Sebagian lafazh-lafzah dalam al-Qur’an penyebutannya dengan bentuk tunggal untuk suatu makna khusus, dan penyebutannya dengan jamak untuk memerikan isyarat tertentu, atau penyebutannya dengan jamak didahulukan dibandingkan penyebutannya dengan tunggal atau sebaliknya.

Di antara contoh hal itu adalah kita melihat sebagian lafazh tidaklah datang dalam al-Qur’an melainkan dalam bentuk jamak. Dan ketika dibutuhkan untuk disebutkan dengan bentuk tunggal, maka digunakan sinonimnya (padanan kata), seperti lafazh:اللب. Maka kata tersebut tidak datang dalam al-Qur’an kecuali dalam bentuk jamak, seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

… إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لأُوْلِى اْلأَلْبَابِ {21}

”….Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 21)

Dan tidak datang di dalam al-Qur’an lafazh tersebut dalam bentuk tunggal, akan tetapi datang sebagai gantinya kata القلب seperti dalam firman-Nya:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ … {37}

”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati ….” (QS. Qaaf: 37)

Dan lafazh الكوب, tidak datang dalam bentuk tunggal, namun ia datang dalam bentuk jamak dalam firman-Nya

وَأَكْوَابُُمَّوْضُوعَةٌ {14}

”Dan gelas-gelas yang terletak (didekatnya).” (QS. Al-Ghasyiyah: 14)

Dan lawan dari jenis ini adalah lafazh-lafazh yang tidak datang kecuali dalam bentuk tunggal pada setiap tempat dalam al-Qur’an, dan ketika diinginkan untuk disebutkan dalam bentuk jamak, maka ia dijamak dalam suatu bentuk (rupa) yang indah yang tidak ada bandingannya. Seperti firman-Nya:

اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ اْلأَرْضِ مِثْلَهُنَّ … 12

”Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan dari bumi seperti itu pula ….” (QS. Ath-Thalaq: 12)

Dan termasuk dalam bagian ini adalah lafazh السماء, ia terkadang disebutkan dengan bentuk jamak dan terkadang dengan bentuk tunggal untuk suatu point kesesuaian (keserasian). Maka ketika diinginkan (dimaksudkan) adalah jumlah, maka digunakan bentuk jamak yang menunjukkan luasnya kebesaran (langit) dan banyaknya. Seperti dalam firman-Nya:

سَبَّحَ لِلَّهِ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ …{1}

”Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; ….” (QS. Al-Hasyr: 1)

Dan ketika dimaksudkan adalah arah (arah langit) maka digunakan bentuk tunggal. Seperti dalam firman-Nya:

ءَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ اْلأَرْضَ…{16}

”Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, ….” (QS. Al-Mulk: 16)

Dan termasuk dalam bagian ini adalah lafazh الريح (angin), disebutkan dengan bentuk jamak dan tunggal. Ia disebutkan dengan bentuk jamak pada konteks rahmat (kasih sayang), dan disebutkan dengan bentuk tunggal pada konteks adzab. Dan disebutkan hikmah dalam hal itu adalah bahwa رياح الرحمة (angin rahmat) berbeda-beda sifat dan manfaatnya. Dan terkadang sebagiannya saling bertemu satu sama lain, untuk menimbulkan angin-angin yang lembut (angin seepoi) yang memberikan manfaat bagi binatang dan tumbuhan. Maka dalam konteks rahmat menggunakan kata kata jamak رياح.

Sedangkan dalam konteks adzab, maka ia datang dari satu sisi (arah), dan tidak ada yang menentang dan menghalanginya. Imam Ibnu Abi Hatim rahimahullah dan selainnya meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata:

كُلُّ شَيْءٍ فِي الْقُرْآنِ مِنَ الرِّيَاحِ فَهِيَ رَحْمَةٌ، وَكُلُّ شَيْءٍ فِي الْقُرْآنِ مِنَ الرِّيحِ فَهُوَ عَذَابٌ

”Segala sesuatu di dalam al-Qur’an yang disebutkan sebagai ar-Riyaah maka ia adalah rahmat, dan segala sesuatu di dalam al-Qur’an yang disebutkan ar-Riih adalah adzab.” (Tafsir Ibnu Abi Hatim 1/415, 6/75 dan 10/323)

Oleh sebab itu datang dalam sebuah hadits:

اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا رِيَاحًا وَلا تَجْعَلْهَا رِيحًا

”Ya Allah jadikanlah ia (angin itu) sebagai Riyaah, dan jangan Engkau jadikan ia Riih.” (Diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani, al-Baihaqi, Abu Ya’la dll dan dinyatakan Dha’if Jiddan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)

Dan apa-apa yang keluar dari hal itu, maka ia untuk tujuan (alasan) lain. Seperti disebutkannya kata ريح dengan bentuk tunggal untuk mengungkapkan makna angin yang baik (rahmat), dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

… وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ

”….Dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik….” (QS. Yunus: 22)

Maka hal itu untuk dua alasan/hikmah:

1. Alasan yang berkaitan dengan lafazh, yaitu ia datang untuk mengimbangi atau menghadapi firman-Nya:

…جَآءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ … {22}

”… Datanglah angin badai, ….” (QS. Yunus: 22)

2. Alasan yang berkaitan dengan makna, yaitu bahwasanya kesempurnaan rahnat di sini hanya akan didapatkan dengan satu (arah) angin bukan dengan macam-macamnya (macam-macam arah), karena perahu tidak akan berlayar kecuali dengan satu angin dari satu arah/sisi, karena kalau tidak pasti perahu tersebut akan mengalami bahaya.

Dan termasuk dalam bagian ini adalah disebutkan lafazh النور (cahaya) dalam bentuk tunggal dan lafazh الظلمات (kegelapan). Disebutkannya dalam bentuk tunggal lafazh سبيل الحق (satu jalan kebenaran), dan dalam bentuk jamak lafazh سبل الباطل (jalan-jalan kebatilan), karena jalan kebenaran itu satu, sedangkan jalan-jalan kebatilan banyak dan bercabang-cabang.

Oleh sebab itu digunakan bentuk tunggal dalam lafazh ولي المؤمنين (wali/penolong bagi orang-orang beriman), dan di-jamak-kan أولياء الكافرين (wali-wali bagi orang kafir) dikarenkan banyaknya jumlah mereka, seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ … {257}

”Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran)….” (QS. Al-Baqarah: 257)

Dan firman-Nya:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ … {153}

”dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ….” (QS. Al-An’aam: 153)

Dan termasuk dalam bagian ini adalah lafazh المشرق و المغرب (timur dan barat) datang dengan bentuk tunggal, mutsanna (menunjukkan dua), dan jamak. Disebutkan dalam bentuk tunggal ditinjau dari sisi arah dan isyarat kepada kedua arah timur dan barat seperti dalam firman-Nya:

رَّبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ … {9}

” (Dia-lah) Rabb masyriq dan maghrib ….” (QS. Al-Muzzamil: 9)

Dan disebutkan dengan tatsniyah (bentuk dua) ditinjau dari dua tempat terbit dan dua tempat terbenam, yakni terbit dan terbenam pada musim dingin dan muslim panas. Seperti firman-Nya:

رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ {17}

”Rabb yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Rabb yang memelihara kedua tempat terbenamnya. ….” (QS. Ar-Rahmaan: 17)

Sedangkan disebutkan dengan bentuk jamak ditinjau/dilihat dari tempat terbit pada tiap-tiap hari dan tempat terbenamnya, atau tempat terbit dan terbenam masing-masing musim. Seperti dalam firman-Nya:

فَلآ أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ…{40}

”Maka Aku bersumpah dengan Rabb Yang Mengatur tempat-tempat terbit dan tempat-tempat terbenamnya matahari….” (QS. Al-Ma’aarij: 40)

(Sumber:مباحث في علوم القرآن karya Syaikh Manna’ al-Qaththaan rahimahullah, cet. Maktab al-Ma’arif, Riyadh hal. 205-206. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)