Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ، ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (al-‘Araf: 16-17)

Hendaknya masing-masing orang menyadari bahwa selama hayat dikandung badan ia senantiasa berada dalam kancah peperangan melawan setan. Setiap jalan-jalan kebaikan yang ditempuhnya, ia pasti berhadapan dengan setan yang siap menghadang.

Ketahuilah -semoga Allah merahmati Anda- bahwa kancah peperangan ini sangat berat dan melelahkan, ditebarkan oleh setan dan bala tentaranya di mana-mana. Maka hendaklah kita benar-benar siap menghadapinya. Setan, hawa nafsu, angkara murka dan godaan dunia siap menjerat setiap saat.

Seorang penyair menuturkan,

“Sungguh, diriku dihujam dengan empat anak panah, yang tiada henti-henti melesat dari busurnya menghujam diriku, yaitu iblis, dunia, ambisi dan hawa nafsu.

Wahai Rabbku, hanya Engkau jualah yang kuasa menyelamatkan diriku.”

Oleh karena itu, sudah seyogyanya kita selalu waspada terhadap segala tipu daya setan.

(Shalih bin Muhammad al-Wunaiyyan, “Siham asy-Syaithan”, 1/14)