Wahai ukhti! untukmu yang masih asyik dengan studinya, untukmu yang masih sibuk dengan karirnya, namun masih jomblo, apa sih yang kau cari? Apa lagi yang kau kejar? Apa pula yang kau tunggu? Lebih-lebih jika usiamu sudah mengijak kepala tiga.

Wahai ukhti! apakah gara-gara gelar studi yang kau kejar, kau korbankan masa lajangmu? Atau karena demi karir dan jabatan kau pertahankan jomblomu? Atau karena menunggu pangeran yang kau idam-idamkan, kau rela tahan tangis dan gejolak hati dalam penantian yang lama? Kau kira ambisi studi dan karir lebih membuatmu nyaman! Ternyata tidak. Jeritan hatimu memang tidak terdengar oleh yang lain. Tapi senyum dan tatapanmu tidak bisa menutupi suara hatimu. Tidakkah kerutan dahimu mengingatkan bahwa semakin hari semakin bertambah usiamu? Lantas apa lagi yang kau cari? Apa pula yang kau tunggu?

Wahai ukhti! apa yang menghalangimu dari menikah? Hendak dibawa kemana separuh agamamu jika kau terus menunda-nunda waktu nikahmu? Dan dengan apa kau harus menutupi separuh yang lainnya? Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدْ كَمُلَ نِصْفُ الدِّينِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

“Apabila seorang hamba telah menikah, berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah pada separuh yang lain.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 5100, hadits hasan).

Maka benar sekali, jika menikah itu bisa menjadikan kemaluan lebih terjaga, pandangan lebih tertunduk, jiwa pun menjadi lebih tentram karena jauh dari dosa dan maksiat yang mengalir lewat kedua celah ini.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Barangsiapa telah mampu (lahir batin –penj), maka menikahlah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.” (HR. Bukhari no. 1905).

Wahai ukhti! Hujjah apalagi yang hendak kau sampaikan? Lebih-lebih jika usiamu sudah di atas kepala tiga, namun belum juga kau menikah. Kau berkelit belum mampu, belum siap, belum kepikiran, nunggu cukup dan alasan lainnya. Jangan kau bohongi dirimu sendiri, jangan kau lawan fitrahmu! Menjadi ibu adalah naluri setiap perempuan, tapi mengapa naluri itu kau kebiri dengan ambisi duniamu yang fana lagi hina?

Wahai ukhti! Tidak inginkah pandangan mulebih terjaga, kemaluanmu lebih terpelihara, batinmu lebih tenang dan tentram, dan kau berada dalam istana perlindungan sebagai seorang muslimah, menjadi ratu, menjadi istri bagi suamimu dan ibu bagi anak-anakmu. Apa lagi yang kau inginkan? Apakah kau lebih bangga menjadi tontonan mata-mata buruk yang terus mengintai di kanan kirimu, daripada menjadi tuntunan bagi anak-anakmu? Kau sengaja memantik api, namun sadarkah bahwa api itu suatu saat bisa melahap dirimu sendiri?

Wahai ukhti! bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dekatkanlah dirimu kepada-Nya dengan menunjukkan konsistensi ibadahmu, dan jangan kau lewatkan kedua telapak tanganmu menyertai doamu dalam setiap kesempatan, khususnya di waktu-waktu yang mustajab. Jika komunikasimu baik dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Dia akan segera kirimkan pangeran yang terbaik kepadamu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Dan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).” (QS. an-Nur: 26).

Wahai ukhti! Ketika ada seorang pemuda mendatangi kedua orang tuamu, meminta izin hendak meminangmu, maka jika ia adalah seorang laki-laki yang kau ridhai karena kebaikan akhlak dan agamanya, jangan kau sia-siakan kesempatan emas ini untuk menerimanya. Jika tidak, berarti kau ikut ambil bagian atas tersebarnya kerusakan di muka bumi ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

 “Apabila (seorang laki-laki) mendatangi kalian (hendak meminang putrimu) yang kalian ridhai akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang besar.” (HR. Ibnu Majah no. 1967).

Wahai ukhti! Namun jika sampai saat ini belum juga ada seorang laki-laki yang datang meminangmu. Janganlah kau hanya berdiam diri, termenung, pasrah menunggu pangeran menyambangi dirimu, atau tak acuh memikirkan jodohmu, terlebih jika usiamu sudah di atas kepala tiga. Tapi, bangkitlah, bergeraklah, sambutlah jodohmu dengan usaha kerasmu! Tentu, batasan-batasan syariat dan kemuliaan sebagai seorang wanita muslimah harus tetap kau junjung tinggi. Jangan sekali-kali kau tempuh cara-cara yang tidak baik dan haram.

Wahai ukhti! Bukan sebuah kehinaan ketika kau menawarkan diri kepada seorang pemuda yang saleh agar ia mau menikahimu. Bahkan ia adalah hakmu, kemuliaanmu, dan jalan kebahagiaan yang sedang berusaha kau raihnya. Sampaikanlah maksudmu itu lewat seseorang yang baik lagi amanah. Bisa dari orang tuamu, saudaramu, kerabatmu, temanmu ataupun yang lainnya. Kau bisa bercermin kepada Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha tentang bagaimana usaha yang ia lakukan sampai bisa melabuhkan hati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam hatinya.

Wahai ukhti! Tidakkah kau senang dan rindu melihat anak-anakmu termasuk dalam kumpulan besar ummat Nabi a yang akan beliau banggakan kelak pada hari kiamat di hadapan umat-umat yang lain? Bukankah kau merindukan anak-anak saleh yang senantiasa mendoakanmu setelah kau meninggal? Keindahan itu tidaklah mungkin diraihnya melainkan dengan jalan menikah.

Adakah yang menginginkan di masa rentanya, ia tetap hidup sendirian, tiada suami yang mengurus, tiada pula anak-anak yang membantu? Tentu tidak ada. Lantas, mengapa kau masih ragu-ragu untuk menikah, terlebih jika usiamu sudah menginjak kepala tiga. Apa sih yang kau cari? Apa lagi yang kau kejar? Apa pula yang kau tunggu? Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, menikah itu akan mengantarkanmu ke dalam tamantaman kebaikan dan keindahan yang sangat banyak sekali.

Wahai ukhti! jika sudah cukup umur, bersegeralah menikah! Cukuplah bagimu untuk tidak lagi menunda-nuda waktu nikahmu bahwa perintah menikah itu datang langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah terlambat, sebelum kata sesal hanya menemani masa tuamu dalam kesendirian yang sunyi lagi sepi. Wallahu A’lam. (Saed as-Saedy, Lc.).