Fitrah adalah apa yang Allah Ta’ala tanamkan pada jiwa manusia berupa pengetahuan tentangNya yang menuntut pemiliknya untuk menyintai dan menuhankanNya.

Dalil fitrah termasuk dalil paling jelas dalam menetapkan rububiyah Allah Ta’ala, dalil ini ditunjukkan oleh dalil naqli dan dalil aqli.

Karena itu tidak ada kelompok yang dikenal di kalangan manusia yang menentang tauhid ini, karena hati mereka telah difitrahkan untuk mengakuinya dalam bentuk lebih besar daripada pengakuannya terhadap selainnya dari alam raya ini, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang menyampaikan ucapan para rasul, “Rasul-rasul mereka berkata, ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (Ibrahim: 10).

Al-Qur`an Menetapkan Fitrah

Allah Ta’ala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah di atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30).

Ayat ini menetapkan bahwa menghadapkan wajah kepada agama Allah yang lurus merupakan fitrah di mana Allah menciptakan manusia di atasnya, kalau kemudian manusia berpaling darinya maka hal itu karena faktor luar yang lebih besar dan lebih kuat.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertaubat kepadaNya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripadaNya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.” (Ar-Rum: 33).

Ayat ini menetapkan bahwa manusia secara otomatis mengenal Allah dan itulah fitrah, sekalipun hanya di saat bahaya menimpa, dan di saat mendapatkan rahmat, manusia menyekutukanNya dengan sesuatu, hal ini membuktikan bahwa manusia memang difitrahkan untuk mengenal Tuhannya.

Sunnah Menetapkan Fitrah

Nabi saw bersabda, “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, lalu bapak ibunya yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi. ” Diriwayatkan oleh al-Bukhari hadits 1358 dan Muslim hadits 2658.

Tidak dikatakan bahwa maknanya adalah dilahirkan bersahaja, kosong, tidak mengetahui tauhid dan syirik, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, berdasarkan sabda Nabi saw dalam apa yang beliau riwayatkan dari TuhanNya Azza wa Jalla, “Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus bersih lalu setan-setan memalingkan mereka.” Diriwayatkan oleh Muslim hadits 2865.

Dalam hadits sebelumnya terdapat petunjuk kepada makna tersebut, di mana Nabi saw bersabda, “Menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” Dan Nabi saw tidak bersabda, “Atau menjadikannya Islam.” Dalam sebuah riwayat, “Dilahirkan di atas agama.” Dalam riwayat yang lain, “Di atas agama ini.” Diriwayatkan oleh Muslim di hadits yang sama.

Akal Menetapkan Fitrah

Apa yang dikatakan oleh Nabi saw didukung oleh dalil-dalil akal:

Di antaranya: Bahwa setiap manusia difitrahkan di atas kebenaran dan rububiyah adalah kebenaran, sehingga setiap manusia difitrahkan di atas rububiyah.

Di antaranya: Bahwa manusia difitrahkan untuk mendapatkan apa yang bermanfaat dan menolak apa yang merugikan, hanya saja tidak semua manusia mampu meraih manfaat atau menolak mudharat, akan tetapi dalam hal ini dia membutuhkan pengajaran, seandainya pada manusia tidak terdapat fitrah mendapatkan manfaat niscaya dia tidak mengetahui hal itu, seperti fitrah anak kecil untuk menyusu, dia difitrahkan untuk menelan puting susu ibunya dan menghisapnya.

Demikian pula saat Jibril menawarkan susu, air dan khamar kepada Nabi saw, lalu Nabi saw memilih susu dan Jibril pun berkata, “Pilihanmu sesuai dengan fitrah.” Muttafaq alaihi. Anak kecil difitrahkan untuk minum susu dengan sendirinya, bila dia sudah meraih puting susu ibunya maka dia pasti akan menyusu tidak bisa tidak, menyusunya anak kecil adalah sesuatu yang mendasar bila tidak ada faktor penghalang, misalnya mulutnya sakit atau akalnya sakit atau susu ibunya yang sakit, anak kecil lahir untuk menyusu, demikian pula dia lahir di atas pengetahuan tentang Allah, pengetahuan ini adalah sesuatu yang mendasar tidak bisa tidak, bila tidak ada penentangnya, oleh karena itu bila disodori maka dia psti akan menerima sesuai dengan tuntutan yang ada pada dirinya untuk itu saat tidak ada penghalang.

Di antaranya: Sebab ilmu adalah pengajaran, bila sebab ini diarahkan kepada manusia maka mereka berilmu, sebaliknya bila sebab ini diarahkan kepada benda mati atau hewan maka mereka tidak berilmu, hal ini menunjukkan bahwa pada manusia terdapat unsur penerima yang tidak dipunyai oleh selain manusia, kemudian perkara rububiyah dan lainnya yang dipelajari oleh manusia mungkin menimbulkan pemikiran-pemikiran sejenis tanpa seorang pun mengajarkannya kepadanya, sehingga terwujudnya pengakuan fitrah terhadap Pencipta dan kecintaan kepadaNya serta keikhlasannya adalah sesuatu yang mungkin tanpa sebab di luar dirinya, dengan syarat tidak ada penghalang berupa godaan setan dan sebagainya.

Di antaranya: Bila fitrah tidak dihadang oleh faktor perusak dari luar atau tidak disuntik oleh faktor yang memperbaiki, maka fitrah tetap akan membawa kepada kebaikan, karena tuntutan untuk mengetahui dan berkehendak ada padanya, sementara penghalangnya tidak ada.

Syarah Thahawiyah, Ibnu Abul Izz al-Hanafi, Tartib Dr. Khalid Fauzi Hamzah.