Segala puji bagi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, Dzat yang memulai penciptaan makhluk, Dzat yang Maha Kuasa berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahamat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (asy-Syura : 28).

Dan aku bersaksi bahwa Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- adalah hamba dan utusanNya, makhluk ciptaan-Nya yang paling istimewa dari seluruh hamba-hamba-Nya. Semoga shalawat dan salam yang banyak tercurah kepada beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- beserta keluarga dan para sahabatnya yang merupakan tentara Islam dan para penjaga tauhid.

Wahai manusia! Bertakwalah kalian kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Syukurilah nikmat-nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada Anda, baik nikmat lahir maupun nikmat batin. Anda belum lama merindukan turunnya hujan, dan Anda pun sangat membutuhkannya, sampai-sampai sebagian orang tampak berputus asa dari diturunkannya hujan. Tetapi kemudian Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menurunkannya dengan kedermawanan-Nya dan kemuliaan-Nya.

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ . وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ . فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

”Allah yang  mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira.

Padahal walaupun sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa.

Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (ar-Ruum: 48-50).

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

ضَحِكَ رَبُّنَا مِنْ قُنُوطِ عِبَادِهِ وَقُرْبِ غِيَرِهِ

“Rabb kita –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– tertawa karena sikap putus asa hamba-hamba-Nya dan dekatnya perubahan keadaan yang akan dilakukan-Nya.” (HR. Ibnu Majah, no. 181, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 2810).

Maknanya, bahwa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tertawa karena seorang hamba menjadi berputus asa dari memperolah kebaikan disebabkan karena keburukan yang sangat kecil yang menimpa dirinya, padahal sangat dekat perubahan keadaan yang akan dilakukan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ,   perubahan keadaan dari keburukan kepada kebaikan, perubahan keadaan dari sakit kepada kesembuhan, perubahan keadaan dari bala dan cobaan kepada kesenangan dan kegembiraan.

Demikianlah, wahai hamba-hamba Allah! Setiap kali makin berat urusan niscaya segera datang kelapangan dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Dan, peristiwa diturunkannya hujan termasuk ayat (tanda-tanda) yang menunjukkan akan kekuasaan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,  sebagaimana pula hal tersebut merupakan bagian dari ayat-ayat (tanda-tanda) yang menunjukkan akan rahmat-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Maka, kewajiban kita para hamba-Nya adalah bersyukur kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, kita wajib memohon kepada-Nya agar Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan keberkahan kepada hujan yang diturunkan-Nya. Agar Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  menjadikannya “مُبَارَكًا“ mubarakan (banyak kebaikannya dan banyak pula manfaatnya), menumbuhkan tanaman-tanaman, melegakan rasa kehausan. Karena sesungguhnya masalahnya tidak hanya terpaku pada turunnya hujan saja. Karena boleh jadi terkadang hujan turun namun tidak diberkahi di dalamnya dan tidak memberikan dampak yang baik, karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mencabut pengaruh-pengaruh positifnya sebagai sebuah bentuk hukuman terhadap hamba-hamba-Nya. Oleh karena ini, sebagian Salaf – رَحِمَهُ اللهُ-mengatakan,

لَيْسَ الْجَدْبُ أَلَّا تُمْطَرُوْا، وَلَكْنَّ الْجَدْبَ أَنْ تُمْطَرُوْا، ثُمَّ تُمْطَرُوْا، وَلَا يُبَارَكُ لَكُمْ

Bukanlah kegersangan itu karena tidak diturunkannya hujan kepada kalian, akan tetapi kegersangan itu, hujan diturunkan kepada kalian, kemudian hujan diturunkan kembali kepada kalian, namun hujan itu tidak diberkahi untuk kalian.

Maka, kita wajib untuk bersyukur kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan memohon kepada-Nya agar menjadikan hujan ini banyak kebaikan dan banyak pula manfaatnya serta mengiringkan keberkahan saat turun kepada kaum Muslimin. Sesungguhnya Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah Maha Penyayang dari semua penyayang. Akan tetapi, dosa-dosa para hamba-Nya itulah yang menghalangi antara diri mereka dengan rahmat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Dan, kalaulah bukan karena pemaafan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. dan sifat hilm (kesantunan)-Nya, niscaya kalian akan menyaksikan keadaan yang lebih parah dari hal itu.

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا

“Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Fathir: 45).

 

Wahai hamba-hamba Allah!

Sesungguhnya hujan ini yang diturunkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- termasuk ayat-ayat-Nya yang paling besar yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- . Karena Dia-lah Dzat yang menjalankannya, Dia-lah Dzat yang mengarahkannya, Dia-lah Dzat yang menurunkannya, dan Dia-lah pula yang memberikan keberkahan padanya. Karenanya, hendaklah kita selalu menggantungkan harapan-harapan kita hanya kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, meski pun kadang hujan ini menimbulkan bahaya (seperti banjir dan lain sebagainya) pada sebagian wilayah, maka hal tersebut termasuk nasehat dan pelajaran yang berharga bagi kita. Kita memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar memperingan musibah dan penderitaan yang tengah menimpa saudara-saudara kita.

Sungguh, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- terkadang mengubah ni’mah (kenikmatan) itu menjadi sebuah niqmah (bencana) dan mengubah hujan ini menjadi sebuah kemurkaan. Karena inilah, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bila melihat awan muncul di langit dikenalilah tanda rasa takutnya kepada Allah         – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pada roman muka beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ–, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – menjadi mondar-mandir keluar masuk rumah hingga hujan turun. Ketika itu, yakni, ketika hujan turun, tersingkaplah tanda rasa takut dari roman muka beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –. Dan, adalah beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – bila hujan turun dalam jumlah yang sangat banyak dan tampak darinya bahaya, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– pun berdoa kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.  Beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –berdoa, memohon kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar mengangkatnya dari mereka, orang-orang yang terkena bahaya.    Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– berdoa, memohon kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar memindahkan hujan tersebut ke tempat lain yang membutuhkannya, seraya mengatakan,

اللَّهُمَّ عَلَى رُءُوسِ الْجِبَالِ وَالْآكَامِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah! (Curahkanlah hujan ini) di atas puncak-puncak gunung, dataran-dataran tinggi, perut-perut lembah, dan tempat-tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. al-Bukhari, no. 1017).

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا

“Ya Allah! Turunkanlah hujan di daerah sekitar kami dan jangan Engkau turunkan hujan di atas daerah kami.” (HR. al-Bukhari, no. 933).

Dan, adalah beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bila hujan turun, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – berdoa, memohon kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- seraya mengatakan,

اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Ya Allah! Jadikanlah hujan ini sebagai hujan yang bermanfaat.” (HR. al-Bukhari, no. 1032).

مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ

“Kita diberi hujan karena karunia Allah dan rahmat-Nya.” (HR. Abu Dawud, no. 3908).

Dan, demikianlah seorang Muslim semestinya ia tidak lalai dari ayat-ayat Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, tidak berpaling dari Dzikrullah (mengingat Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan tidak merasa aman dari azab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan hukuman-Nya. Bahkan, ia seharusnya selalu berada di antara rasa takut dan harap (kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-), banyak berdoa, memohon kepada-Nya, memperbanyak beristighfar (memohon ampunan kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-).

Demikianlah selayaknya kaum Muslimin…Demikianlah selayaknya kaum Muslimin.

Ketika Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– ditanya tentang apa yang menimpa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – berupa rasa takut ketika awan muncul, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – mengatakan, ‘Apa yang dapat memberikan keamanan kepada diriku, sementara Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah membinasakan suatu umat dari beberapa umat dengannya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah  membinasakan mereka dengan ditenggelamkan dengan diturunkannya hujan lebat kepada mereka, yang mengakibatkan terjadinya banjir yang sedemikian dahsyatnya, seperti yang dialami oleh kaum Nabi Nuh -عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ

“Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Huud: 37).

فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ . وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ

“Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan.” (al-Qamar: 11-12).

Maka dari itu, kaum Muslimin -semoga Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  merahmati kita semuanya-, ketika pelajaran yang sangat berharga ini dan ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Rabb semesta alam ini melewati kita, hendaknya kita tidak dalam keadaan lalai dan berpaling. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman, mengingatkan kita,

وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ . وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ . أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

“Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling darinya.

Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka mempersekutukan-Nya.

Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan Kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?” (Yusuf : 105-107).

Sandarkanlah Nikmat Kepada-Nya !

Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Allah dan sandarkanlah nikmat-nikmat itu kepada-Nya. Sandarkanlah  nikmat ‘Hujan’ kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Dzat yang menurunkannya. Janganlah kalian menisbahkannya kepada apa yang dinisbahkan orang-orang yang mengingkari nikmat Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,  di mana mereka mengatakan, ‘hujan-hujan yang terjadi ini disebabkan karena tekanan udara yang rendah, iklim, atau bahwa hal tersebut secara alamiah terjadinya, kondisi alamiah suatu negeri atau suatu daerah, atau yang lainnya. Mereka melupakan bahwasanya hal tersebut dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan para sahabatnya pernah tertimpa hujan di daerah Hudaibiyah, sebuah tempat dekat dengan Mekah, mereka tertimpa hujan pada malam hari. Di pagi harinya, setelah beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  salat Subuh mengimami para sahabatnya, beliau  -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  menghadapkan diri ke arah para jamaah, lalu bersabda,

أَتَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ

“Tahukah kalian apa yang telah dikatakan oleh Rabb kalian?”

Kami (para sahabat) menjawab,  “ “اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ (Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu). Lalu, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

قَالَ اللَّهُ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِي فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَبِرِزْقِ اللَّهِ وَبِفَضْلِ اللَّهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَجْمِ كَذَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ كَافِرٌ بِي

Allah telah berfirman, ‘Sebagian dari para hamba-Ku memasuki waktu pagi hari dalam keadaan beriman dan (sebagian lagi ada yang) kafir terhadap-Ku. Siapa saja yang mengatakan, ’Kita diberi hujan dengan rahmat Allah, rezeki Allah dan karunia Allah, maka ialah seorang yang beriman kepada-Ku, kafir terhadap bintang. Adapun siapa yang mengatakan, ‘Kita diberi hujan karena bintang ini dan itu, maka dialah orang yang beriman terhadap bintang tersebut, kafir terhadap-Ku.” (HR. al-Bukhari, no. 846).

Karena, sebagian orang, terkhusus pada masa Jahiliah, mereka biasa menisbahkan turunnya hujan kepada bintang-bintang pada saat terbit dan tenggelamnya, mereka tidak menisbahkannya kepada Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Maka, siapa saja yang menisbahkannya kepada selain Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, ia telah kafir, mengingkari nikmat Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  dan menyekutukan Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.  Hal ini merupakan perkara yang wajib diperhatikan dan diwaspadai. Hendaknya seseorang tidak terpengaruh dengan apa yang tersebar di sebagian media informasi, atau di sebagian surat kabar yang memberitakan bahwa hujan ini muncul dari hal demikian dan demikian, karena tekanan rendah udara dan lain sebagainya berupa sebab-sebab yang disangka oleh mereka sementara mereka lupa atau melupakan bahwa hujan ini,

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

“Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (asy-Syura: 28).

Kemudian, sesungguhnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ketika menyebutkan perihal turunnya hujan ini, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengingatkan para hamba-Nya agar mereka mengingat akan adanya kebangkitan. Bahwa Dzat yang menurunkan hujan tersebut dan menghidupkan kembali bumi dengannya setelah kematiannya pastilah dapat

(يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ)

“menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh.”

Dan, pasti mampu pula untuk membangkitkan manusia dari kubur mereka,

فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Ar-Rum: 50).

Maka, hendaklah kita bertakwa kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan hendaknya kita mengingat-ingat peristiwa kebangkitan dari kubur. Hendaknya pandangan kita tidak seperti pandangan binatang, di mana mereka tidak memikirkan tentang persoalan ini, atau seperti pandangan kalangan Mulahidah, ateis, orang-orang yang tidak beriman kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Ini buruk dan berbahaya. Sungguh, boleh jadi seseorang mengucapkan sepatah kata yang dimurkai Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  disebabkan karena kata-kata tersebut Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  melemparkannya ke dalam Neraka yang jaraknya lebih jauh ketimbang jarak antara timur dan barat sementara ia tidak mengetahuinya dan tidak menyadarinya. Karenanya, hendaklah kita menjaga ucapan-ucapan kita dan menjaga pula ulah lisan kita. Wallahu A’lam. (Redaksi)

 

Sumber:

Inzal al-Mathar Min A’zhami al-Ayati ad-Dalati ‘Ala Qudratillah Wa Rahmatihi bi ‘Ibadihi, Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan-حِفَظَهُ اللهُ-. Dengan ringkasan dan sedikit tambahan.