fwKisah kali ini adalah kisah lanjutan sekaligus penutup dari kisah kemarin (salah naik bis). Setelah aku turun di perempatan mangga besar (jalan buncit indah), aku masuk sebuah jalan atau gang kecil yang ku kira lebih dekat. Aku pikir jika lewat jalan itu akan lebih cepat sampai.

Memang aku jarang sekali lewat jalan itu, mungkin ini yang kedua kalinya setelah lama tidak melewatinya. Pertama-tama agak ragu, tapi tetap ku coba melewati jalan itu. Aku mencoba mengingat-ngingat jalan yang pernah aku lewati dahulu. Setelah jauh aku masuk dan melewatinya, aku mendapati gang yang aku tidak tahu lagi harus ke mana. Tanpa sungkan aku langsung bertanya kepada seorang anak yang ku temui di jalan, yang ku kira ia seorang anak yang duduk di kelas empat atau lima SD, “Dik, kalau ingin menuju jalan besar ke arah mana ya?”, tanyaku.

Anak itu menjawab: “Jalan aja terus nanti ada turunan (jalan menurun), kemudian menyebrang sungai (melewati jembatan) lalu belok kanan”.

“Terima kasih” ucapku kepadanya.

Ku coba mengikuti apa yang diberitahu anak itu. Tak jauh dari tempat tadi, aku kembali bertanya untuk memastikan jalan yang aku lalui. “Maaf mas, kalau kita melewati jalan ini nanti sampai ke jalan besar gak?” tanyaku kepada seorang laki-laki yang duduk di atas kendaraannya. Laki-laki itu menjawab sambil mengarahkan pandangannya kearah jalan itu: “Kurang tau ya, tapi kayanya iya”.

“Terima kasih mas”, jawabku, kemudian aku berlalu meninggalkannya.

Agak sedikit ragu dengan jalan yang aku lalui, karena memang rasanya ini bukan jalan yang pernah aku lewati dahulu.

Sampailah aku di tikungan jalan, yang mana ku lihat ada dua orang laki-laki agak tua yang sedang duduk di atas bangku yang berada di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, langsung ku temui mereka, “Maaf pak, numpang tanya, arah ke jalan besar yang mana ya?”

“Ikuti aja jalan ini”, jawab salah seorang dari mereka.

“Terima kasih pak”, jawabku, kemudian aku berlalu meninggalkan mereka.

Dengan perasaan lega aku percepat jalanku menelusuri jalan tersebut. Alhamdulillah akhirnya aku melihat jalan besar di ujung jalan itu. Namun ketika aku mendekati ujung jalan, aku berkata: “Sepertinya aku kenal jalan ini”, sambil memperhatikan bentuk dan tanda-tanda yang ada di jalan itu. Aku melihat pagar besi memanjang di tengah-tengah trotoar jalan, “Waduh, kayanya ini jalan ke Ragunan (buncit indah)”. gumamku dalam hati, sambil memperhatikan dengan seksama tanda-tanda yang ada di jalan tersebut. Setelah yakin dengan jalan itu, aku menghembuskan napasku, “Ya Allah, salah jalan” itulah yang bisa aku ucapkan, sambil tertawa kecil.

Akhirnya aku berniat kembali ke jalan yang aku lalui tadi. Namun sebelum beranjak dari muara jalan itu, aku bertemu kembali dengan seorang ibu dengan putra kecilnya, yang mana sebelumnya aku mendahului mereka. Aku bertanya padanya: “Maaf bu, saya salah jalan, tadi saya dari jalan ini kemudian ingin ke jalan besar yang ada di sana (seraya mengarahkan telunjuku ke jalan yang ku maksud), tapi ternyata saya kembali ke jalan ini lagi. jika saya melewati jalan ini bisa sampai gak ke sana?”

Sambil tertawa ibu itu balik bertanya: “Apa nama jalannya”

“Saya lupa namanya, Ibu tau gak masjid Al-Ikhlas?”.

“Iya”, jawab beliau.

“Di samping masjid Al-Ikhlas itu adalah jalan yang saya maksud”

“Oh, itu jalan Jati Padang, Mas masuk aja jalan ini kemudian belok kiri”.

“Terima kasih banyak bu”, jawabku.

Itulah sekelumit kisah pada hari sabtu, tadinya mau cepat sampai ke tempat fotocopy, namun malah sebaliknya. Qadarullahu wa ma sya a fa’ala.