BULANJAKARTA — Adanya kesepakatan MABIMS pada tahun 1990-an  terkait kaidah imkanur-rukyat telah mengurangi perbedangan pandangan di kalangan masyarakat Singapura dalam penetapan awal bulan Qamariyah.

Pengakuan ini disampaikan oleh Delegasi Singapura Faridaus Yahya ketika memberikan prakata dalam pembukaan Muzakarah Rukyah dan Takwim Islam Negara Anggota MABIMS yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (22/05).

“Alhamdulillah, dengan adanya kesepakatan MABIMS pada 90 an dengan kaidah imkanur-rukyat yang ditetapkan MABIMS, maka perbedaan (dalam menetapkan awal bulan Qamariyyah,-red) di Siangpura semakin berkurang,” terang Firdaus Yahya.

MABIMS merupakan pertemuan tahunan antara delegasi para Menteri Agama Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Pelaksanaan muzakarah kali ini diharapkan menjadi sarana komunikasi antara anggota Negara MABIMS, khususnya dalam menyelesaikan dan meminimalisir perbedaan terkait penetapan awal qamariyyah dan pembuatan kalender Islam.

Firdaus mengatakan bahwa pada tahun 70-an,  Singapura menerapkan metode hisab dalam penatapan awal bulan Qamariyyah, sedang Malaysia menggunakan metode rukyat. Saat itu belum ada konsep imkanur-rukyat.

Dikisahkan Firdaus bahwa perbedaan dalam penetapan awal puasa dan hari raya Idul Fitri pada tahun 70-an terjadi di kalangan masyarakat Singapura, bahkan di internal keluarganya. “Saat itu kami menyambut idul fitri bersama keluarga, kami semua makan, tapi moyang (kakek,-red) saya tidak mau makan. Katanya saya masih berpuasa. Ketika saya tanya, bukankah sekarang sudah hari raya? Moyang menjawab bahwa saya tidak ikut Singapura tapi ikut negara lain,” kisah Firdaus.

“Ada perbedaan di kalangan masyarakat Islam sejak 70 an. Terjadi perbedaan di tengah keluarga,” tambahnya.

Firdaus bersyukur bahwa sejak ditetapkannya kriteria imkanur-rukyat oleh MABIMS pada tahun 90-an, perbedaan itu bisa diminimalisir.  “Awalnya masih ada yang belum menerima penetapan MABIMS. Kami sedikit demi sedikit mencoba mendidik masyarakat, sehingga mereka memahami,” terang Firdaus.

“Kita boleh berbeda pendapat, tapi yang lebih penting adalah persatuan umat, bukan perbedaan,” imbuhnya. (kemenag)

 

Oleh: Saed As-Saedy