nikahJakarta – Sebagai garda depan dalam pelayanan publik bidang pernikahan, Ditjen Bimas Islam terus melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan kinerjaKantor Urusan Agama (KUA). Hal ini untuk menjawab tantangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pascasurvey integritas sektor publik tahun 2014.

Dalampenilaian terhadap Unit Layanan Pencatatan Nikah di KUA (PMA 46 Tahun 2014) hanya memiliki skor sebesar 5,47. Ini merupakan skor terendah yang didapatkan dari 40 unit layanan publik yang disurvei denganstandar minimal sebesar 6.00. Artinya, layanan nikah di masih diberi warna merah.Demikian dikatakan oleh Dirjen Bimas Islam, Machasin, di hadapan Tim Peningkatan Mutu Layanan Nikah pada KUA Kecamatan, Tim Administrasi Pengelola Layanan Pengaduan KUA dan Tim Pengendalian Gratifikasi yang dibentuk di Lingkungan Ditjen Bimas Islam(4/3).

Lebih lajut, Machasin menegaskan, tim yang telah dibentuk harus segera menjalankan tugasnya. Banyak aduan masyarakat yang harus ditindaklanjuti segera.

“Perlu pemetaan di daerah yang memiliki potensi tindakan gratifikasi pada layanan nikah. Selain itu, perlu agar layanan berbasis IT, dalam hal iniSIMKAH (Sistem Informasi Manajemen Nikah) segera dapat dintegrasikan dengan data kependudukan (Dukcapil) setempat,sehingga data pasangan calon pengantin dapat ditelusuri untuk mencegah terjadinya pelanggaran”, cetusnya.

“Siapa yang bisa memastikan bahwa data-data dari kelurahan itu benar-benar valid? KUA kan hanya melihat data manual, tidak tahu persis bagaimana status sebenarnya calon pengantin yang ingin mendaftar”, tuturnya.

Selain itu, Guru Besar UIN Suka Yogyakarta mengungkapkan bahwa harus dilakukan antisipasi pengamanan terhadap penggunaan buku nikah palsu dan kemungkinan penyalahgunaan terhadap buku nikah asli. Oleh karena itu, harus dilakukan optimalisasi terhadap penanganan aduan masyarakat agar dapat dilakukan inventarisasiuntuk menjadi bahan masukan kebijakan selanjutnya, tutupnya.

Sumber:bimasislam.kemenag.go.id