkan kaumnya tentang bukit-bukit pasir, dan sesungguhnya telah berlalu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan setelahnya (dengan berkata), ‘Janganlah kalian menyembah selain Allah, aku sungguh khawatir nanti kamu ditimpa azab pada hari yang besar.”
Mereka menjawab, “Apakah engkau datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada kami, jika engkau termasuk orang yang benar.” (al-Ahqaf : 21-22).

Kaum yang Diazab dengan Hujan atau Air

Kaum ‘Ad juga merupakan salah satu contoh kaum yang diadzab oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan hujan. Contoh kaum yang lainnya, yaitu, Kaum Nabi Nuh-عَلَيْهِ السَّلَامُ-, kaum Nabi Luth-عَلَيْهِ السَّلَامُ- dan Kaum Saba.
Kaum-kaum ini juga mendustakan utusan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan menyelisihi perintah-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Tentang kaum Nabi Nuh -عَلَيْهِ السَّلَامُ-, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ فَكَذَّبُوا عَبْدَنَا وَقَالُوا مَجْنُونٌ وَازْدُجِرَ (9) فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ (10) فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ (11) وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ (12) وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ (13) تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ (14) وَلَقَدْ تَرَكْنَاهَا آيَةً فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (15) فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ (16) [القمر : 9 – 61]

Sebelum mereka, kaum Nuh juga telah mendustakan (rasul), maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, “Dia orang gila !” Lalu diusirnya dengan ancaman.
Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).”
Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah.
Dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan.
Dan Kami angkut dia (Nuh) ke atas (kapal) yang terbuat dari papan dan pasak,
Yang berlayar dengan pemeliharaan (pengawasan) Kami sebagai balasan bagi orang yang telah diingkari (kaumnya)
Dan sungguh, kapal itu telah kami jadikan sebagai tanda (pelajaran). Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran ?
Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! (al-Qamar : 9-16).

Tentang kaum Nabi Luth -عَلَيْهِ السَّلَامُ-, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ الْمُرْسَلِينَ

Kaum Luth telah mendustakan para rasul.” (asy-Syu’ara: 160).
…sampai dengan firmanNya…

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ

Dan Kami hujani mereka, maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (asy-Syu’ara: 173).

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah mengirimkan kepada mareka batu dari sijjil karena pendustaan mereka terhap rasul yang diutus kepada mereka. (Tafsir al-Qurthubiy, 13/133 dan Ibnu Katsir, 6/21).
Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ

Maka Kami jungkirbalikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (al-Hijr : 74).

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ

Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.” (Huud : 82-83).

Tentang kaum Saba’, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (15) فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ (16) ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ (17)

Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepadaNya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (Saba’: 15-17).

Ibnu Jarir ath-Thabariy -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, ‘Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman, tetapi kaum Saba’ berpaling dari mentaati Rabbnya dan enggan mengikuti apa yang diserukan kepada mereka oleh para rasul yang diutus kepada mereka…Wahb bin Munabbih al-Yamani berkata, ’Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah mengutus kepada kaum Saba’ sebanyak 13 orang Nabi, tetapi mereka mendustakan para Nabi yang diutus kepada mereka tersebut. (Tafsir ath-Thabari, 20/378).

Mereka berpaling dari meng-Esa-kan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan berpaling dari menyembahNya dan bersyukur kepada-Nya atas apa-apa yang dikaruniakan-Nya kepada mereka, dan mereka menggantinya dengan beribadah atau menyembah kepada Matahari, sebagaimana kata burung Hud-hud kepada Nabi Sulaiman -عَلَيْهِ السَّلَامُ-,

وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ . إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ . وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لا يَهْتَدُونَ [النمل: 22، 24]

Aku datang kepadamu dari negeri Saba’ membawa suatu berita yang menyakinkan.
Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar.
Aku (burung Hud-hud) dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah), maka mereka tidak mendapat petunjuk.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/507).

Demikianlah, bisa jadi air atau hujan yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- turunkan dapat menjadi sarana untuk mengazab suatu kaum. Ia keluar dari sifat asalnya sebagai ‘مَاءً مُبَارَكًا’ (air yang memberi berkah).

Karena itu, maka waspadalah! Dan, sepatutnya hal tersebut dapat kita ambil sebagai bagian dari pelajaran yang berharga bagi kita agar kita tidak merasa aman dari makar dan siksa-Nya dan agar kiranya kita menjauhi hal-hal yang bisa menyebabkan murka Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mengundang turunnya azab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang merata seperti perilaku keempat kaum di atas, yaitu kaum ‘Ad, kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth -عَلَيْهِ السَّلَامُ- dan Kaum Saba, di mana mereka mendustakan utusan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, menyelisihi perintah-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mengkufuri atau tidak mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkanNya.

Akhirnya, kita memohon kepada-Nya dengan nama-namaNya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, semoga Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menolong dan membantu kita untuk senantiasa mensyukuri segala nikmat-nikmatNya, tidak menyelisihi perintah-perintah-Nya dan tidak mendustakan ajaran utusanNya yang terakhir, nabi kita Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. Amin.

Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – beserta keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka hingga hari Pembalasan. Wallahu A’lam. (Redaksi).

Sumber :
Al-Matharu: Ahkamun Wa ‘Ibarun, Dr. Nayif bin Ahmad al-Hamdu. Dengan gubahan dan tambahan dari beberapa sumber lainnya.