curiMencuri adalah mengambil harta orang lain dari tempat terjaga secara sembunyi-sembunyi. Perbuatan ini termasuk dosa besar, berdasarkan firman Allah,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [المائدة : 38]

Dan pencuri, laki-laki dan wanita, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan mereka dan hukuman dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Al-Maidah: 38.

Nabi bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya aku memotong tangannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Pembuktian Mencuri
Ayat dan hadits di atas menetapkan bahwa had mencuri adalah potong tangan, namun hukuman ini tidak ditetapkan sehingga perbuatan ini terbukti, untuk membuktikannya dibutuhkan dua perkara: Pertama, kesaksian dua orang laki-laki adil bahwa fulan mencuri ini. Kedua, pengakuan pelaku sesudah dipastikan kebenarannya.
Syarat Wajib Had
Mencuri yang diancam hukuman ini mencakup pelaku, korban, harta yang dicuri dan cara mencuri.
1- Pencuri disyaratkan dewasa, berakal, mengetahui haramnya mencuri dan tidak ada syubhat dari perbuatannya, yang dimaksud dengan syubhat adalah alasan tertentu yang mungkin meringankan kejahatannya.
Di antara syubhat dalam bab ini syubhat kepemilikan seperti bapak mencuri harta anaknya dan sebaliknya, karena bapak punya hak pada harta anak dan anak punya hak pada harta bapak. Suami mencuri harta istri dan sebaliknya. Rekanan mencuri dari harta bersama karena syubhat kepemilikan bersama.
Di antara syubhat adalah alasan dharurat atau terpaksa, karena kondisi ini membolehkan seseorang mengambil harta orang lain sekedar mengangkat dharurat, “Barangsiapa terpaksa tanpa menginginkan dan tanpa melebihi batas, maka tidak berdosa.” Al-Baqarah: 173. Umar berkata, “Tidak ada potong tangan di masa paceklik.” Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq.
2- Korban disyaratkan diketahui dan menuntut, bila ada pencurian tetapi pemilik harta tidak diketahui, maka tidak ada had, karena hukuman had bergantung kepada tuntutan korban, bila korban tidak diketahui, siapa yang menuntut?
Korban adalah pemilik sah atau wakilnya, bila hak miliknya tidak sah, seperti mencuri barang curian dari pencuri maka tidak ada had menurut sebagian ulama.
Korban adalah muslim.
3- Harta yang dicuri disyaratkan sebagai harta yang berharga secara syariat, artinya harganya halal, karena itu tidak ada had atas pencuri babi, khamar, bangkai dan yang sepertinya.
Harta yang dicuri mencapai nishab, batas minimal, yaitu seperempat dinar (1,0625 gram) berdasarkan hadits Aisyah bahwa Nabi bersabda, “Tangan pencuri tidak dipotong kecuali untuk seperempat dinar ke atas.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Dan pertimbangan nishab ini adalah saat pencurian terjadi.
Harta yang dicuri terjaga, maksudnya harta tersebut diletakkan oleh pemiliknya di tempat yang dalam kebiasaan umum dianggap terjaga, atau pemiliknya menugaskan orang menjaganya, bila tidak maka pemiliknya dianggap menyia-nyiakannya dan pencurinya bisa bebas dari had.
Harta yang bersama pemiliknya seperti baju di badannya atau uang di saku atau di tasnya dianggap harta yang terjaga, karena itu siapa merogohnya atau menyayatnya, maka dipotong tangannya. Shafwan bin Umayyah berkata, “Aku tidur beralaskan kain harganya 30 dirham di masjid, seseorang mencurinya darinya, aku membawanya kepada Nabi, maka beliau memerintahkan agar dipotong tangannya, aku berkata, ‘Kain itu sedekah untuknya.’ Nabi menjawab, “Mengapa tidak sebelum kamu membawanya kepadaku.” Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa`i dan Ibnu Majah.
4- Cara mencuri, sekedar mengambil tidak dikategorikan mencuri kecuali bila diiringi dengan merusak tempat penyimpanan seperti mencongkel jendela, membongkar pagar dan yang sepertinya.
Mengambil secara sembunyi-sembunyi, korban tidak mengetahui, bila terang-terangan maka ia bukan mencuri tetapi merampok dan sejenisnya. Bila korban tidak mengetahui kemudian merelakan saat mengetahui, maka selesai.
Mengambil dan dibawa keluar dari tempat penyimpanan, bila belum sempat membawa keluar dan tertangkap basah, maka diperselisihkan, masalahnya kembali kepada apakah dia sudah dianggap pencuri secara syar’i atau tidak? Dan dalam masalah ini terdapat beberapa atsar dari para sahabat yang berbeda-beda. Wallahu a’lam.