dagingKisah ini disampaikan oleh Syaikh Sulaiman ath-Thami di dalam kitabnya Sawalif al-Majalis, juz pertama. Dia bertutur, “Ayahku Mengisahkan,

‘Pamanku rahimahullah telah wafat dan meninggalkan dua orang putri. Satunya berumur empat tahun, sedang yang lain berumur enam tahun. Dia melimpahkan pendidikan kedua putrinya kepada ayahku, dan ayah-ku pun menyayangi keduanya melebihi kasih sayang-nya terhadap anak-anaknya. Dia tidak akan makan dan minum tanpa ada satu orang putri itu di sebelah kanannya dan satu orang lainnya di sebelah kirinya.

Pada salah satu kesempatan, mereka sedang duduk menghadapi hidangan makan malam. Menu makan malam pada hari itu adalah daging. Kebetulan, pada hari-hari itu daging sangat jarang. Daging hanya dimakan pada momen-momen hari raya Idul Adha saja. Saking senangnya kedua bocah yatim itu melihat daging, mereka langsung menjulurkan kedua tangannya ke arah daging sebelum memakan jarisy atau barghal (sejenis makanan yang ditumbuk tak sampai halus).

Belum sampai seorang bocah itu meraihnya, ke-buru kedua tanganku telah memukul kedua bocah itu. Seketika, mereka pun menangis dan menarik kembali kedua tangannya dari makanan. Hal itu membuat marah pamanku. Sontak saja, dia langsung mengibaskan tangannya dari makanan dan berteriak-teriak sambil marah terhadap anaknya dan atas perlakuannya me-mukul kedua bocah itu.

Sang paman pun menghibur kedua bocah perempuan itu dan mendiamkan mereka dari isak tangis. Dia meminta keduanya untuk kembali makan setelah dia mengusap air mata mereka, sehingga mereka pun makan bersama anggota keluarga yang masih tersisa. Kemudian sang paman, masuk ke ruang kopi. Dia termasuk orang-orang yang selalu melakukan shalat tahujjud pada akhir malam di kala orang-orang sedang tidur. Dia bangun seperti biasa untuk menunaikan shalat tahajjud. Sehabis shalat, dia menyalakan api. Tiba-tiba, dia mendengar sesuatu yang ada di serambi rumah jatuh. Sang paman itu pun berdiri untuk mengecek apa yang terjadi. Ternyata dia mendapati pada pekarangan kurma ada seekor burung berukuran angsa tidak bisa terbang. Dia pun menangkapnya dan menyembelihnya. Lalu dia mencabuti bulu-bulunya dan memasaknya. Manakala dagingnya sudah semuanya masak, dia pun membangunkan kedua putri saudaranya itu. Mereka pun langsung memakan daging burung itu. Sang pa-man berkata, ‘Ini adalah rizki dari Allah yang diantar-kan kepada kita malam ini.’

Ketika mereka sudah kenyang, maka pagi harinya pamanku memberikan sisa-sisa daging itu kepada anak-anaknya setelah dia menceritakan kisah burung itu kepada mereka, dan bahwasanya itu merupakan rizki untuk kedua bocah yatim itu.

Sumber: Serial Kisah Teladan 3, Muhamad Shalih Al-Qahthani, Hal: 18, Penerbit Darul Haq